webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

Kalau sampai nanti malam panasnya masih tidak turun juga, kita bawa kerumah sakit

"Assalamu'alaikum", ibu Cakya mengucap salam begitu masuk kedalam rumah.

Karena tidak ada yang merespon, ibu Cakya mencari kemana penghuni rumah. Ibu Cakya kaget saat membuka pintu kamar Cakya. Melihat Cakya baru saja membaringkan Erfly keatas tempat tidur, wajah Erfly pucat pasi, badannya mengeluarkan keringat dingin.

"Astagfirullah, Erfly kenapa...?", ibu Cakya menghampiri Erfly dengan cemas. Ibu Cakya meletakkan punggung tangannya keatas kening Erfly.

"Dia demam", ibu Cakya bergumam pelan. "Abang, bisa minta tolong ambil handuk kecil, terus air hangat tarok di baskom buat kompresan", ibu Cakya meminta tolong kepada Cakya.

Cakya tidak menjawab, Cakya langsung melangkah keluar kamar. Hanya dalam beberapa menit, Cakya kembali dengan membawa pesanan ibunya.

"Terima kasih bang", ibu Cakya menerima pemberian Cakya, dengan segera mengompres kening Erfly.

"Abang sudah makan...?", ibu Cakya bertanya, saat melihat putranya hanya mematung menatap Erfly.

Cakya menggeleng pelan.

"Abang makan dulu", ibu Cakya bicara pelan. "Gama juga, sekalian makan sama abang. Erfly biar mama yang rawat", ibu Cakya memberi perintah.

Gama langsung merangkul Cakya keluar kamar. Walaupun enggan, Cakya tidak protes, dan mengikuti Gama keluar kamar.

"Jangan terlalu khawatir, mungkin Erfly hanya kecapean. Pulang dari gunung, bukannya langsung istirahat, malah langsung kesini nemuin kamu", Gama berusaha menghibur Cakya, agar tidak terlalu khawatir.

Tidak bisa dipungkiri, sebenarnya Gama malah lebih khawatir dibandingkan Cakya. Notabene Gama yang jauh lebih paham bagaimana kondisi Erfly, Gama khawatir terjadi masalah dengan jantung Erfly seperti saat terakhir kali ke makam Asri.

"Walaupun Erfly itu kayak laki, tetap saja kamu harus ingat Erfly itu perempuan, g'ak seharusnya kamu kasar kayak gitu sama dia. Semuanya kan bisa dibicarakan dengan baik-baik", Gama memberi nasehat.

Cakya tidak bergeming sedikitpun.

Ibu Cakya keluar dari kamar Cakya. "Demam Erfly g'ak turun-turun, padahal sudah dikompres dari tadi. Bahkan dia g'ak sadar-sadar", ibu Cakya bicara cemas.

Cakya semakin panik sekaligus merasa bersalah. Akan tetapi Cakya tetap hanya terpaku diam membisu, tidak tahu harus berbuat apa.

Gama melangkah keteras samping rumah Cakya, Gama menelfon salah satu nomor yang ada di HPnya.

"Iya kenapa Gam...?", terdengar suara lelaki dari ujung lain telfon.

"Erfly pingsan, badannya panas, seluruh tubuhnya bermandikan keringat", Gama langsung menjelaskan keadaan Erfly.

"Dia habis ngapain...?", lelaki itu bertanya dengan ketenangan yang sama seperti biasanya.

"Kemarin dia naik gunung, baru pulang pagi ini", Gama kembali menjelaskan.

"Kompres dengan air hangat. Kalau sampai malam panasnya belum turun, bawa kerumah sakit. Ntar malam jadwal Alfa piket", lelaki itu memberi instruksi.

"Iya", Gama menjawab singkat.

"Semoga dia hanya kecapean", Alfa kembali menimpali.

"Terima kasih dok, Gama tutup dulu", Gama memutuskan hubungan telfon.

Gama menarik nafas panjang, berusaha menenangkan pikirannya kembali. Kemudian kembali masuk kedalam kamar Cakya.

Terlihat ibu Cakya mengganti kompres di kening Erfly.

"Masih belum sadar juga kak...?", Gama bertanya bingung, melihat mata Erfly yang masih terpejam.

"Belum,panasnya juga g'ak turun-turun. Mana keringatnya banyak banget, sampai bajunya basah semua lagi", ibu Cakya bicara panik.

"Kakak ganti aja bajunya, bentar Gama ambil tas Erfly dulu. Mana tahu masih ada baju bersih", Gama bergegas mengambil ransel Erfly yang ada di ruang tamu, kemudian kembali keluar kamar membiarkan ibu Cakya mengganti pakaian Erfly.

Cakya masih duduk mematung di meja makan.

"Makanan itu buat dimakan, bukan buat dipelototin doang", Gama menyikut lengan Cakya pelan.

Cakya tidak merespon, dia malah melepaskan sendok yang dipegang olehnya keatas piring.

"Semalam, Cakya lihat Erfly sama Elang. Mereka terlihat akrab, bahkan Elang menyelimuti Erfly dengan jaketnya. Terus... Elang nembak Erfly...", Cakya mulai angkat bicara tentang kejadian semalam.

