webnovel

Hari Terberat

Malam yang cukup panjang telah berlalu tanpa sengaja aku kembali terbangun dari tidur singkatku. Kedua mataku dengan segera tertuju pada jam dinding, waktu masih menunjukan pukul lima pagi dan di luar masih sangat gelap.

aku memang sengaja untuk tidak tidur di kasur karena itu akan membuatku sulit untuk bangun jadi aku putuskan untuk tidur di atas sofa yang letaknya bersebelahan langsung dengan kandang rubi agar aku bisa dengan mudah memantau keadaannya, suhu AC pun sengaja aku kecilkan agar Rubi tidak merasa kedinginan.

Aku turun dari sofa dan menghampiri Rubi, lalu aku mengusap pelan kepalanya dengan salah satu jemariku untuk memastikan dia benar-benar memang sedang tertidur, aku menjadi sangat takut jika rubi tertidur lalu dia tidak terbangun lagi. Wajah mungil itu tampak terlihat damai dalam tidur, terkadang aku mendengar ia mendengkur cukup keras hal itu wajar, karena menurut beberapa artikel yang aku baca itu menandakan bahwa kucing sedang merasa nyaman atau bisa juga sedang merasakan sakit. Sesekali tak jarang aku mendapati gaya tidur Rubi yang menggemaskan dengan posisi tubuh terlentang dan terkadang meringkuk seperti bola, salah satu hal yang aku sukai dari Rubi adalah ketika dia sedang merenggangkan tubuhnya setelah terbangun dari tidur kedua kaki depannya menyilang sambil menutupi wajahnya dan kedua kaki bawahnya ia panjangkan. Ternyata hal-hal aneh dari perilaku kucing bisa membawa dampak baik bagi kesehatan mental pemiliknya, karena bahagia sesederhana itu.

Tak terasa waktu berlalu dengan cepat, tanpa aku sadari di luar langit mulai terlihat terang. Sudah saatnya bersiap ke kantor setelah izin libur beberapa hari. Berselang beberapa menit kemudian aku menerima panggilan masuk dari bos "ada hal penting apa tiba-tiba si bos menelponku?" gumam ku

"Nara, begitu kamu sampai kantor nanti, kamu langsung ke ruangan saya" ujar pak direktur dengan sedikit kesal.

"ba, baik pak"

Mendengar nada bicara aku merasa seperti ada yang tidak beres, tapi aku mencoba menepisnya tanpa curiga aku kemudian bersiap-siap untuk berangkat ke kantor. Tetapi saat akan beranjak keluar pintu langkah ku terhenti sesat aku terdiam dan berpikir bagaimana bisa aku meninggalkan Rubi sendirian apa lagi dalam kondisinya yang belum pulih sepenuhnya.

Lalu aku teringat bahwa di klinik tempat rubi di rawat menerima penitipan hewan, tanpa pikir panjang aku segera menghubungi dokter untuk menanyakan apakah bisa Rubi aku titipkan sebelum jam buka klinik di karenakan ada hal yang mendesak dan pada akhirnya mereka bisa memahami situasiku, dengan begitu aku bisa dengan tenang pergi ke kantor.

Perjalanan dari klinik ke kantor memakan waktu kurang lebih lima belas menit jika tidak sedang macet, sampai pada akhirnya aku bisa datang ke kantor tepat waktu. Belum sempat aku beranjak keluar dari mobil, tiba- tiba bos kembali menghubungiku.

"pagi bos." ucapku dengan sedikit tegang

"dimana kamu sekarang?!"ucapnya dengan sedikit kesal

"sa, saya sudah sampai di kantor bos"

"sekarang kamu cepat keruangan saya."

"ba.." belum sempat aku menyelesaikan perkataanku bos langsung menutup telponnya begitu saja. Perasaanku mulai tidak enak, selama perjalanan menuju ke ruangan kepala direktur aku berpikir dan mengingat kembali apakah aku berbuat kesalahan yang menyebabkannya jadi kesal, setahu ku aku tidak melakukan kesalahan apapun.

Sampai lah aku di depan ruangan kepala direktur, sebelum masuk aku menarik nafas dalam-dalam dan merapikan penampilanku.

"tok, tok"

"permisi pak"

"silahkan duduk"

"maaf pak, kalau boleh saya tahu ada apa bapak memanggil saya?"

kemudian pak direktur langsung menyodorkan selembar amplop putih.

"apa ini pak?"

"buka saja"

Perlahan-lahan aku membukanya, dengan wajah cemas aku mulai memberanikan diri membaca setiap kata dari surat tersebut. Benar saja surat pemecatan, tidak ada surat peringatan aku langsung menerima surat pemecatan, aku sempat protes kenapa bisa aku di pecat dan pak direktur hanya memberikan jawaban yang tidak bisa aku terima. direktur itu bilang "bahwa aku sudah melakukan kesalahan besar."

kemudian aku bertanya lagi "kesalahan besar apa bos?!" ucapku dengan sedikit menaikan nada bicara.

