webnovel

CINTA 9 TAHUN

Arra Maharani. Perempuan berumur enambelas tahun yang memiliki dua sisi yang lain di dalam dirinya, dia polos, lugu, ramah, baik dan mudah dimanfaatkan. Berada di tempat yang salah adalah kebiasaannya, dia diajarkan untuk selalu jujur dan membicarakan apa saja yang dilakukan dimana saja. Perempuan itu dididik sangat baik oleh orang tuanya dan dua kakaknya. Hanya saja, semuanya menjadi sedikit rumit. Raenal dan Giral memiliki pilihan terbaik untuk adiknya, sayangnya semuanya menjadi sebuah peperangan. Selain itu, Arra juga dihadapkan dengan situasi jika dia berpihak maka dia akan kehilangan mana yang tidak dia pilih. Cinta bukan tempat untuk memilih mana yang diberikan, namun perasaan kecil Arra ingin dia mendapat pemimpin di dalam hidupnya dengan baik. Sayangnya semua itu tidak mudah. "Tyo bukan pria yang baik untuk Arra." "Apa kau pikir laki-laki kecil itu pilihan terbaik untuk Arra? Bodoh sekali!" "Kak, bukankah kalian keterlaluan?"

sakasaf_story · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
54 Chs

30. Ingin Memiliki Pacar.

Paginya Arra hanya bisa banyak diam, dia juga keluar begitu melihat Giral dan Raenal yang berdiri di depan kamar mereka masing-masing hanya diam tanpa mengatakan appaun.

Setelah keluarnya Arra, Raenal dan Giral sama sekali tidak berusaha untuk berbicara atau bahkan menyapa. Dua pria dewasa itu berjalan turun bergantian dengan Giral yang lebih dulu turun.

Raenal berdiri di depan kamarnya dan diam, pria itu berusaha memberi Arra jalan untuk pergi lebih dulu dia akan pergi setelah adik perempuannya.

"Kak Raenal." Arra memanggilnya, Raenal menaikan satu alisnya pelan. "Ya?"

"Bisakah Kak Raenal mengantarku ke sekolah hari ini?" tanya Arra meminta pada kakak pertamanya karena dia masih sedikit bingung jika berbicara dengan Giral hari ini.

"Kenapa?" tanya balik Raenal meminta alasan kenapa Arra meminta padanya setelah Giral saja sudah menjadi supir pribadinya karena bersama. "Aku hanya merasa sedikit tidak nyaman dengan Kak Giral," jawab Arra membuat Raenal menghela nafasnya berat.

"Bagaimana Kevin, apa dia membuat masalah kemarin?" tanya Raenal pada Arra saat dia ingin mendapat sikap baik dan perlakuan baik dari Kevin untuk memastikan apakah dia tidak salah memilih laki-laki baik untuk menjaga adik perempuannya.

"Jadi Kak Raenal benar-benar meminta Kak Kevin untuk menjadi temanku dan mengantarku kemarin?" tanya Arra tidak menyangka jika pria sedatar dan tidak peeduli Raenal bisa menjadi sangat baik dan perhatian diam-diam untuknya. "Tentu saja," jawab Raenal membuat Arra terdiam.

"Bagaimana Kevin memperlakukanmu?" tanya Raenal lagi membuat Arra tersenyum tipis, dia mengambil lengan kanan kakak laki-lakinya dan menceritakannya.

"Kakak seniorku itu memang luar biasa."

"Selain Kak Kevin benar-benar laki-laki yang keren dan membuatku sedikit harus memperbaiki pola pikirku, laki-laki itu sangat baik dan bertanggung jawab. Dia melakukan apa yang Kak Raenal katakan, menjadi temanku saat di kantin, dan mengantarkanku ke rumah kemarin lusa."

"Kak Kevin tidak melakukan hal yang membuat Kak Raenal tidak percaya dengannya, aku sangat nyaman sebagai teman dan kakak seniorku. Dia bukan laki-laki biasa, dia sangat terus terang dan baik."

Raenal menganggukkan kepalanya begitu melihat seberapa bersemangatnya Arta menceeitakan Kevin dengan tidak terlalu polos seperti biasanya. Dan sepertinya juga, Kevin sedikit mengajari Arra untiuk tidak melakukan hal aneh namun mengajari hal yang seharusnya.

"Apa kau menyukainya?" tanya Raenal balik membuat Arra menyatukan alisnya pelan. "Menyukai siapa?" tanya Arra bingung dengan wajah polos lugunya yang masih sama.

"Kakak seniormu, Kevin." Arraenyatukan alisnya tajam karena bingung dengan pertanyaan Raenal yang sangat terburu-buru. "Bagaimana bisa aku menyukai laki-laki yang mengatakannya padaku lebih dulu jika aku bukanlah tipenya?" Raenal tersentak begitu terkejut karena dia mendapatkannya fakta baru milik Kevin.

"Maksudku?" Arra mengetucutkan bibirnya kesal, wajahnya sedikit menurun karena mood nya dan mulutnya kembali berbicara. "Kak Kevin mengatakan padaku jika aku bukan tipenya."

