"Nek, nenek ku ternyata suka main volly ya?" Dari sudut lapangan terdengar suara Reno. Aku tau ledekan itu dia tujukan untukku.
"Gak kusangka nenekku bisa juga main volly? Kupikir nenek cuma cerewet doang keahliannya. Tapi hati-hati ya entar nenek jatuh. encoknya kumat. Aku juga yang repot." Lanjutnya lagi disambut riuh tawa sahabat-sahabat Reno.
"Siapa sih nenek yang kau maksud, Ren." Tanya Ardi lagi, seolah tidak tahu bahwa orang yang dituju adalah aku.
"Kamu mau tau? Nanti aja dikelas ku kasih taunya. Soalnya rahasia kami berdua." lanjut Reno lagi.
Kenapa lah dia suka menghina didepan umum begini. Dasar cowok gak tau sopan santun. Apa maksud dia mempermalukan aku didepan khalayak ramai begini.
Hari ini jam pertama adalah pelajaran olahraga dan permainan bola volley merupakan cabang olahraga yang sangat aku sukai. Beberapa cowok Abang kelas masih nongkrong di lapangan. Kayaknya para pengurus OSIS. Entah apa yang sedang mereka perbuat disana.
" Wei, Kasih jalan dong buat nenek ku. Gak sopan banget kalian ya." Ternyata si kunyuk itu lagi memasang net dilapangan.
"Ada dendam apa dia sama aku."
"Kayaknya cantik juga ya nenek mu, Ren." Goda mereka lagi membuat aku jadi salah tingkah.
"Kenalin dong Ren, aku masih jomblo loh. Kasian dong tiap malam mingguan aku hanya bertemankan nyamuk nakal tanpa seorang kekasih hati.
Nek, maukah kamu menjadi pacarku." Seketika seisi lapangan tertawa membuat aku semakin salah tingkah.
"Ardi, ku bilang sama kamu, ya. Kamu tuh harus berpikir sejuta kali lagi deh kalo mau jadi pacar dia. Dia cewek pemalas. Cantik sih. Tapi pemalas. Kalau gak percaya coba aja kamu lihat tiap pagi dia di hukum karena terlambat. Kalo mau berkenalan sama dia, datang aja ke sekolah terlambat tiap pagi. Mana tau cinta kalian bersemi di lapangan bola lagi melaksanan hukuman. Paling-paling kamu dipanggil sama guru BP karena sering terlambat." Cerocos Reno panjang lebar disambut tawa teman-teman dia yang membuat pikiran aku semakin tak menentu dan yang pasti diri ini semakin membenci Reno.
Tapi gak mungkin juga melawan dia ditempat umum seperti ini. Walaupun aku berusaha menganggap percakapan mereka bukan ditujukan untukku, tapi tak bisa juga. Rasanya ingin kutinggalkan saja latihan ini dan masuk ke kelas. Tapi sebagai seorang murid yang bertanggung jawab harus ku hadapi semua ledekan tersebut. Anggap saja itu hanya angin lalu yang tidak perlu ditanggapi. Apa boleh buat jika tetap saja grogi dan akhirnya permainan volly membuat kelompok kami mengalami kekalahan telak. Gak apalah namanya juga latihan. Nanti kalo pertandingan aku akan berusaha semaksimal mungkin.
Setelah permainan usai aku mengajak Agnes kekantin.
"Eh kalian tau gak siapa sih yang dimaksud sama Reno. Sepertinya dia punya dendam kesumat ya sama cewek yang dipanggil dengan sebutan nenek itu." Tiba-tiba dengan tergopoh-gopoh Putri datang menghampiri kami yang sedang menuju ke kantin.
"Mana ku tau." Ucapku ketus.
"Ganteng juga Reno. Dan dia masih jomblo pula tuh. Ada kesempatan nih buat mengisi hatinya. Ehem." Ujar Agnes dengan wajah sok polosnya.
"Ganteng apaan. Mulutnya lemes kayak gitu." Jawabku sambil bergidik seolah jijik didepan kawan-kawan.
"Tapi dia ganteng loh, Clara. sudah ganteng, baik, berprestasi lagi. Cewek mana yang akan menolak menjadi pacarnya." Timpal Agnes.
"Kalian kalo mau ya ambil sajalah dia. Kalo aku dikasih gratis aja gak mau." Jawabku sambil berlalu dari hadapan para sahabat.
"Kamu kenapa sih, Clara? Emang Reno barang sampe mau dikasih gratis segala. Lagian Kenapa kamu anti banget sama Reno?" Tiba-tiba Putri menimpali.
"Aku malas aja kalo kalian asik membahas Reno si kunyuk yang menyebalkan itu. Suara dia bikin polusi udara saja, tau gak?" Ucapku lagi.
