webnovel

Cinta dalam dendam

Cinta yang hadir tanpa Rakha sadari karena tetutup oleh dendam, membuat ia sangat membenci Novia. Gadis yang sangat berarti pada kehidupannya dulu. Saat sebuah kenyataan mulai terungkap serta ingatan yang mulai muncul sedikit demi sedikit membuat ia sadar bahwa kebenciannya tak beralaskan. Seolah takdir tak memihak padanya saat semua ingin ia ulang kembali kenyataan bahwa saudaranya sendiri adalah rival untuknya, belum lagi ia harus berurusan dengan orang misterius yang juga bagian dari masa lalu Novia. Akaknkah Rakha bisa memperjuangkan Cintanya kembali ataukah harus merelakan Novia dimiliki oleh Nicho saudaranya atau sang pria misterius yang seorang Mafia.

Tika_Mutiara · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
16 Chs

Jawaban

tinggggg...

Suara lonceng tepat di pintu restaurant berbunyi pertanda ada orang yang masuk, mata indah milik Nicho melirik ke arah suara, seorang gadis yang tak lain adalah Novia sedang berjalan mendekatinya yang kini duduk bersetelan kaos putih yang lengannya di gulung sampai kesiku memperlihatkan otot lengannya yang kekar. Semetara jas miliknya ia sampirkan di belakang kursi yang ia duduki. Matanya tak bisa berpaling dari wajah indah yang kini mendekatinya. Setelan kaos maron yang juga di senadakan dengan celana kain itu sangat cocok di tubuhnya yang mungil, dengan rambut yang di sanggul namun ada sedikit bagian depannya yang tergerai di kedua bagian wajahnya, dan rambut itu menjuntai melewati rahang mulus putih nan bersih. "Sungguh indah ciptaan yang kau berikan untukku tuhan." batinnya.

"Kakak dah lama nunggu ya?" tanyanya seraya menarik kursi di depan Nicho.

"Kalau buatmu walau seumur hidup aku rela menunggu" jawabnya dengan kekehan.

"Nggak ad uang receh kak!" sambungnya dengan gelengan kepala

"Lah buat apa uang receh?" ia bingung apa hubungannya ucapnya itu dengan uang receh.

"Ya ada lah hubungannya!, tadi kakak gombalin aku kan?" ia tersenyum dan kembali berkata "Siapa tau kakak mau di kasih uang receh buat bayar gombalannya!".

"Asatagaaa!"

Hhhhhhh

"Kirain apa Nov! nggak kok kakak serius lho, kalau buat kamu kakak siap nunggu sampai kapanpun, sampai mati juga boleh." kata-kata itu hanya mendapat respon gelengan kepala dari Novia.

"Oya! tadi kakak udah pesenin makanan kesukaan kamu, mungkin bentar lagi dateng." ujarnya kala ia melihat Novia membolak balikan buku menu yang tersedia di setiap meja pengunjung.

"Ehhhh....," Novia menautkan kedua alisnya heran bagaimna ia tahu makanan kesukaannya, belum sempat Nicho berucap ia kembali berkata "Dari man...," ucapannya terhenti kala seorang pelayan membawakan pesanan yang di pesan Nicho tadi.

Setelah kepergian pelayan itu ia melanjutkan ucapan yang sempat tethenti.

"Dari mana kakak tahu soal makanan kesukaan ku?" masih dalam mode penasaran Novia kembali bertanya "Apa aja yang kakak tau tentang aku?"

"Nov! makan dulu ya jawabnya nanti aja." ujar Nicho dan di angguki oleh Novia. Hanya butuh waktu sekitar lima belas menit mereka selesai makan.

meja pun kini sudah bersih hanya ada jus alpukat juga minuman soda milik Nicho.

"Ehemmmmm!" Nicho berdehem untuk menghilangkan kecanggungan di antara mereka. Karna sejak tadi sehabis ritual makan, tak ada obrolan yang tercipta, mereka sibuk dengan pikiran serta menetralkan detak jantung yang mulai berdisko tanpa perintah itu.

"Oya kenapa ngajak ketemuan Nov?" tanyanya sungguh kali ini Nicho gugup setengah mati, selain karna masalah detak jantungnya ia juga takut-takut jikalau Novia memberikan jawaban atas lamarannya ia akan di tolak. Tapi hati kecilnya berharap sebaliknya. Was-was tentu saja deg degan sudah pasti.

"Niat aku ngajak kakak ketemuan mau bahas soal ucapan kakak kemaren." ucap Novia.

"Tuh kan bener dugaanku! ya tuhan aku harus siap apaun jawabannya." batinnya bermonolog.

"Aku udah pikir baik-baik juga dengan beberapa pertimbangan. Aku berharap apapun jawaban yang akan aku kasih kakak jangan pernah kecewain aku." ucpanya.