"Terus...? Erfly jawab apa...?", Gama menyelidiki.

"Cakya g'ak tau, Cakya langsung pergi begitu mendengar Elang nembak Erfly", Cakya bicara apa adanya.

"Kamu ini, masih saja emosian, habis itu kepala batu lagi", Gama bicara pelan. Gama menggelengkan kepalanya perlahan. "Kurang-kurangin marah-marah kayak gitu, tanya yang jelas duduk persoalannya seperti apa", Gama memberi saran.

"Cakya terlanjur kecewa sama sikap Erfly", Cakya bicara lagi, mengeluarkan isi hatinya yang paling dalam.

"Kalau Erfly nerima Elang, wajar kamu marah kayak tadi. Ini... Erfly jawab apa juga belum jelas, kamu main emosi aja. Kasihan tau anak orang kamu bikin pingsan kayak gitu", Gama bicara pelan memberi pengertian.

"Assalamu'alaikum...", ayah Cakya muncul dari daun pintu.

"Wa'alaikumsalam", Cakya dan Gama menjawab bersamaan.

"Mama mana...?", ayah Cakya bertanya kepada Cakya.

"Kakak lagi di kamar Cakya, ngurusin Erfly, tadi tiba-tiba pingsan", malah Gama yang merespon pertanyaan ayahnya Cakya.

Ayah Cakya langsung mengetuk pintu kamar Cakya. Setelah mendapat izin untuk masuk. Ayah Cakya membuka pintu kamar Cakya perlahan.

Terlihat Erfly sedang bersandar dikepala tempat tidur. Ibu Cakya membantu Erfly untuk minum. Ayah Cakya menghampiri Erfly, kemudian meletakkan telapak tangannya ke kening Erfly.

"Kamu kenapa nak...?", ayah Cakya bertanya cemas.

Erfly tidak menjawab, malah melemparkan senyum pahit. Bibirnya terasa kering, bahkan sekujur tubuhnya terasa nyeri.

"Apa g'ak sebaiknya kita bawa Erfly kerumah sakit saja...?", ayah Cakya memberikan usulan.

"Erfly g'ak apa-apa pa, paling hanya butuh istirahat saja sebentar. Mungkin kecapean pulang ndaki", Erfly bicara lemah.

"Tapi... Panas kamu g'ak turun-turun dari tadi. Padahal udah berapa kali ganti kompresan", ibu Cakya malah protes kali ini karena merasa khawatir.

"Kalau sampai nanti malam panasnya masih tidak turun juga, kita bawa kerumah sakit", ayah Cakya memberikan jalan tengah.

Erfly tidak bisa membantah lagi ucapan ayah Cakya.

"Udah, kamu istirahat lagi nak", ibu Cakya membantu Erfly untuk kembali berbaring. Memastikan kalau Erfly sudah merasa nyaman dengan posisinya. "Kalau ada apa-apa, panggil mama ya, mama ada diluar", ibu Cakya bicara pelan, mengusap kepala Erfly dengan sayangnya.

Air mata Erfly malah keluar tanpa permisi.

Ibu Cakya langsung panik, "Kenapa nak...? Ada yang sakit lagi...?", ibu Cakya bertanya cemas.

"G'ak, Erfly hanya kangen nenek. Biasanya sakit begini, nenek yang selalu merawat Erfly", Erfly bicara pelan.

Ibu Cakya melemparkan senyuman terindahnya, ibu Cakya menghapus lembut air mata Erfly. "Kan ada kita disini yang jagain kamu nak. Ada mama, papa, Cakya, bahkan Gama", ibu Cakya bicara pelan, mengusap lembut pipi Erfly.

"Udah, Erfly istirahat. Biar cepat pulih", ibu Cakya bicara sesaat sebelum meninggalkan Erfly sendirian.

"Bagaimana keadaan Erfly kak...?", Gama melemparkan pertanyaan kepada ibu Cakya, begitu melihat ibu Cakya muncul dari kamar Cakya.

"Panasnya masih belum turun, sekarang dia lagi istirahat", ibu Cakya bicara pelan. Kemudian duduk di sofa ruang tamu.

***

Alfa tidak bisa konsentrasi lagi selama rapat berlangsung.

"Hei... Kenapa...?", Kahfi yang menyadari sikap aneh Alfa malah menyikut lengan Cakya.

"Alfa dapat kabar Erfly pingsan", Alfa bicara apa adanya.

"Terus... Keadaannya gimana sekarang...?", Kahfi bertanya cemas, malah membuat Alfa semakin panik.

"G'ak tahu, Alfa belum tenang kalau belum cek sendiri", Alfa bicara pelan. Alfa memijit pelan kepalanya yang mulai pening.

"Berdo'a saja, semoga tidak terjadi apa-apa sama Erfly", Kahfi berusaha menenangkan Alfa.

Terlihat jelas Alfa tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya. Kalau sudah berhubungan dengan Erfly, Alfa selalu disulap menjadi orang lain. Entah ilmu apa yang dimiliki bocah ingusan yang satu itu, selalu mampu menjungkir-balikkan dunia Alfa dengan sukses dalam sekejap mata.