webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

Kenapa kamu diam saja...? Masih marah soal yang kemarin...?

Nadhira beranjak dari posisi duduk semula, menuju tenda, dan kembali dengan beberapa bahan makanan yang akan dia masak.

"Teteh kok tiba-tiba ngomong begitu...?", Satia bertanya pelan, tetap konsentrasi memotong sosis yang ada dihadapannya.

Nadhira tertawa renyah sebelum menjawab ucapan Satia. "Mas sukakan sama Erfly...?!", Nadhira langsung bertanya pada intinya.

Satia tidak bergeming, dia hanya konsentrasi pada pekerjaannya.

"Kenapa diam....?", Nadhira kembali bertanya setelah menunggu beberapa menit tidak ada jawaban dari Satia.

"Teteh nanya apaan...?", Satia berusaha menghindar dari menjawab pertanyaan Nadhira.

Nadhira tertawa renyah, "Erfly cantikkan...?!", Nadhira memberikan isyarat dengan dagunya mengarah kearah Erfly dan Cakya.

Satia menoleh sebentar kearah Erfly dan Cakya. Kemudian tersenyum kecut, "G'ak akan mungkin teh", Satia bicara lirih. Satia kembali konsentrasi dengan pekerjaannya.

"Kenapa g'ak mungkin...?", Nadhira bertanya pelan tanpa melihat kearah Satia, tetap konsentrasi dengan pekerjaannya.

"Dia cantik, punya segalanya, dan... Satu yang pasti dia sudah bersama Cakya", Satia bicara pelan, menjawab pertanyaan Nadhira. Seolah orang yang kalah sebelum berperang, mukanya demikian frustrasi.

"Lalu apa yang salah dengan itu...?", Nadhira kembali menantang Satia dengan pertanyaan selanjutnya.

"Mereka saling mencintai, tidak ada ruang untuk Erfly menerima perasaan Satia", Satia bicara jujur.

Nadhira tertawa puas mendengar pengakuan Satia.

Satia baru sadar kalau dia sudah membongkar rahasianya sendiri.

"Idiot...", Satia memaki dirinya karena merasa kesal.

"Tidak ada yang salah dengan menyukai seseorang", Nadhira memukul pelan pundak Satia, seolah memberi semangat penuh untuk Satia.

Satia hanya tertawa kecil menertawakan dirinya sendiri.

"Selalu ada alasan untuk menyukai Erfly. Bahkan... Nadhira saja, baru sekali bertemu, dia sudah bisa membuat Nadhira jatuh cinta. Itu juga yang membuat Nadhira sampai almarhum ayahnya tiada, Nadhira memutuskan untuk tetap berada disampingnya", Nadhira tersenyum lembut mengingat pertemuannya pertama kali dengan Erfly.

Nadhira memukul pelan lengan Satia sebelum melanjutkan pekerjaannya kembali.

***

Cakya memiringkan kepalanya, menatap lekat wajah Erfly. Cakya melemparkan senyuman terbaiknya, Erfly malah tidak merespon Cakya sama sekali.

"Kenapa kamu diam saja...? Masih marah soal yang kemarin...?", Cakya bertanya lirih.

Cakya merebahkan kepalanya keatas kedua lututnya, yang dirangkul dengan kedua tangannya. Tatapannya tetap menatap lembut wajah Erfly.

"Maaf...", Cakya bicara pelan.

Erfly menatap Cakya, "Erfly g'ak perduli, Cakya anak siapa...? Dari keluarga yang seperti apa...? Yang Erfly tahu, Cakya sayang sama Erfly, itu sudah lebih dari cukup", Erfly bicara dengan nada dingin, tidak ada senyum hangat yang dia lemparkan kearah Cakya seperti biasanya.

Cakya merubah posisi duduknya, menarik nafas panjang sebelum melanjutkan ucapannya.

"Erfly berhak bahagia. Cakya... G'ak mau mengikat Erfly dengan perasaan ini. Makanya... Cakya sempat ragu saat Nadhira meminta Cakya untuk melamar Erfly. Cakya cukup sadar diri, kalau Cakya g'ak pantes buat Erfly. Tapi... Mau gimana lagi, Cakya sayang sama Erfly, jujur saja... Cakya g'ak bisa menjanjikan hidup nyaman untuk Erfly, tapi... Cakya bisa jamin satu hal. Cakya... Akan berusaha yang terbaik untuk buat Erfly bahagia", Cakya bicara panjang lebar, Cakya menatap lembut wajah Erfly yang sudah dibanjiri air mata.

Cakya menghapus lembut air mata Erfly, "Dasar cengeng", Cakya mulai melemparkan celetukan candaannya.

Erfly spontan memukul lengan Cakya karena kesal.

Cakya tertawa puas, bisa melihat ekspresi kesal diwajah Erfly.

"Resek...!!!", Erfly bicara setengah berteriak.

Cakya menggenggam jemari tangan Erfly, "G'ak boleh ada rahasia-rahaaiaan lagi, g'ak boleh hilang-hilangan lagi", Cakya mengucapkan harapannya kepada Erfly.

Erfly balik menggenggam jemari tangan Cakya, kemudian menempelkannya diantara kening dan hidung mancungnya.