Berfikir keras Nicho mencoba mencerna ucapan Novia.

"Jangan pernah kecewain aku?" ucapnyan membatin. "Berarti aku dapet lampu hijau kan ya?" ia tersenyum dengan pikirannya itu hingga ia tersadar ke alam nyata di mana gadis manis yang di depannya kini menatap ia lekat saling memandang seolah menelusuri kejujuran serta keseriusan dalam tatapan mata satu sama lain.

"Berarti jawaban kamu ap Nov?" tanyanya harap-harap cemas.

"Iya! aku mau nikah ma kakak," jawabnya dengan satu tarikan napas. Dimana kata yang terucap itu bagai petasan yang kandung membuat hatinya ingin meledak saat itu juga.

"Kamu serius Nov? tanyanya kembali seolah memastikan apa ia salah dengar atau tidak. "Bisa kamu ulagin sekali lagi" pintanya memohon.

"Iya aku mau nikah ma kamu kak Nicho!" kembali ia mengulngi ucapannya namun ia mempertegas nama pria yang akan menikahinya nya itu.

Nicho kehilangan kata-kata, ia tak dapat meluapakan rasa lega sekaligus bahagia dalam hatinya. Lantas secara spontan ia mengambil tangan Novia yang berada di atas meja dan menciumnya cukup lama, membuat Novia sedikit risih karna banyak pengunjung yang memperhatikan mereka.

"Kak udah ah!" ia menarik tangannya dari bibir Nicho. "Aku malu banyak yang liat!" ucapnya menununduk.

Nicho pun melirik kiri dan kanan dan benar, kebanyakan dari mereka memang sedang memperhatikannya. Ia melihat Novia masih menunduk dengan warna merah di pipinya seolah sedang menahan malu.

"Maafin kakak Nov, kakak reflek gitu aja, hihi," ia tertawa dengan kelakuannya sendiri. "Habisnya kakak bahagia banget denger jawaban kamu," sambungnya lagi.

Novia pun mengangkat kepalanya memajukan bibirnya kesal. " Kira-kira dong kak, ini kan tempat umum" ujarnya.

Ehemmm

Nicho bedehem dan tersenyum jahil.

"Berarti kalau nggak di tempat umum boleh dong" ucapnya mengoda ia begitu senang melihat warna merah di pipi Novia itu yang menurutnya terlihat lebih cantik dengan senyum malu-malu.

"Ihhhhh! kakak jahil ahhh!" ucapnya sambil memalingkan wajahnya yang sudah pasti merah seperti cerry.

Nicho pun berniat menggodanya kembali namun dering ponsel milik Novia membuat ia mengurungkan niatnya.

Novia yang mendengar handphone nya berbunyi lantas segera mengambilnya di tas kecil yang ia bawa. Sejenak ia melihat nama sang pemanggil, setelah tau ia menekan ikon warna hijau.

"Hallo!" ucapnya.

"....."

"Iya, iya aku segera kesana" jawabnya cepat.

Nicho heran dengan tingkah Novia yang tiba-tiba panik lantas dengan cepat oa bertanya sebelum Novia pergi.

"Ada apa Nov?" ia juga ikut panik melihat Novia yang terlihat terburu-buru.

Novia melihat Nicho sejenak ada raut khawatir yang terpancar dari sorot matanya namun ia juga tak punya pilihan lain selain jujur.

"Ada masalah di kantor kak, aku harus cepat selsaikan, lain kali kita ngobrol lagi" ucapnya dan di angguki oleh Nicho.

"Hati-hati" ucapnya sambil melambaikan tangan dan di balas dengan hal yang sama oleh Novi.

Sementara di tempat lain, tepatnya di ruangan yang di dominasi warna putih dan coklat itu duduk seorang pria yang tak lain adalah Rakha. mengangkat satu kakinya yang bertumpu pada kaki yang lain di kursi kebesarannya. Di depannya ada seorang pria seumuran dengan ayahnya berdiri.

"Apa kau sudah mengerjakan yang aku perintahkan?" bertanya pada pria di hadapannya.

"Sudah tuan, tinggal kita tunggu hasilnya saja" jawab pria itu.

Senyum miring terlihat di sudut bibir Rakha.

"Baiklah kamu bisa keluar sekarang" perintahnya lagi dam di angguki oleh lawan bicaranya. Setelah terdengar suara pintu tertutup. Ia tertawa dan tawanya memenuhi rungan yang kedap suara itu.

" KITA LIHAT APA YANG AKAN TERJADI PADAMU NOVIA!!"

Hhhhhhhhhh,,,,,

kembali ia tertawa entah apa arti tawanya itu mungkin bagi orang yang mendengar bulu kuduk mereka akan merinding.