"Tapi ada masalah apa sih kamu sama Reno. Apa nenek yang dimaksud tadi buat kamu, Clara?" Tanya Putri lagi.
"Gak suka aja aku sama dia. Itu saja sih. Tolong jangan bahas lagi tentang Reno didepan ku." Tegas ku pada kedua sahabat karib yang jelas membuat mereka semakin bingung. Biar ajalah mereka bingung dan akupun malas buat menjelaskannya.
Reno merupakan manusia yang sangat tidak berperikemanusiaan, didepan orang dia tega menghina aku. Memanggil namaku dengan sebutan nenek, sementara anak aja belum punya.
Hari ini matahari bersinar sangat garang, panasnya membuat kulit ini seperti terbakar. Begitu juga hatiku saat ini yang masih panas dan terbakar bila berhadapan dengan Reno. Bel telah berbunyi menandakan jam istirahat sudah mulai. Para sahabat karib gak ada yang berniat mau makan di kantin nampaknya mereka lagi sibuk mengerjakan tugas yang belum selesai. Takut kena hukuman nanti kalo belum siap. Terpaksa aku sendiri yang harus kekantin dan kebetulan tadi pagi gak sarapan karena takut terlambat masuk sekolah. Sesampai di kantin aku memesan mie goreng dan teh manis dingin. Panas-panas begini sungguh segar minum teh dingin.
"Bu, pesan lontong dan teh dua ya." Tiba-tiba terdengar suara sumbang dari seseorang yang memesan makanan dikantin. Sepertinya aku mengenal suara itu. Ya suara siapa lagi kalo bukan suara di kunyuk, cowok jutek yang sangat menyebalkan sejagat raya. Kenapa sih kemanapun aku melangkah selalu saja berjumpa dengan dia. Huh. Dasar.
Dengan wajah kesal aku ambil tempat duduk agak dipojokan supaya tidak berhadapan dengan kunyuk itu.
"Nenek sarapan juga toh. Pasti tadi kesiangan bangunnya ya kan, jadi gak sempat sarapan." Tegur Reno sok akrab dan selalu ada kata yang tidak mengenakkan untuk didengar.
"Suka-suka aku dong. Mau sarapan mau gak emang masalah buat kamu?" Ucapku ketus.
"Jangan suka marah-marah dong, nek. Nanti makin cepat tua. Kalo tua nanti gak ada yang mau sama kamu. Kan kasian kamu jomblo sampai uzur." Ledek Reno disambut gelak tawa teman-teman nya.
"Mau tua. Mau jomblo sampai tua pun, Emang kenapa. Apa kamu akan rugi? Gak kan?" Jawabku lagi.
"Ish nenek. Emosian banget sih. Nanti darah tingginya kumat lagi. Aku juga yang repot."
"Kamu bisa diam gak. Suaramu bikin rusak pendengaran tau gak."
Dengan kesal aku menggebrak meja dan beranjak hendak meninggalkan kantin tersebut, padahal sudah kupesan makanannya.
"Non, mie sama tehnya kenapa gak jadi di pesan? Sudah siap nih". Ujar ibu kantin.
" Gak jadi, Bu. Saya gak lapar lagi. Ini saya bayar aja ya, Bu. Mie nya kasihkan aja untuk si kunyuk itu." Gigi gemerutuk dan mata melotot ku tunjukdengan gemetar ke muka Reno. Rasa gak bisa lagi kukendalikan emosi.
Ibu antar ke kelas aja ya, non?" Saran Bu kantin.
"Gak usah, Bu. Saya sudah kenyang." Dengan melihat muka Reno aja sudah membuat aku hilang selera makan.
"Nenek...nenek. Begitu aja marah." Sela Reno.
"Diam aja kamu. Bising aja mulutmu tau!" Bentak ku. Biarpun sudah dibentak begitu tapi Reno masih saja senyum-senyum. 'Sok ganteng banget orangnya.' gumamku sendiri.
Kutinggalkan kantin dengan kesal dan perut yang masih keroncongan. Dengan penuh emosi aku kembali ke kelas dan melihat Agnes dan Putri masih mengerjakan tugasnya.
"Belum siap tugas mu, Nes." Sapa ku pada Agnes. Padahal sudah tau kalo Agnes belum selesai mengerjakan tugasnya tapi tetap ku tanya juga untuk mengalihkan pikiran sekedar menghibur dari rasa kesal atas kejadian tadi di kantin.
"Belum. Sinilah kau bantu aku." Jawab Agnes sambil menyodorkan tugasnya.
" Loh Clara. Kok cepat banget kamu balik dari kantin." Tanya Putri lagi dengan rasa penasaran.
"Gak jadi makan. Entah kenapa tiba-tiba perut ini rasanya kenyang." Jawabku malas.
"Gak jelas banget Clara. Dalam sehari mood nya bisa berubah sepuluh kali." Canda Putri.