Kanza duduk di ruang tivi dan sedang fokus dengan layar laptopnya. Sedangkan Putri terlihat baru saja keluar dari kamarnya, berjalan menuju meja makan dan menuang segelas air putih.
Putri berjalan ke ruang tivi dan membanting dirinya sendiri ke sofa, duduk di sebelah Kanza. "Ngerjain apaan sih, serius amat." Tegurnya.
"Biasalah, nulis artikel, kayak enggak tau aja kerjaan gue." Sahut Kanza tanpa mengalihkan pandangannya pada layar laptop. Jarinya juga masih sibuk menekan-nekan keyboard.
"Ya... Maksud gue, Lo kerajinan amat, ini kan masih pagi dan apalagi ini weekend, nyantai dikitlah..."
Kanza terkekeh. "Gue udah nyantai mulu kali tiap hari. Ini mumpung gue lagi mood aja. Entar siang gue pingin tidur sepuasnya."
"Eh... Btw ini kan weekend, lo gak joging gitu di taman asri buat nemenin si buaya?"
Kanza langsung menghentikan aktivitasnya, dan segera menoleh ke arah Putri. "Hem... Kata lo gue harus bisa tarik ulur hati tuh cowok. Jadi hari ini strategi gue adalah, pingin enggak hubungin dia seharian. Pokoknya dia enggak boleh tahu apapun tentang kabar gue hari ini."
Mata Putri sontak terbelalak lebar. "Wah... Kayaknya temen gue yang mantan bucin ini sekarang ada kemajuan pesat nih." Selorohnya yang di susuk dengan tawa geli.
Kanza menautkan kedua alisnya. "Heh... Maksudnya apa nih?" Pura-pura marah.
Tawa Putri malah makin berderai. "Sekarang lo udah mulai jago mainin perasaan cowok." Kata Putri di sela-sela tawanya.
"Dia malah ketawa... Bukannya ini juga ajaran sesat dari lo." Sergah Kanza kesal.
"Heuh... Mana ada, ati-ati lo nanti kena karma, bisa-bisa lo yang bucin lagi sama tuh buaya." Ledek Putri.
"Idih... Mana mungkin, dia juga jahat suka mainin cewek." Sahut Kanza dengan ekspresi tak peduli.
"Untung gue sukanya bukan sama buaya, tapi sama pangeran Gio yang baiiiiikkk hatiiii banget." Putri merasa antusias sendiri.
Kanza memandang gusar ke arah Putri. "Lo seyakin itu ya sama Gio?" Tanyanya ragu-ragu.
"Iyalah... Gio itu romantis banget, dan dia bilang ke gue, gue adalah cewek satu-satunya yang saat ini bisa bikin dia nyaman, aduuuh... So sweet banget enggak sih... jelas dia itu pasti orangnya setia." Putri masih bicara dengan nada antusias.
Kanza makin gusar, ia tidak tega jika harus memberi tahu kenyataan yang sebenarnya pada Putri. "Oh... Gitu, ya?" Mengangguk-anggukan kepala seolah semuanya baik-baik saja.
Padahal kini kepalanya di penuhi slide bayangan saat Gio menyatakan perasaan padanya kemarin, juga Gio yang dua kali kepergok jalan berdua bareng Fira. Dan Kanza masih heran kenapa Gio bisa melakukan itu semua pada Putri?
"Tapi kalo misalnya Gio ternyata buaya juga gimana?" Ujar Kanza yang tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Heh... Maksudnya apa ngomong begitu? Kan dia temen lo, kok lo malah jelek-jelekin dia sih." Protes Putri tak terima. Tepat seperti dugaan Kanza, ternyata seorang Putri yang terlihat ahli dalam percintaan, nyatanya tak bisa membaca dengan jelas mana cowok yang sungguhan baik, dan mana yang hanya modus. Ternyata memang benar kata orang, cinta itu buta. Untuk itu Kanza lebih senang menutup rapat-rapat hatinya. Agar ia tidak di butakan lagi oleh cinta.
" Ya bukan gitu, kan gue cuma bilang misalnya." Kilah Kanza, ia tidak bermaksud membuat Putri merasa tidak nyaman.
"Ya... Ya... Enggak mungkinlah Gio kayak gitu. Dari awal gue lihat dia, dia aja setia kawan banget sama lo, jadi mana mungkin dia orang yang suka mainin perasaan cewek. Enggak... Pokoknya pangeran Gio bukan orang yang kayak gitu. Gue yakin itu." Putri tetap kekeuh dengan pendiriannya.
Kanza memaksa tersenyum dan mengusap pundak Putri lembut, "semoga aja dugaan lo yang bener put, dan dugaan gue yang salah." Kanza berharap apa yang di pikirkannya tentang Gio memang salah, ia tidak ingin Putri sakit hati dan kecewa.
***
Rega sudah siap dengan pakaian olahraganya seperti biasa, dia akan joging setiap weekend. Kali ini ia mencoba menghubungi Kanza via telpon, tapi gadis itu tak kunjung jua mengangkat panggilannya. Merasa putus asa, ia pun mengetikkan satu pesan singkat pada gadis itu.
