webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

G'ak seharusnya anda seperti ini

Cakya tidak jadi kembali ketempat KKN, karena sudah sangat larut malam. Cakya memilih ke kosan Gama, karena tidak mau menganggu orang tuanya yang pasti telah tidur.

Cakya sengaja mematikan motornya saat mau memasuki pagar kosan, Cakya disambut dengan beberapa anak kosan yang masih asik bermain gitar pelan diteras rumah.

"Tumben kesini malam-malam bang, nyariin bang Gama...?", salah satu penghuni kos bertanya bingung saat Cakya telah berhasil memarkirkan motornya dengan sempurna.

Cakya hanya menggeleng pelan, "Adam di kamar...?", Cakya bertanya pelan, setelah melakukan tos dengan semua yang duduk diteras.

"Udah dari jam 9 tu anak masuk kamar bang", salah satu dari mereka menjawab pelan.

"Masuk dulu ya", Cakya langsung pamit, dan berlalu pergi menuju kamar Adam.

Adam adalah anak angkat Gama. Anak kecil yang dijumpainya menangis didepan toko, saat menemani Erfly membeli motor.

Karena merasa kasihan dengan anak kecil ini, Gama akhirnya memutuskan untuk mengadopsi anak ini. Menjamin semua kebutuhan anak kecil ini, sekarang sudah masuk tahun ketiga anak lelaki itu diasuh oleh Gama.

Adam anak yang baik, sopan, bahkan cenderung pendiam dan pemalu. Bahkan dia tidak banyak bicara, apalagi menuntut. Itu yang membuat Gama semakin menyayangi anak kecil ini, bahkan Gama sengaja meminta anak kecil itu untuk tinggal di kosan, agar bisa mengawasi kosan sekalian, selama Gama tidak ada ditempat.

Cakya membuka pintu kamar Adam dengan sangat perlahan, Cakya tidak mau menganggu tidur Adam.

Pemandangan yang pertama disuguhkan saat pintu terbuka, Adam sedang tertidur di meja belajarnya.

"Ya Allah ni bocah...", Cakya geleng-geleng kepala melihat Adam.

Cakya meletakkan tasnya asal. Kemudian dengan hati-hati mengangkat tubuh Adam, memindahkan keatas tempat tidur agar Adam bisa tidur dengan nyaman.

Kemudian Cakya dengan hati-hati menarik kasur yang ada dibawah tempat tidur Adam, Cakya berbaring merenggangkan ototnya yang mulai tegang.

Cakya menatap layar HPnya, menatap walpaper HPnya. Fotonya bersama Erfly saat di masjid, Cakya sengaja memotong Hendra yang juga ada di foto saat itu, sehingga hanya ada Cakya dan Erfly saja.

Cakya tersenyum lembut menatap layar HPnya, detik berikutnya Cakya sudah terlelap dalam tidur.

***

HP Gama berdering, Gama masih sibuk dengan laporan yang menumpuk dihadapannya. Karena hampir akhir bulan, Gama terpaksa lembur menyelesaikan laporan bulanan.

Setelah menekan tombol menerima telfon, Gama menempelkan HP didaun telinganya.

"Bang, ada Cakya disini", terdengar suara lelaki dari ujung lain telfon.

"Cakya...? Sudah lama...?", Gama bertanya bingung, karena merasa tidak ada janji apa-apa dengan Cakya.

"Barusan aja nyampe. Tadi di tanya nyariin abang, dia bilang g'ak", lelaki di ujung lain telfon kembali melanjutkan ucapannya.

"Terus dimana dia sekarang...?", Gama bertanya pelan.

"Masuk ke kamar Adam, katanya mau istirahat", lelaki di ujung lain telfon menjawab apa adanya.

"Biarin aja, InsyAllah bentar lagi aku pulang", Gama memberikan perintah sebelum menutup sambungan telfon.

Sudah seperti alaram, Cakya terbangun saat mendengar suara azan subuh.

"Astagfirullah...", Adam yang baru melek matanya kaget melihat ada Cakya disampingnya.

Cakya memijit kepalanya pelan karena terasa sedikit pusing.

"Bang Cakya kapan datang...?", Adam bertanya polos.

"Semalam", Cakya menjawab malas, masih tetap memijit kepalanya pelan.

Terdengar suara ketukan pintu, sesaat kemudian Gama muncul dari balik pintu.

"Wudhu dulu, kita ke mushala bareng-bareng", Gama memberi perintah.

"Iya...", Cakya dan Adam menjawab kompak.

Cakya, Gama, Adam dan beberapa anak kos beriringan berjalan kaki ke mushala. Karena hanya berjarak 5 rumah saja dari tempat kosan.