dan jawaban pak direktur masih sama, dia hanya menjawab bahwa aku sudah melakukan kesalahan besar yang tak bisa di toleransi lagi, dengan wajah murung aku beranjak pergi meninggalkan tempat tersebut. hatiku berkecamuk ingin rasanya aku berkata kasar saat itu di hadapannya, bagaimana bisa dia memecatku seenaknya tanpa alasan yang tak jelas. memang apa yang telah aku perbuat sampai-sampai kesalahanku tidak bisa di toleransi. Tangis ku pecah saat didalam bilik kamar mandi, aku menangis sejadi-jadinya di dalam toilet, beberapa orang yang ada di dalam sana mendengar tangisanku mereka menyapa ku dengan pelan hanya untuk sekedar ingin tahu keadaanku saja. Awalnya satu orang tapi lama kelamaan situasi disana sedikit meresahkan, aku mulai jadi objek perhatian. seketika itu juga aku langsung mengusap air mataku lalu keluar dari bilik kamar mandi tersebut. Aku mencuci wajahku di wastafel untuk menyegarkan wajah dan juga kepalaku yang terasa panas, mataku terlihat memerah dan sembab. Ada tiga orang disana dan semuanya mendekat mereka mengerubungiku seperti semut mengerubungi gula. Aku hanya bisa tertunduk, aku tak bisa dan tak ingin mereka melihat wajah ku yang seperti itu.

"Nara kau baik-baik saja?" tanya salah satu karyawan disana

"aku tidak apa-apa" ucapku sambil mengangguk.

Setelah selesai menyeka wajahku yang basah, tak lama dari itu beberapa orang masuk ke toilet, karena tidak ingin menjadi pusat perhatian lebih banyak orang lagi akhirnya aku segera pergi dari sana, begitu akan membuka pintu tanpa sengaja aku mendengarkan obrolan mereka, yang katanya beberapa hari lalu istri pak direktue berhasil memergoki suaminya itu sedang bermesraan dengan sekertaris barunya. Saat itu pak direktur benar -benar merasa di permalukan oleh istrinya karena menerima perkataan yang tak pantas dari istrinya, dan juga sekertaris itu sempat beberapa kali menerima tamparan keras dari istri pak direktur sehingga terdapat luka memar di wajahnya.

Dari situ lah akhirnya sekarang aku tahu alasan kenapa kepala direktur memecatku. Dia mengira aku yang sudah memberitahu istrinya tentang perselingkuhannya. karena selain aku tidak ada satu pun orang yang tahu.

Kejadian tersebut berawal seminggu yang lalu dimana pada saat itu aku sedang kerja lembur di kantor, sebelum pulang aku memberikan arsip kepada pak direktur terkait beberapa hal yang harus ditanda tangani karena aku lihat ruangannya masih menyala yang artinya dia masih ada di dalam.

Seperti biasa aku masuk dengan mengetok pintu terlebih dahulu, ketika aku membuka pintu ruangan aku mendapati pak direktur dan juga sekertaris barunya sedang berdua di dalam ruangan tersebut entah hal apa yang mereka berdua lakukan saat itu. Aku juga sempat merasa kaget karena aku pikir sekertaris baru nya pak direktur sudah pulang lebih awal. Wajah mereka tanpa tak baik begitu tahu kalau aku yang masuk, Sekertaris itu langsung merapikan rambutnya yang sedikit berantakan dan menarik kebawah rok mininya yang cukup pendek. Disitu tampak sekali wajah pak direktur menjadi pucat pasih dan juga prilakunya yang tampak jelas sekali kalau dia sedang gelisah. Pak direktur mulai merapikan dasinya sesekali ia mengusap keningnya, dalam hati aku menjerit "Ya tuhan sepertinya aku masuk di waktu yang tidak tepat". keadaan tersebut benar-benar membuatku merasa jijik.

Aku pun mencoba untuk bersikap tenang dan seakan-akan tidak terjadi apa-apa.

"permisi pak, aku hanya ingin menyerahkahkan arsip yang perlu bapak tanda tangani" ucapku yang saat itu masih berada berdiri di pintu.

"ok, silahkan masuk"

Begitu aku melangkah masuk, bergegas sekertaris itu keluar dari ruangan tanpa sepatah kata pun.

Setelah pak direktur selesai menanda tangani semua berkas, aku segera ingin cepat pergi dari tempat itu. Namun langkah ku terhenti ketika bos memanggilku, aku pun lekas berbalik. Saat itu pak direktur mengamcamku dengan mengatakan bahwa jangan sampai apa yang aku lihat hari ini diketahui oleh siapa pun jika tidak aku akan kehilangan pekerjaanku, aku pun hanya mengangguk cemas. Dalam hati aku berkata "untuk apa aku ikut campur dalam urusan orang lain, waktu ku lebih berharga ketimbang mengurusi urusan orang lain".

Saat itu yang aku takutkan adalah jika ada orang lain yang mengetahui secara diam-diam kisah gelap mereka berdua, lalu kemudian orang tersebut menyebar luaskannya sehingga aku lah yang akan menjadi kambing hitamnya. Ternyata Apa yang aku takutkan pada saat itu akhirnya benar terjadi. Sekarang aku hanya bisa pasrah dengan keadaan ku sekarang.

"Tuhan masih sayang padaku, tempat itu tidak baik untuk ku dan ini adalah cara yang terbaik yang tuhan berikan untuk ku" terus menerus kata-kata itu yang aku ucapkan dalam hati. Aku mencoba menerima semuanya dengan lapang dada walau sebenarnya ini menyakitkan.