Matahari sedikit demi sedikit sudah mulai menampakkan keangkuhannya. Sinarnya begitu hangat menyentuh tubuh ini, membuat hidup menjadi lebih bersemangat lagi dalam menjalani kehidupan. Hari-hari yang indah di sekolah merupakan masa-masa yang bahagia bisa bercanda dan bercengkrama dengan sahabat. Tidak ada beban hidup yang harus dipikul kecuali ujian dan itu bukanlah beban yang terlalu menyusahkan.
Hari ini aku ke sekolah dengan wajah ceria dan tidak mau terlambat lagi. Sudah bosan rasanya setiap hari harus berjumpa dengan cowok jutek super menyebalkan itu. Kesekolah lebih awal banyak hal yang bisa dilakukan sebelum bel berbunyi, bisa mengobrol ngalur ngidul sama teman-teman. Yang jelas hidup ini lebih berwarna.
Sesampai didalam kelas dengan semangat kusapa kawan-kawan dan tak ketinggalan kedua sahabat akrab Agnes dan Putri yang merupakan konco dan tak mungkin akan bisa terpisahkan.
'yaelah lebay banget aku.' batinku.
"Tumben, kau cepat datang, Clara." Sapa Putri.
"Ya dong. Masak kau mau melihat kawanmu ini tiap hari dihukum sih. Jadi sahabat kok tega banget." Jawabku becanda.
"Iya juga sih. Akhirnya sahabat kita sadar juga ya, Nes." Canda Putri diikuti tawa gelak mereka.
Sebelum meletakkan tas dalam laci biasanya aku membersihkan dulu kertas-kertas yang tidak berguna. Kertas corat-coret matematika ataupun kertas sisa bungkusan jajan. Kuambil kertas tersebut satu persatu dan mengeceknya. Kertas berharga atau hanya sampah. Kalo sampah kubuang saja ke tong sampah.
'Hmm...apa ini? Sebuah surat berbungkus amplop berwarna biru muda? Dari siapa ini dan siapa yang mengirimkannya. Dan buat siapa?' Batinku penasaran.
Kubolak balik amplop tersebut untuk mencari nama pengirimnya. Dan hasilnya nihil.
"Hari ini masih mengirim surat cinta?" Pikirku. Dan dari sekian banyak cowok di sekolah ini siapa pula yang naksir sama aku? Masak sih ada cowok yang naksir aku cewek tomboi dan temperamental.
"Tapi ini surat cinta atau bukan sih". Gumamku penasaran."
"Ya ampun, Clara. Pagi-pagi kamu sudah melamun. Dari tadi di panggil jangan kan menyahut, menoleh aja enggak. Ada apa sih kamu." Tanya Agnes. Dia kawan yang super cerewet, tapi biarpun cerewet orangnya sangat baik dan pengertian. Selalu perhatian kepada teman-temannya, apalagi seperti kami ini merupakan kawan akrab kemana-mana kami pasti bertiga selalu tidak pernah dipisahkan. Bukan tidak mau berteman dengan yang lain sih, tapi emang kami sudah klop, hanya kami bertiga sahabat yang cucok rempong. Hehehe.
"Ada apa sih." Lagi-lagi aku dikagetkan oleh suara Putri yang tiba-tiba menepuk bahuku. "Bisa jantungan nih lama-lama punya kawan seperti kalian. Datang tiba-tiba kayak jailangkung aja." Kelakar ku.
"Habisnya kamu sih. Dari tadi dipanggil gak nyahut-nyahut juga." Sela Agnes.
"Ada apa, Clara."Lanjutnya.
Kuambil amplop berwarna biru muda tadi lalu kuangkat tepat diwajahnya.
" Apa itu. Surat? Surat cinta apa surat tanah? Hahaha." Akhirnya kami bertiga tertawa karena candaan Agnes.
"Kuno banget ya. Hari gini masih main surat-suratan. Tanpa pengirim pula tuh. Atau jangan-jangan itu surat ancaman atau apaan ya. "Tapi warnanya soft gitu sepertinya sih surat cinta." Jelas Putri sok menganalisa seolah-olah menjadi seorang detektif dadakan.
"Tapi kalo memang itu surat cinta. Hmm. Pengecut banget tuh cowok." Lanjutnya lagi.
Aku hanya tersenyum aja dengan segala analisa mereka. Habisnya aku juga penasaran siapa sih yang menaruh surat dilaciku? Gak kerjaan banget.
"Buka dong, Clara. Penasaran juga aku." Pinta Agnes.
"ish yang gak-gak aja suruh buka surat disini. Gak enak dilihat sama siswa lain. Dikira apa pula nanti." Surat ini memang tidak langsung kubaca, aku lebih memilih menyimpannya dulu dan membacanya nanti di saat ada waktu senggang aja.
Hari-hari berlalu dan aku semakin dibuat penasaran dengan surat tanpa pengirim tersebut. Setiap pagi aku mendapati surat beramplop biru muda. Dan aroma surat tersebut wangi soft. Duh, siapa sih pengirimnya. Kok romantis banget. Aku semakin penasaran dibuatnya.
Kayak jaman bokap nyokap aja nih. Mengungkapkan rasa cinta dengan surat. Kalo begini ceritanya, seperti kembali ke tahun delapan puluhan. Jaman dimana teknologi belum secanggih sekarang. Internet pun belum ada. Mengirim surat hanya melalui pos.
