Cakya menoleh kebelakang untuk melihat Erfly, muka Erfly pucat pasi, tubuhnya gemetar hebat.
"Erfly... ", Cakya bicara lembut, Cakya mengusap pucuk kepala Erfly agar Erfly merasa tenang.
Erfly melepaskan pelukannya, kemudian menatap wajah Cakya. Terdengar suara azan berkumandang.
"Kita jalan dikit lagi ya, habis belokan depan ada masjid", Cakya mengusulkan.
Tidak ada suara yang keluar dari bibir Erfly, dia hanya mengangguk lemah. Mukanya masih pucat pasi seperti mayat hidup.
Cakya kembali mengendarai motornya, kemudian berhenti di masjid yang dia maksud. "Erfly wudhu dulu, Cakya markirin motor", Cakya bicara pelan. Erfly tidak menjawab, dia hanya jalan menuju tempat wudhu.
Setelah memarkirkan motornya, Cakya tidak langsung masuk ke dalam masjid. Melainkan menuju warung kecil yang ada disamping masjid, Cakya membeli 2 botol air mineral. Saat melihat Erfly keluar dari tempat wudhu Cakya menyodorkan satu botol minum kearah Erfly.
"Makasih", Erfly bicara pelan.
"Kita sholat dulu, habis itu kita lanjut lagi. Biar tenang dijalan", Cakya menjelaskan. Erfly hanya mengangguk pelan, kemudian masuk kedalam masjid dan ikut shalat berjamaah.
Hujan turun dengan derasnya, setelah shalat Cakya duduk diteras masjid menatap kearah langit. Tidak berapa lama, Erflypun menyusul duduk disamping Cakya.
"Deras banget, tunggu reda", Cakya memberi saran.
Erfly hanya mengangguk pelan.
"Tunggu didalam saja, hujannya masih deras", marbot penjaga masjid memanggil Cakya dan Erfly agar masuk kembali.
Cakya dan Erfly melangkah pelan kedalam masjid kembali, duduk bersama marbot masjid.
"Kalian dari mana...?", marbot muda itu menanyakan lagi. Perawakannya yang tenang membuat siapapun yang berada di dekatnya merasa damai.
"Dari gunung ustadz, kemalaman", Erfly bicara pelan.
"Panggil Hendra saja, saya baru masuk 16 tahun", marbot itu tersenyum, menunjukkan lesung pipinya.
"Saya Erfly, dan itu Cakya", Erfly membalas ramah, Erfly menangkupkan kedua tangannya di dada membalas salam Hendra.
Hendra meraih Al-qur'an yang ada disamping kanannya. "Mau ikut ngaji bareng saya, sambil nunggu isya?", Hendra menawarkan.
Erfly meraih mukena yang ada dibelakangnya, kemudian menerima Al-qur'an pemberian Hendra. Cakya juga meraih Al-qur'an yang ada disampingnya. Setelah melafalkan surat alfatihah bersama-sama, mereka mulai mengaji sambung ayat per ayat.
Hendra menyelesaikan mengajinya, saat terdengar alarm masjid, pertanda sudah masuk waktu isya.
"Cakya mau azan...?", Hendra menawarkan.
"Bisa g'ak...?", Erfly menantang.
"Gini-gini, pas kecil juara satu azan antar RT...", Cakya menyombongkan diri. Kemudian menerima microfon pemberian Hendra.
Erfly kembali memakai mukena yang dibawanya, kemudian duduk di syaf perempuan untuk sholat.
"Allahuakbar allahuakbar... ", Cakya mulai azan.
Entah kenapa, air mata Erfly keluar tanpa bisa dibendungnya lagi, mengiringi lantunan azan Cakya hingga selesai. "Kenapa ini...? Kok malah nangis...? Siapa kamu sebenarnya...?", Erfly berbisik pelan menanyakan kepada dirinya sendiri.
Kemudian mereka shalat isya berjamaah. Dengan Hendra bertindak sebagai Imam.
Hujan sudah mulai reda, Cakya bermaksud langsung pamit kepada Hendra.
"Cakya suaranya bagus, udah sering azan ya...? G'ak salah kalau juara satu azan antar RT", Hendra bicara polos.
"Erfly juga, mengajinya bagus, diasah lagi ya. Kapan-kapan kalau jalan disini, jangan lupa mampir. Rumah Hendra pas didepan masjid", Hendra bicara lagi.
"Ini mau langsung pulang...? G'ak mampir dulu kerumah...?", Hendra menawarkan.
"Udah malam, takutnya ntar hujan lagi", Erfly langsung pamit.
"Iyah, hati-hati kalau begitu", Hendra merelakan Erfly dan Cakya pulang.
"Assalamualaikum", Erfly mengucap salam setelah menangkupkan kedua tangannya didada.
"Wa'alaikumsalam", Hendra menjawab disela senyumnya.