"Dek...!!! Sarapan...!!!", Gama berteriak memanggil Erfly dan Cakya agar segera bergabung di lingkaran.

Erfly melepaskan genggaman tangannya, kemudian melemparkan senyumannya kepada Gama dan yang lainnya.

"Iya...", Erfly menjawab pelan.

Erfly meraih kruknya, bermaksud ingin segera bergabung dengan teman-temannya yang telah terlebih dahulu mengelilingi kompor dan makanan.

Cakya dengan sabar membantu Erfly untuk turun.

***

Candra masih menggenggam jemari tangan Wika, berharap Wika akan segera sadarkan diri.

Sinta menghampiri Candra, "Dek... Ada polisi yang ingin bertemu...", Sinta bicara pelan.

Candra tidak menjawab, akan tetapi langsung mengikuti langkah Sinta menuju lobi klinik.

Seorang perempuan dengan seragam lengkap polisi berdiri dihadapan Candra. Begitu petugas polisi tersebut melihat Candra muncul bersama Sinta. Petugas polisi itu langsung berdiri dan mengulurkan tangan kanannya kehadapan Candra.

"Eky...", perempuan muda itu menyebutkan namanya dengan tegas.

"Candra", Candra balas menyebutkan namanya.

Petugas polisi tersebut kembali duduk.

"Saya sudah menerima laporan atas kasus Wika. Bahkan menurut saksi mata, Wika di aniaya oleh 8 orang preman. Wika sempat meloloskan diri, tapi... Naas dia tertangkap. Bahkan saksi mata sempat mengambil Vidio pelecehan seksual kepada Wika, dari Vidio juga jelas terekam tindakan kekerasan, yang mengakibatkan Wika koma sampai sekarang", petugas perempuan itu diam sejenak, sebelum melanjutkan ucapannya, memberikan kesempatan kepada Candra dan Sinta untuk mencerna ucapannya.

"Saya dan rekan-rekan sudah berhasil menangkap semua pelaku. Sekarang saya butuh pihak keluarga untuk mengajukan laporan. Agar bisa langsung diproses", petugas polisi itu kembali menjelaskan tujuan dia datang menemui Candra dan Sinta.

"Mbak, Candra minta tolong. Hubungi pengacara saja untuk menyelesaikan masalah ini", Candra bicara pelan.

"Iya dek", Sinta mengangguk pelan.

"Baik kalau begitu, saya permisi", petugas polisi itu langsung berpamitan.

"Terima kasih buk", Sinta berterimakasih sebelum petugas polisi itu meninggalkan ruang lobi klinik.

Candra kembali masuk keuangan rawat inap Wika. Candra duduk disamping tempat tidur Wika.

Perlahan Wika mulai sadar.

"Candra...", Wika bicara lirih, suaranya terdengar begitu lemah.

"Kak Wika...", Candra berdiri, semakin mendekati Wika.

"Mbak panggil dokter", Sinta langsung berlari keluar ruangan.

Hanya selang beberapa menit kemudian, Sinta kembali bersama dokter. Dokter langsung memeriksa Wika.

"Can...", Wika berusaha meraih tangan Candra.

"Iya kak, Candra disini", Candra menggenggam erat jemari tangan Wika.

"Wika... Minta... Maaf...", Wika bicara terbata-bata.

"Kak Wika jangan bicara dulu", Candra bicara disela tangisnya.

***

Setelah sarapan, Erfly dan teman-temannya mulai merapikan perlengkapan mereka.

"Dek, kamu langsung pulang ke Garut...?", Gama bertanya disela pekerjaannya merapikan tenda.

"Iya bang, ada pekerjaan yang g'ak bisa Erfly tinggakkan", Erfly menjawab pelan, sambil tetap menikmati pemandangan danau gunung Tujuh.

"Kamu g'ak mau ke Sungai Penuh dulu, ketemu kak Vira dan bang Utama...?", Gama bertanya santai.

"Mau banget sebenernya bang, tapi... Pekerjaan ini g'ak bisa Erfly tinggal. InsyAllah nanti Erfly kesini lagi", Erfly mengucapkan janji.

Setelah semua selesai, Erfly dan teman-temannya bergerak perlahan menuruni gunung.

Cakya memilih menggendong Erfly di punggungnya. Cakya sengaja memilih berjalan santai, dan tertinggal dari teman-teman yang lain.

"Emang Cakya g'ak capek...?", Erfly bertanya pelan.

"Kamu dari dulu sama saja. Berat badannya g'ak nambah-nambah. Makan yang banyak, biar sehat, beratan dikit gitu badannya", Cakya mulai lagi dengan candaannya.

Erfly mencubit pundak Cakya karena merasa kesal.

"Aaauuu... Jatuh ntar", Cakya bicara setengah berteriak.

"Habis nya, kamu nyebelin", Erfly bicara kesal.

"Iya, maaf...", Cakya bicara pelan.

"Cakya...", Erfly bicara lirih.

"Hem...", Cakya bergumam pelan.

"Ntar malam, Erfly langsung balik ke Garut", Erfly bicara pelan.

Cakya spontan menghentikan langkahnya, begitu mendengarkan ucapan Erfly barusan.