"Dia mengatakan semuanya dengan tulus, dan aku belajar banyak darinya." Arra mengakui seberapa baik dan mengeluarkan sisi positifnya seorang Kevin kakak senior di sekolahnya.

"Kau nyaman dengannya?" Pertanyaan Raenal kembali membuat Arra hampir menjawabnya frontal, hanya saja dia kembali memikirkan ulang lagi. "Apa yang sebenaemya Kak Raenal inginkan dari jawaban dariku?"

"Kenapa terus meminta lebih saat jawabanku saat aku sesudah menjawabnya, apa jawabanku tidak membuatmu puas Kak?" Raenal terkekeh, dia berjalan menjauh meninggalkan Arra di lantai dua dimana kamar mereka terletak. Arra menghela nafasnya berat.

"Apa ini yang Kak Giral maksud padaku kemarin-kemarin?" gumam Arra menyadari jika pembicaraan dirinya dengan kakak kedua laki-lakinya benar-benar terjadi padanya.

"Kak Raenal akhir-akhir ini membuatku sedikit tidak nyaman." Arra berjalan turun menuju meja makan, dia melihat sudah ada ayah, ibu, kedua kakak laki-lakinya.

Arra datang dengan senyum kecil dan berjalan mendekat ke arah ayah ean ibunya.

"Selamat pagi, ayah, ibu." Arra mencium pipi kedua orang tuanya dan dudik di kursinya sendiri.

"Tidurmu nyenyak?" tanya ibunya membuat Arra menganggukkan kepalanya pelan. "Nyenyak," jawabnya.

Kelimanya memakan sarapan mereka dalam diam, sekarang masih pukul enam pagi. Masih terlalu pagi untuk berangkat ke kantor, kampus, sekolah, bahkan untuk ke tempat kerja ibunya.

"Siapa yang akan mengantarkanku berangkat?" tanya Arra saat dia menanyakan pada ayahnya karena terlihat jelas jika perdebatan tadi malam antara Giral dan Raenal membuat keduanya memilih diam dan tidak ada yang ingin angkat bicara untuk Arra.

"Raenal, kau luang?" tanya ayahnya pada putranya yang pertama membuat pria itu menggelengkan kepalanya pelan. "Aku harus harus menjemput Katya di bandara," jawab Raenal dengan serius dan kembali menyelesaikan sarapannya membuat Arra mulai bersemangat.

"Bukankah bandara satu arah dengan arah sekolahku?" tanya Arra dengan wajah sangat berbinar karena dia butuh lebih banyak infomasi yang dia dapatkan untuk mencari tahu kakak laki-lakinya lebih jauh lagi.

Sejujurnya Arra hanya ingin membuat kedua kakaknya merasa adil, perempuan itu benar-benar merasa haru, walaupun tidak ada yang memaksanya.

"Tidak, aku mengambil jalan pintas," jawabRaenal lagi membuat Arra menyatukan alisnya bingung, dia bisa melihat jika Raenal menjadi semakin malas berurusan dengan Arra dan tidak ingin mengantarkannya pergi ke sekolah.

"Giral, kau ada waktu?" Kali ini ayahnya bertanya pada putranya yang kedua, pria iti terlihat mengangkat bahunya malas. "Aku tidak tahu," jawabnya singkat.

"Aku sedang mengurus skripsi," jawaban yang lain kembali datang embuat Arramenelan ludhanya sukar.

"Raenal, Giral sedang sibuk mengurus skripsi hari ini. Apa kau lebih mementingkan pacarmu daripada adikmu sendiri sekarang?" tanya ayahnya memberi pertanyaan sensitif membuat Arra menjadi semakin bingung disituasi yang tidak menyenangkan untuknya.

"Tidak ada yang lebih penting daru kesibukanku ayah, sampainya pukul tujuh, dan aku harus menjemputnya dan mengantarkan Katya ke apartemennya. Butuh waktu lama jika aku harus mengantar Arra ke sekolahnya. Aku tidak bisa untuk hari ini." Arra kali ini melihat ke arah Giral, perempuan itu terlihat sangat berharap jika kakaknya yang lain bisa mengantarkannya.

Namun jawaban Giral lagi-agi membuat Arra menjadi tidak bisa bergerak lagi.

"Aku sangat sibuk, ayah."

"Aku tetap tidak bisa."

"Biarkan Kak Raenal yang bertanggung jawab."

"Aku bilang aku tidak bisa."

"Kau percaya pada orang lain, membiarkan orang lain mengantar Arra pulang ke rumah saat kau sedang luang, kenapa kau tidak meminta pada orang yang sama untuk melakukannya lagi."

"Ku bilang aku tidak bisa, apa kau tidak mendengarkanku?"

"Itu alasanmu," timpal Giral lagi membuat Raenal melebatkan matanya melihat ke arah Giral dengan tatapan tajam.

"Kau benar-benar egois," ucapnya membuat Giral memutar bola matanya malas, dia menutup sendok dan pasangannya lalu menaikan satu alisnya pelan.

