Pak Wiratama mulai geram melihat keangkuhan bawahan dihadapannya, matanya mulai memerah menahan amarah, rahangnya mulai mengeras.
Ayah Cakya tidak merasa gentar sedikitpun, tekatnya sudah bulat untuk keluar dari pekerjaannya. Saat ini tidak ada rencana bagaimana kedepannya, yang jelas dia tidak suka kenyamanan keluarganya diacak-acak oleh orang yang tidak bertanggung jawab.
Ayah Cakya membuka pintu ruangan Walikota, dua orang dengan berbadan tegap langsung menghadang ayah Cakya, memaksanya untuk mundur beberapa langkah.
"Sepertinya anda bukan tipe orang yang bisa diajak bicara baik-baik ", pak Wiratama bicara dengan arogan, dia duduk diatas meja kaca kebesarannya, menyilangkan tangan didada acuh.
Pak Wiratama segera melemparkan map diatas meja kecil dihadapan ayah Cakya, tempat duduk santai biasa pak Wiratama menerima tamu dan berbincang santai.
Seorang perempuan membawa sebuah nampan berisi air kopi pesanan pak Wiratama, "Permisi...", perempuan muda itu bicara sungkan, kemudian bergerak perlahan menuju meja pak Wiratama.
Pak Wiratama tidak merasa terganggu dan melanjutkan aksinya menekan ayah Cakya. "Tanda tangani surat itu, masalah kita anggap selesai", pak Wiratama bicara dengan nada angkuh.
"Maaf, anda salah orang", ayah Cakya bicara pelan.
Pak Wiratama mengerutkan kening tidak mengerti.
"Bukan saya atau anak saya yang menuntut anak bapak. Melainkan perempuan yang hampir menjadi korban pelecehan seksual oleh anak bapak yang terhormat bersama teman-temannya", ayah Cakya bicara dengan nada yang tidak bergetar sedikitpun.
"Jadi... Bapak Walikota yang terhormat, anda salah mengarahkan mata pedang anda kali ini. Maaf, anda salah orang... ", ayah Cakya bicara santai. Dia berbalik ingin meninggalkan ruangan.
Lelaki yang dari tadi berada di dalam ruangan segera bertindak menghalangi ayah Cakya untuk keluar, tanpa diduga perempuan yang mengantar minuman langsung menyerang dua lelaki tersebut. Walaupun kalah ukuran badan dan gender, dia mampu membuat 2 lelaki berbadan gempal itu tersudut, hingga tersungkur tak berdaya. Kemudian perempuan tersebut berlalu bersama ayah Cakya menuju parkiran.
Sebuah mobil segera parkir dihadapan mereka, begitu mereka menuruni tangga kantor Walikota. Perempuan tersebut memberikan isyarat kepada ayah Cakya untuk masuk, kemudian mereka berlalu menuju rumah sakit.
"Mengapa anda bisa membantu saya... ",ayah Cakya bertanya kepada perempuan yang duduk disampingnya saat ini.
"Pak Lukman sudah tahu, kalau pak Wiratama orang yang licik. Beliau tidak mau ambil resiko, makanya menyusupkan kami untuk melihat situasi, benar saja pak Wiratama tidak pernah bisa melakukan semua hal dengan jalan lurus", perempuan itu bicara kesal.
"Terimakasih ", ayah Cakya bicara pelan sebelum meninggalkan mobil.
***
" Semuanya terkendali pak", Ardi melapor kepada pak Lukman di ruangannya.
"Iya, terimakasih ", pak Lukman bicara pelan sebelum Ardi meninggalkan ruangan pak Lukman.
Sebenarnya ide menyusupkan anggota ke kantor Walikota adalah ide Ardi, benar saja perkiraan Ardi tidak pernah mengecewakan pak Lukman sejauh ini.
***
Pulang sekolah, Erfly menuju rumah sakit Maijen H. A.Thalib tempat Alfa bekerja. Hari ini merupakan jadwal periksa rutin Erfly.
Erfly mengetok pintu yang bertuliakan nama Alfa, setelah mendapat persetujuan untuk masuk, Erfly langsung masuk dengan senyuman sumringah.
"Siang ko... ", Erfly bicara semanis mungkin.
Tidak ada respon dari lelaki dihadapannya. "Erfly balik aja lagi nih...", Erfly mulai beranjak dari posisi duduknya.
"Dasar keras kepala", Alfa bicara kesal. Selalu saja setiap kali Alfa mencarikan pembantu untuk menemani Erfly, tidak pernah bertahan lebih dari 24 jam. Akan langsung dipulangkan dengan uang pesangon 1 bulan gaji full.
"Kan Erfly sudah bilang, Erfly tidak nyaman dengan orang baru", Erfly mengeluarkan nada manja membujuk Alfa.
Seorang suster masuk memberikan selembar kertas kehadapan Alfa, setelah meneliti hasil tes dia yakin kalau Erfly baik-baik saja saat ini.
"Jantung kamu masih suka berdebar-debar...?", Alfa bertanya pelan.
"Kadang-kadang sih ko, ada apa memangnya...? Apa ada yang salah dengan hasil pemeriksaan Erfly...? ", Erfly bertanya bingung.
"Justru itu yang membuat koko bingung, sudah hasil ketiga kamu cek-up sejak pingsan waktu itu. Tapi... Hasil yang keluar selalu normal. Apanya yang salah, koko jadi bingung", Alfa bicara kata perkata menjelaskan keadaan Erfly.
Erfly hanya mengangguk pelan, Erfly bergerak menuju sudut ruangan membuka kulkas kecil, kemudian meneguk minuman dingin. "Koko masih ada pasien...?", Erfly bertanya pelan.