("Hai... Kamu kemana aja? Dari semalam di hubungi enggak bisa? Aku kangen kamu.")
Setelahnya Rega berjalan ke arah pintu keluar apartement-nya.
***
Ting...
Terdengar bunyi notifikasi pesan masuk di ponsel Khanza.
Kanza yang dari tadi sibuk mengetik di layar laptop, perhatiannya jadi teralih pada benda pipih yang tak jauh darinya itu. Ia mengintip pesan Rega hanya dari notif by phone. Agar Rega tidak tahu kalo dia sudah membaca pesannya.
Kanza tersenyum sendiri, tidak menyangka Rega akan benar-benar mencarinya. "Sebenernya gue juga kangen... Tapi--" Kanza segera membekap mulutnya sendiri, lalu menggeleng kuat-kuat, "enggak... Enggak... Apaan sih gue ini. Gue enggak boleh ada perasaan apapun sama dia." Lanjutnya penuh tekad.
***
Kanza mondar mandir di dalam kamarnya sambil memegangi ponselnya.
"Hubungi sekarang, atau besok aja, ya?" Gumam Kanza bimbang. Lalu terduduk lesu di atas ranjangnya. Ia menatap ke arah jendela. Di luar, langit yang tadinya terang, sudah berganti gelap, tampak beberapa bintang sudah mulai bermunculan.
Sedangkan di tempat berbeda, tampak Rega juga melakukan hal yang sama, ia bangkit berdiri dari rebahannya, menilik layar ponselnya, tak ada satu pun notifikasi pesan atau apapun dari Kanza. Wajahnya berubah frustasi. Senyum Kanza terus membayang di benaknya. Rega memilih merebahkan tubuhnya kembali, dan menutup wajahnya sendiri dengan bantal. Tapi bayangan gadis tak jua menghilang dan malah semakin menghantuinya. Ia bahkan sampai kebingungan tidak tahu harus berbuat apa.
Kanza beralih dari posisi duduknya dan mulai merebahkan tubuhnya yang letih ke ranjang. Iya kembali menilik layar ponselnya. Tiba-tiba ada satu notifikasi pesan masuk. Ia segera bangkit terduduk lagi.
Wajahnya tampak berpikir sebentar, setelahnya ia beranjak berdiri bergegas untuk bersiap-siap.
Kanza keluar dari kamarnya dengan pakaian rapi. Di ruang tivi ia berpapasan dengan Putri yang sedang asik menonton.
"Cie... Yang mau malem mingguan?" Ledeknya. "Pasti sama si kadal buntung, ya?" Lanjutnya sembari Terkekeh geli sendiri.
Kanza mendadak gugup dan kikuk. Lebih tepatnya, ia merasa tidak enak. "Em... Gue duluan yach, bye." Kanza memilih untuk buru-buru berlalu. Ia tidak ingin gadis itu makin menggodanya.
"Bye... Have fun, ya?!" Sahut Putri tanpa rasa curiga. Setelahnya ia segera mengecek ponselnya sendiri.
"Hemm... Gio kemana yach, kok dia enggak bales pesan gue sama sekali." Keluhnya dengan bibir manyun.
***
Tok... Tok... Tok....
terdengar ketukan dari arah pintu utama. Putri berjingkat girang. "Jangan-jangan itu Gio, mau ngasih kejutan... Yeyyy..." Bergumam sambil bangkit berdiri. "Ya... Tunggu bentar!" Ia buru-buru bergerak menuju pintu.
Setelah daun pintu terbuka, ia tidak mendapati Gio disana, melainkan sosok Rega.
Rega tersenyum. "Sorry ganggu, Kanzanya ada?"
Putri menatap Rega bingung. "Loh bukannya Kanza tadi mau pergi sama bapak, ya?"
"Hah... Maksudnya?" Rega balik bertanya dan sama bingungnya.
"Ya... Tadi Kanza pergi, saya pikir dia mau ketemuan sama bapak." Jelas Putri lagi.
Rega menggeleng linglung, "kalo dia pergi sama saya, ngapain sekarang saya ada di sini?"
Putri mengeriyitkan dahinya, benar juga kata Rega, pikirnya. "Em... Iya juga sih, tapi sekarang Kanza nya lagi keluar."
Rega berpikir sebentar. "Oh... Kalo gitu saya permisi aja deh, saya mau cari Kanza." Lanjutnya pit undur diri.
"Eh... Pak, pak... Tunggu." Putri mencoba menghentikan langkah Rega, entah kenapa firasatnya mendadak tidak enak. "Saya boleh ikut cari Kanza enggak, pak?" Tanyanya ragu-ragu. "Boleh ya... ya...!" Bujuknya kemudian, sedikit memaksa.
Rega menatap ragu sebentar. Namun akhirnya mengangguk setuju.
"Oke... Kalo gitu saya ganti baju bentar, bentar aja kok enggak lama. lima menit."
Rega mengangguk.
Bersambung