Hari ini seperti biasanya masih ada juga surat yang kesekian. Setelah kusimpan surat beramplop biru muda kedalam tas, aku mencari keberadaan dua sahabatku. Persahabatan kami sudah terjalin selama kami masih sama-sama duduk di bangku Sekolah Dasar, dan kebetulan pun kami bertempat tinggal yang tidak berjauhan, hanya beda gang saja, diantara kami cocok dalam segala hal. Tidak pernah ada masalah dan tidak ada hal yang di rahasiakan atau pun di tutupi. Siapa yang punya masalah akan kami cari jalan keluar bersama-sama. Itulah hebatnya sahabatku. Dan para orang tua kami pun sudah akrab satu sama lain
"Hei, Clara. Kenapa celingak-celinguk dari tadi. Kayak emak-emak kehilangan bocah aja kamu." Tiba-tiba entah dari mana datangnya Agnes sama putri. Bikin jantungan aja. Mereka berdua selalu duluan sampai ke sekolah, karena mereka bertetangga. Rumah mereka satu gang dan ke sekolah berboncengan sepeda motor. Sementara aku dilarang naik motor sendiri. "Kayak anak SD aja ya kamu, Clara. Masih diantar jemput." Goda Agnes suatu hari. Tapi tak apalah demi kebaikan aku juga.
"Ada masalah apa lagi, tuan putri? Masih dengan surat cinta berwarna biru muda kah?" Goda putri disambut tawa renyah kami bertiga.
"Iya nih. Aku penasaran. Siapa sih orangnya. Udah seminggu ini aku dibuat penasaran. Jangan sampai aku mati penasaran nanti gara-gara surat tersebut. "
"Ish, kamu kok gitu sih ngomongnya." Sela Putri.
"Jangan ngomong tentang mati deh,aku ngeri." Lanjut Agnes sambil bergidik ngeri.
"Kan aku bercanda." Kucolek pinggang Agnes untuk menggodanya sehingga tidak ada rasa takut lagi.
"Ngomong-ngomong aku juga penasaran siapa sih pengirimnya. Gimana isi surat tersebut. Apa jangan-jangan surat nagih hutang." Ujar Agnes. Spontan saja kami tergelak.
"Atau puisi, kata mutiara. Rayuan gombal, rayuan maut atau rayuan pulau kelapa."cecar Putri.
"Wei rayuan pulau kelapa itu judul lagu." sambar putri terkekeh.
"Aku bisa menebak kok siapa pengirimnya. Hmm. Apa mungkin itu dari Kawan Reno? si Ardi kamu ingat kan? Si Ardi, dia tu kan jomblo akut." Papar Agnes
"Kau pikir jomblo itu penyakit? Ada pula jomblo akut." Kami ikut tertawa mendengar analisa Agnes.
"Atau jangan-jangan Reno. Tapi masak sih dia? Masak Reno pengecut begitu? Biasanya dia jago dalam segala hal. Secara dia kan ketua OSIS. Apa mungkin dia hilang nyalinya berjumpa cewek? Langsung menciut kayak putri malu." Putri lagi sok menganalisa. Selama surat tersebut merebak, sahabatku semua menjadi detektif. Iya detektif tanpa digaji tepatnya.
"Tapi mana mungkin Reno. Tiap jumpa mereka seperti tom and Jerry aja selalu berantem dan gak pernah akur. Seperti musuh bebuyutan. Lagian setahuku Reno naksir sama Almira anak IPA, primadona sekolah udah cantik selalu juara umum lagi." Timpal Agnes lagi.
"Tapi aku yakin Reno deh." Lanjut Putri.
"Coba kasih alasan kenapa bisa kamu mencurigai Reno, Put." Tanya Agnes.
"Bisa jadikan mereka berantem tapi karena sayang. Cieee." Hahahaha.
"Ish amit-amit. Jauh-jauh deh." Ujarku sambil bergidik.
"Tidak pernah ada dalam kamusku mencintai manusia menyebalkan seperti Reno. Tidak pernah dan tidak akan." Tegasku sekali lagi.
"Kamu gak boleh gitu, Clara. Jangan terlalu membenci, tau-tau dia jodohmu. membenci dan mencintai lah seperlunya jangan berlebihan. Kita kan gak tau apa yang terjadi kedepan." Lanjut Agnes sok bijak.
"Kamu apaan sih. Lebih bagus aku gak punya jodoh daripada berhubungan dengan Reno. kalo kamu ya udah untukmu ajalah. Aku tak Sudi." Pelan kucubit bahu Agnes dan dia mengaduh.
"Rasain." Godaku.
Seketika kami bertiga tertawa lepas. Ngobrol bersama teman begitu mengasyikkan. Tak terasa jam dinding sudah menunjukkan diangka tujuh. "Udahlah gak usah dibahas itu lagi lah. Bikin badmood aja pun." lanjut ku..
"Masuk kelas aja yuk. Bentar lagi lonceng berbunyi loh." Ajak Putri diikuti anggukan kami bertiga pertanda kami setuju.
"Ayuk lah. Nanti kena jewer lagi karena terlambat masuk." Ujarku lagi.
"Iya juga sih. Yuk masuk ajalah."
Tak berapa lama bel berbunyi dan pelajaran pertama dimulai.