Alfa hanya menggeleng pelan, "Jadwal praktek koko tadi pagi", Alfa menjawab pertanyaan Erfly.
"Lha... Kok nyuruhin Erfly kesini pulang sekolah, kalau koko tidak ada jadwal praktek...? ", Erfly bertanya bingung.
" Memangnya kamu mau kesini hanya sebagai pasien ku saja? Buat ketemu adik sendiri kok harus nunggu koleps dulu", Alfa pura-pura ngambek, kemudian menyilangkan kedua tangannya kedada.
Erfly mendengus kecil, "Udah gede masih ngambekan aja", Erfly mulai lagi dengan sindirannya, malas meladeni sikap Alfa yang kekanak-kanakan.
"Oh ya. Tante nelpon semalam, katanya kamu tidak bisa dihubungi sudah sebulan ini? ", Alfa membuka topik pembicaraan baru.
"Masih idup tu orang...?", Erfly bicara santai, dibalas dengan jitakan dikeningnya oleh Alfa.
" Erfly udah ganti nomor ", Erfly menjawab acuh tak acuh.
" Dan kamu g'ak ngasih tau mereka...? ", Alfa bicara bingung mengejar penjelasan.
" Emang sengaja", Erfly menjawab asal.
"Kasian mereka cemas mikirin kamu", Alfa bicara serius kali ini.
"Erfly balik dulu ko, mau jenguk teman yang sakit ", Erfly menyelesaikan pembahasan yang selalu ingin dihindarinya setiap saat.
***
Gama membuka pintu ruang rawat inap Cakya." Baru balik sekolah Gam...?",ibu Cakya bertanya pelan sambil menyuapi apel kemulut Cakya. "Iya kak", Gama menyalami ayah dan ibu Cakya. "Bagaimana keadaan Cakya...?", Gama bertanya pelan. "Kata dokter harus menunggu jahitannya kering baru bisa pulang, takut terbuka lagi, nanti bisa infeksi", ibu Cakya menjelaskan panjang lebar.
Gama menatap air muka Cakya. "Segitunya kecewa aku yang datang bukannya Erfly", Gama mulai menggoda keponakannya.
Cakya langsung mengalihkan tatapannya kearah lain, kemudian memejamkan matanya berusaha menghindari sindiran Gama selanjutnya. Ayah dan ibu Cakya tersenyum melihat tingkah malu-malu putra sulungnya itu.
Gama duduk disamping ayah Cakya dan ikutan makan potongan buah apel yang telah dibuka oleh ibu Cakya, "Erfly harus kerumah sakit Umum dulu, dia ada jadwal kontrol", Gama bicara santai sambil mengunyah apelnya.
"Lho...Erfly sakit...? ", ibu Cakya bertanya cemas.
" Erfly baik-baik saja ma", Erfly muncul dibalik pintu langsung memeluk ibu Cakya dari belakang.
"Lha... Kata Gama kamu dari rumah sakit...? ", ibu Cakya bertanya bingung.
Erfly menyalami ayah dan ibu Cakya. "Assalamualaikum ", Erfly tersenyum manis saat menyalami ayah Cakya.
"Wa'alaikumsalam ", ayah Cakya memaksakan senyumannya.
"Kalau g'ak ikhlas jangan senyum pa, jelek", Erfly bicara pelan sebelum duduk disamping ibu Cakya. Ayah Cakya langsung mengacak rambut Erfly. "Ayah sama anak sama saja hobbynya ngacak-ngacak rambut Erfly",Erfly pura-pura ngambek.
" Mama...? Papa tu... ", Erfly merangkul lengan tangan kanan ibu Cakya." Masih cantik kok", ibu Cakya bicara pelan, kemudian menyisir rambut Erfly dengan jemari tangannya. "Makasih, yang ngomong jauh lebih cantik", Erfly bicara disela senyumnya yang imut.
"Cakya jadi pulang hari ini...? ", Erfly bertanya lagi.
" Harus nunggu 3 hari lagi, sampai jahitannya kering ", ibu Cakya menjawab pelan." Erfly sudah makan...? ", ibu Cakya bertanya lagi. Hanya gelengan kepala yang menjadi jawaban Erfly." Makan dulu sana, tadi mama sempat pulang buat masak", ibu Cakya memberi perintah.
Erfly langsung menyerbu lemari kecil disamping tempat tidur Cakya. "Erfly aja, baru datang ditawari makan, nah... Gama yang udah jamuran disini malah dicuekin aja", Gama bicara kesal, dibalas tawa renyah semua orang. Gama langsung menyusul Erfly mencari makanan yang bisa digunakan untuk mengganjal perutnya yang keroncongan.
Erfly membantu Cakya untuk posisi duduk dari posisi tiduran sebelumnya. Kemudian Erfly memilih duduk dikursi disamping tempat tidur Cakya. Erfly fokus kepada makanannya, sesekali Erfly menyuapi Cakya. Erfly memberikan minum kepada Cakya, sebelum mengisi piringnya lagi dengan makanan untuk kedua kalinya.
***
"Maaf pak, kita putus komunikasi dengan Anton dan Tony", sekretaris Pak Wiratama bicara cemas. Kepalanya tertunduk, tidak berani menatap lawan bicaranya.
Gelas yang ada dihadapan pak Wiratama melayang, sebelum mendarat kedinding sempat menyalip pelipis sekretaris manisnya. Wanita itu langsung terduduk dilantai, karena kakinya lemas, tidak mampu menahan berat tubuhnya lagi.