webnovel

Cinta dalam dendam

Cinta yang hadir tanpa Rakha sadari karena tetutup oleh dendam, membuat ia sangat membenci Novia. Gadis yang sangat berarti pada kehidupannya dulu. Saat sebuah kenyataan mulai terungkap serta ingatan yang mulai muncul sedikit demi sedikit membuat ia sadar bahwa kebenciannya tak beralaskan. Seolah takdir tak memihak padanya saat semua ingin ia ulang kembali kenyataan bahwa saudaranya sendiri adalah rival untuknya, belum lagi ia harus berurusan dengan orang misterius yang juga bagian dari masa lalu Novia. Akaknkah Rakha bisa memperjuangkan Cintanya kembali ataukah harus merelakan Novia dimiliki oleh Nicho saudaranya atau sang pria misterius yang seorang Mafia.

Tika_Mutiara · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
16 Chs

14. pertolongan

Dengan kecepatan tinggi, Rakha mengendari mobilnya, mungkin keberuntungan sedang berpihak padanya, jalan yang sepi membuat keceptannya tak terganggu. Waktu yang biasa ia tempuh setengah jam, kini hanya butuh waktu kurang dati lima belas menit. Mobil itu memasuki gerbang yang tak terkunci, pandangnnya beralih pada satpam yang sudah terkulai di pos nya. Entah karena ketiduran atau karena obat lainnya. Namun kini tujuan utama nya mencari Novia.

Rakha berlari cepat kearah pintu.

ting tong

ting tongg

Tak ada jawaban apapun disana, ia kembali menekan bel rumah tersebut namun hasilnya tetap sama, karena tam ada jawaban apapun lantas ia menelpon Novia tak ada jawaban dari sang empunya. Hanya suara operator yang menyambut sambungan tersebut

"Sial!!" umpatnya sambil meninju udara untuk melampiaskan kekesalannya. Namun tak sampai disitu. Rakha terus saja menekan bel, berharap orang yang berada di dalam membuka pintu. Setengah jam berlalu. Baik panggilan dan pesan tak ada balasan dari Novi, kekhawatiran dengan berbagai pikiran buruk pun mengusainya kini.

"Novia kamu dimana?" ia bermonolg sendiri. Kembali ia melihat benda popih tersebut berharap pesan itu mendapat balasan. Namun harapan hanya tinggal harapan. Ia berjalan menuju mobilnya saat membuka pintu benda itu berbunyi. Dengan segera ia menekan ikon hijau tanpa melihat siapa yang menghubunginya.

"Nov, kamu dimana?" tanyanya cepat,

"Nov? kamu dimana Kha? kenapa suaramu begitu terdengar khawatir?" tanya orang di sebrang sana. Sejenak Rakha terdiam. Melihat kembali layar itu dan ternyata bukan Novia yang menghubungi nya, melainkan Nicho.

" Kha? lho masih disitu kan? Novia kenapa? lho dimana sekarang?"pertanyaan beruntun itu membuat Rakha menghela napas.

"Kha lho degerin gue kan?" tanyanya.

"Gue sekarang di.."ucapan itu mengambang kala pandangannya melihat sosok bayangan di balkon tepat di kamar Novia. Dengan cepat ia mencoba membuka pintu itu, tanpa memperdulikan suara Nicho yang berteriak di sebrang telpon.

" Nov, Feb,please buka pintunya ini aku Rakha." Ucapnya dengan lantang namun tak ada jawaban. Pikirannya semakin kalut. Ia mencoba mencari bantuan dengan membangunkan penjaga gerbang namun hasilnya nihil.

"Nov, kamu ada didalam kan?' Tanyanya. Namun tak ada jawaban.

berfikir ia mencoba jalan lain selain pintu yang masih berdiri kokoh tak bergerak sedikitpun.

Ia mencoba membuka jendela berusaha dengan sisa tenaga yang masih ada.

"Gue pasti bisa!" ucapnya menyemangati diri sendri.

Setelah beberapa lama akhirnya jendela itupun terbuka. "Akhirnya!" lirihnya pelan. Ia segera masuk ke dalam rumah itu. Tak ada lampu ataupun cahaya yang ia dapati, gelap seperti tak ada penghuni.

Perlahan tapi pasti ia menaiki satu persatu anak tangga. Berpenggan pada besi yang ada disana, meraba setiap sudut yang ia lewati. Kewaspadaan nya bertambah kala ia mendapati lampu kamar Novia yang manyala.

Tak ada suara apapun yang ia dengar selain hanya kesunyian.

Dengan keyakinan yang penuh ia mendobrak pintu itu. Tapi pintu itu ternyata tidak di kunci.