"Bagaimana denganmu yang dengan egois menilai buruk pada orang lain?"

"Aku berusaha mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi antara kau dengan Tyo, namun kau juga percaya dengan laki-laki kecil itu bahkan saat Tyo tidak melakukan apapun."

"Kau yang egois!" Giral menimpalinya lagi membuat Raenal langsung berjalan pergi meninggalkan meja makan membuat ayah dan ibunya hanya bisa menghela nafasnya berat melihat pertengkaran antara kedua putranya dengan akibat putra sulungnya meninggalkan meja makan dengan kemarahan.

"Giral," panggil ayahnya membuat fokus putra keduanya melihtat ke arahnya. "Aku berusaha menyadarkannya," jawab pria itu dengan melipat kedua tangannya malas di atas meja makan. "Jangan menganggap serius kemarahan kakakmu, antara saja Arra ke sekolah," minta ibu yang mulai angkat bicara membuat Giral menganggukkan kepalanya pelan.

Sama sekali tidak terlihat keberatan, namun Arra menganggapnya serius.

"Tidak perlu jika Kak Giral sedang sibuk, aku akan meminta pada Fian untuk menjemputku," ucap Arra merasa bersalah karena kembali membuat Giral harus kehilangan waktunya hanya untuknya.

Giral terkekeh, dia mengelus kepala Arra dan menggelengkan kepalanya pelan. "Aku hanya bercanda."

"Walaupun aku sibuk, aku akan tetap mengantarmu, Arra. Jangan seperti iru, aku hanya ingin melihat Kak Raenal akan menjauhku dengan cara seperti apa." Giral menjelaskan jika yang baru saja bukanlah sebuah keseriusan dimana dia menolak untuk mengantar Arra.

"Separah itu?" tanya ayahnya membuat Arra menyatukan alisnya bingung karena tidak biasanya ayah bertanya pada Giral mengenai pertengkaran dan masalah pribadi antara Raenal dengan Giral.

Kedua orang tuanya biasanya lebih membiarkan ketiga anaknya berbaikan dengan cara mereka sendiri. Kedua orang tuanya selalu membiasakan diri jika mereka akan membantu saat anak-anak mereka membutuhkannya.

Inilah yang dinamakan mandiri dengan cara dan ajaran orang tua yang baik.

"Iya," jawab Giral dengan menaikan satu alisnya menggoda ke arah ayahnya. "Ibu," panggil Giral pada ibunya membuat wanita itu melihat ke arah putranya.

"Aku memiliki pacar," ucapnya membuat Arra sedikit terkejut begitu mendengarnya. Ibunya terlihat terkekeh dan menganggukkan kepalanya pelan, wanita itu memang sama sekali tidak pernah merasa keberatan.

Jika saja Arra membawa pacar diusianya yang belum tujuhbelas tahun Arra yakin jika wanita itu juga tidak akan keberatan sama sekali.

"Bawalah ke rumah, Giral "

"Kau sudah dewasa, dan memang sudah seharusnya juga kau meperkenalkan siapa wanita yang kau wanita selain ibu dan Arra." Giral terkekeh, dia menggelengkan kepalanya menolak dan memilih meminum susu miliknya sampai habis dan tandas tanpa memperpanjang pembicaraan mereka setelahnya.

"Aku juga ingin memiliki pacar," gumam Arra masih bisa didengar Giral dan kedua orang tuanya, hanya saja kedua orang tuanya memilih diam dan mendengarkannya saja.

"Apa memiliki pacar membuat Kak Giral menjadi bersemangat saat mengerjakan skripsi dan berkuliah?" tanya Arra membuat Giral menganggukkan kepalanya sebagai jawaban yang tepat jika dia memang lebih bersemangat dan memiliki arah tujuan kemana dan akan seperti apa dia kedepannya.

"Tapi aku tidak yakin," ucapnya mengambil apel untuk dia bawa dan makan dipeejalanan. "Aku merasa jika memiliki pacar akan membuang-buang waktuku, dan lagi. Ku rasa jika aku memiliki pacar aku akan semakin sulit membagi waktu untuk belajar, bekerja, dan sekolah."

"Bukankah benar seperti itu ayah, ibu?" Kedua orang tua Arra hanya busa terkekeh kecil dan tidak menjawab pertanyaan dari anak bungsunya dan memilih untuk mengalihkan pembicaraan.

"Mulai berangkatlah sekarang, kau akan terlambat jika terus bertanya dan mengulur waktu Arra. Ini bekal untukmu hari ini," ucap ibunya memberi bekal tas milik Arra dan Giral masing-masing.

Raenal tidak memilikinya, seyelah lulus S1 pria itu sama sekali tidak membutuhkan dan tidak ingin membawanya lagi. Itu masing-masing sebenarnya.

Keduanya bangun dari meja makan dan berpamitan untuk berangkat, dengan sesekali Arra merengek Giral mulai membisikan sesuatu pada Arra.

"Aku akan menjelaskannya nanti diperjalanan, diamlah."

Tolong dukung saya, teman.

sakasaf_storycreators' thoughts