Cakya membuka jaketnya kemudian menyerahkan kepada Erfly. "Cakya...?", Erfly protes.
"Cakya g'ak papa", Cakya bicara pelan. Kemudian menaiki motornya.
Erfly memakai jaket Cakya, kemudian naik kebangku penumpang. Cakya melaju dengan kecepatan sedang.
***
Ibu Cakya mondar-mandir diteras rumah cemas menunggu Cakya belum juga pulang dari tadi pagi. Ayah Cakya menghampiri istrinya, kemudian merangkul istrinya dari belakang.
"Cakya kemana ya pa...?", ibu Cakya bertanya cemas.
"Do'akan saja Cakya baik-baik saja", ayah Cakya bicara pelan, kemudian mengajak istrinya untuk duduk.
"Mama khawatir, dia belum pulih betul pa...", ibu Cakya mulai menangis.
***
"Cakya...", Erfly bicara pelan.
Cakya menghentikan motornya, kemudian menoleh kebelakang menatap wajah Erfly. "Kenapa...?", Cakya bertanya bingung.
"Erfly laper...", Erfly bicara pelan dengan memasang muka memelas agar dikasihani oleh Cakya.
"Dibelokan bawah, ada rumah makan pas dipasar. Erfly harus coba dendeng batokok bakarnya juara", Cakya mengacungkan jempol kanannya.
"Boleh", Erfly bicara disela senyumnya. 'Baru kali ini Cakya mengekspresikan diri seperti ini, ternyata si balok es juga bisa antusias kayak gini', Erfly membatin.
Cakya geleng-geleng kepala melihat nafsu makan Erfly, bukan seperti cewek pada umumnya yang sok jaim. Erfly malah nambah 2x, tak terhitung sudah berapa potong dendeng batokok yang masuk keperutnya.
"Laper apa doyan neng...?", Cakya mulai dengan candaannya.
"Dua-duanya", Erfly bicara cuek, kemudian memasukan suapan besar kedalam mulutnya.
"Pelan-pelan, g'ak bakal Cakya tinggal kok", Cakya bicara lagi. Kemudian agak menjauh dari Erfly untuk menghisap rokoknya.
"Cakya g'ak ada niat gitu, buat berenti merokok...?", Erfly tiba-tiba bertanya asal.
"Cakya dari SMP udah make, segala macam udah pernah Cakya coba. Ganja, ngobat, ngelem, minum", Cakya bicara diluar dugaan Erfly.
"Hah...?", Erfly melongo mendengar pengakuan Cakya.
"Yang lain udah berenti, tinggal ini satu, yang g'ak bisa lepas", Cakya bicara jujur.
"Kok bisa...?", Erfly bertanya lagi satelah menelan makanannya.
"Ntar ada waktunya Cakya cerita, g'ak hari ini", Cakya menyudahi kemungkinan pertanyaan lanjutan dari Erfly.
Setelah makan 3 piring akhirnya Erfly kenyang, Cakya memanggil pelayan untuk menghitung makanan yang mereka makan. Setelah menghitung, pelayan kembali kemeja dengan kertas tagihan. Cakya mau mengambil kertas dari pelayan wanita itu, akan tetapi malah keduluan Erfly yang menarik duluan.
"Apaan sih, Erfly yang ngajak makan juga", Erfly bicara sewot kemudian melihat jumlah tagihan.
"G'ak ada sejarahnya ya cewek bayarin cowok", Cakya protes, berusaha menarik kertas tagihan.
Erfly langsung menyerahkan kertas tagihan kepada pelayan dengan menyelipkan selembar uang seratus ribuan. "Kembaliannya buat mbak aja", kemudian Erfly menarik tangan Cakya keluar rumah makan. Yang dilepas dengan senyuman pelayan yang menerima uang tip.
"Erfly ini...", Cakya masih ngadumel sendiri.
"Udah malem, balik yuk. Erfly pengen rebahan, capek", Erfly mulai mengeluarkan jurus andalannya agar tidak diomeli Cakya.
Cakya hanya bisa menggelengkan kepalanya karena kesal, melihat tingkah Erfly yang ajaib.
Cakya kembali menjalankan motornya, "Erfly, Cakya agak ngebut ya, udah kemalaman soalnya", Cakya meminta izin.
"Hati-hati", Erfly menjawab tanpa protes.
Saat jam menunjukkan pukul 10.12 Wib. Cakya sudah memarkirkan motornya diteras rumah Erfly. Erfly langsung turun, seketika hujanpun mulai turun.
"Cakya langsung pulang ya", Cakya bicara pelan.
"Lha, hujan. G'ak neduh dulu...?", Erfly memberikan saran.
"Udah kemalaman, Cakya balik. Assalamualaikum", Cakya langsung pamit.
"Wa'alaikumsalam. Hati-hati", Erfly mengingatkan Cakya yang berlalu pergi.