Netranya melihat pada gadis yang telah berbaring tanpa sehelai benangpun di tubuhnya. Dengan hati yang berusaha ia kuatkan. Rakha menutupi tubuh itu dengan selimut.

"Nov, apa yang terjadi?" tanyanya lirih. Entah mengapa melihat itu hati Rakha meradang kecewa pada dirinya sendiri.

"Nov, please bangun," ucapnya. Namun tak ada respon apapun. Ia berlutut di tubuh yang telah terbungkus kain itu, melipat kedua tangannya di samping ranjang dan menangis.

"Maafin kakak Nov," lirihnya masih dengan menyembunyikan wajah.

"Apa yang terjadi Kha?" suara itu membuat Rakha mengangkat wajahnya.

"Nicho?" lirihnya pelan sangat pelan bahkan mungkin tak akan terdengar.

Nicho berjalan dengan langkah lebarnya. Melihat calon istrinya yang terbaring dengan bungkusan selimut membuat hatinya tersayat. Namun ini bukan saatnya untuk itu. Nicho mengangkat tubuh Novia ala bridal style membawa nya menuruni anak tangga. Rakha mengikuti langkah Nicho namun ia berhenti di ruang tamu, melihat sosok Febri dalam keadaan yang sama. Hanya saja ia masih beruntung dengan keadaan pakaian yang masih utuh.

"Kha!" teriak Nicho dari luar.

mendengar suara itu, membuat Rakha segera menggendong Febri untuk keluar.

mata Nicho membola melihat Rakha yang keluar dengan seorang gadis di ia gendong.

"Febri!" lirih Nicho. Kemudian matanya melihat Rakha. " Lho utang penjelasan ma gue." ucapnya. Rakha yng mengerti akan tatapan dan ucapan kakaknya hanya bisa berkata.

"Entar gue jelasin semuanya. Sekarang kita harus cepat bawa mereka ke rumah sakit. Bantu gue angakt bang Rojak di posnya. Mungkin dia di beri obat bius atau obat tidur." kata Rakha. Nicho pun sadar, ia bahkan lupa tadi bahwa tak melihat penjaga gerbang yang biasa membukakan gerbang untuknya. Melihat Rakha yang mulai mengangkat tubuh Rojak, segara ia menghampiri dan membantunya.

*****

Dua bersaudara itu kini duduk di depan ruangan ICU. Mereka duduk dalam diam, tak ada satupun yang ingin membuka perbicaraan. Semua sibuk dengan pikiran masing-masing. Ingatan Rakha kembali pada niat awalnya ingin menemui Novia, namun panggilan yang ia dapat dalam perjalanan tadi, agar menemui seseorang yang telah ia minta menyelidiki tentang kecelakaan tujuh tahun lalu. Perkataan orang itu masih belum ia pahami sedikitpun. Hingga berakhir di club bersama teman-temannya.

"Saya harap beberapa waktu ini, anda jangan lengah terhadap gadis yang bernama Novia itu tuan. Mereka adalah orang-orang yang meinginkan nyawa gadis itu." Kata itu kembali terngiang di benaknya, membuat Rakha menghela napas berat. Itupun tak luput dari tatapan Nicho yang masih setia dalam diamnya.

"Ada apa sebenarnya Kha? Apa yang kau sembunyikan dari kami?" Tanyanya beruntun. Rakha hanya menoleh belum berniat menjelaskan apapun.

"Biarin gue tenang dulu Nich, pikitan gue sama sekali belum bisa di ajak kompromi." jawabnya. Kini Nicho yang menghela napas. Jika sudah berkata demikian. Percuma rasanya ia bertanya karena hasilnya akan tetap sama hanya bisa menunggu Rakha yang menceritakan semuanya.

Mereka kembali dalam diam. Entah sudah berapa jam mereka menunggu di balik pintu itu.

Srettttttkkk

klickkkkk

Kompak mereka menoleh pada pintu yang terbuka.

"Dengan keluarga Ibu Novia?" tanya dokter tersebut.

"Kami keluarganya dok! Bagaimana keadaanya? Apa dia baik-baik saja dok?" Tanya Nicho beruntun. Sang doktet hanya diam.

"Bisa ikut keruangan saya sebentar." perintahnya

Baik Nicho mauapun Rakhaslaing tatap.

"Mendingan kita masuk berdua aja, biar tau." ujar Nicho yang paham akan keingintahuan Rakha.

"Tapi Novia siapa yang jaga?" tanyanya kembali.

Nicho diam sejenak.

"Nggak pa-pa, bentar doang nanti kita balik lagi." jawabnya.

sebelum melangakah mengikuti Nicho dan dokter. Rakha melihat sejenak pintu yang tertutup dengan tirai biru yang menghalangi padangannya.

"Semoga nggak terjadi apa-apa ma kamu Nov." ia membatin.

****