Setelah sholat subuh berjamaah, penghuni kosan langsung menuju kamar masing-masing bersiap untuk kegiatan masing-masing. Sedangkan Adam diminta Gama membeli sarapan, Gama sengaja duduk di teras rumah sembari menunggu Adam membeli sarapan.

Cakya ikut duduk dibangku tidak jauh dari Gama. Kemudian meraih rokok yang ada diatas meja.

"Tumben kamu kesini malam-malam...?", Gama bertanya disela hisapan rokoknya.

"Kemalaman pulang dari kampus, kasian orang rumah kalau dibangunin", Cakya menjawab sekenanya.

Gama mengangguk pelan.

"Gimana proposal kamu...?", Gama mengalihkan topik pembicaraan, mencari celah dimana dia bisa mengorek informasi kenapa Cakya tiba-tiba muncul di kosan tengah malam.

"Udah Acc kali Om. Sekarang lagi garap skripsi", Cakya menjawab malas.

"Gerak cepat ni bocah", Gama tertawa renyah.

"Baik juga bu Nanya, kata anak-anak tu dosen kiler abis", Gama nyeletuk asal.

"Cakya ganti pembimbing Om", Cakya menjawab lirih.

"Lha... Kok bisa...? Bukannya kamu selama ini bimbingan sama bu Nanya...?", Gama menyerbu Cakya dengan pertanyaan.

"G'ak apa-apa sih. Cari suasana baru aja", Cakya menjawab sekenanya.

***

Terdengar suara ketukan pintu, "Masuk", Erfly menjawab setengah berteriak.

Alfa muncul dari balik daun pintu.

"Dek...", Alfa bicara lirih.

Dadanya terasa panas melihat keadaan Erfly, terlihat kantung mata yang sangat jelas, menandakan dia kurang tidur akhir-akhir ini. Wajahnya bahkan pucat, bahkan dari Salwa dan Nadhira, Alfa mendapat kabar kalau Erfly tidak keluar dari ruang kerjanya hampir 40 jam.

Erfly masih sibuk membuka file yang ada dihadapannya saat ini.

Alfa mendekati Erfly, kemudian menutup berkas yang ada dihadapan Erfly dengan lembut.

"Ko... Erfly belum kelar", Erfly protes.

"Kamu bukan robot dek, kamu perlu istirahat. Bahkan kata mbak Salwa kamu belum makan dan tidur sama sekali dari kemarin", Alfa bicara pelan menghiba.

"Erfly... Baik-baik aja Ko", Erfly bicara pelan, berusaha keras menghindari kontak mata langsung dengan Alfa.

"Baik apanya...", Alfa langsung menarik dagu Erfly, sehingga Erfly dipaksa menoleh menatap kearah Alfa.

"Kamu pucat, kantung mata kamu juga itu. Dek... Kamu itu butuh istirahat, tubuh kamu juga g'ak akan kuat kamu paksa kerja terus kayak gini", Alfa bicara lembut.

"Kamu kenapa sih dek...?", Alfa langsung bertanya keintinya.

"Erfly g'ak apa-apa ko, ada kerjaan yang g'ak bisa Erfly tunda aja", Erfly berusaha menghindar.

Erfly kembali ingin membuka berkas yang ada dihadapannya, kali ini Erfly kalah cepat dari Alfa.

"G'ak dek. Sebelum kamu sarapan", Alfa menuntut.

Erfly tidak bisa berbuat apa-apa lagi selain mengikuti kemauan Alfa. Erfly meraih kruknya yang terletak tidak jauh darinya, akan tetapi belum juga dia berdiri sempurna, tubuhnya roboh tidak sadarkan diri.

***

Cakya terpaksa kekampus, karena ditelfon dosen pembimbing untuk mengambil revisi.

Sesegera mungkin Cakya berniat agar segera pergi dari kampus, Cakya tidak ingin bertemu dengan bu Nanya.

Akan tetapi, saat Cakya baru saja mengeluarkan kunci motor dari dalam saku celananya. Tangan Cakya sudah ditarik oleh seseorang menuju ketempat yang agak sepi.

"G'ak seharusnya anda seperti ini", Cakya bicara dingin, tidak ada lagi tatapan simpati atau kasihan kepada perempuan yang ada dihadapannya saat ini.

"Aku mau ngomong", perempuan yang menarik tangan Cakya bicara menghiba.

"Sayangnya, udah g'ak ada lagi yang mau Cakya omongin buk", Cakya membalas sengit.

"Aku hanya butuh kepastian", bu Nanya kembali menghiba dengan tangis yang membanjiri pipinya.

"Kepastian apa...? Antara kita hanya sebatas mahasiswa dan dosen. Kepastian seperti apa yang anda inginkan...?", Cakya menjawab dengan nada frustrasi.

Kelemahan Cakya dari dulu adalah melihat air mata.

"Tapi... Aku suka sama kamu, sejak pertama aku melihat kamu dikampus ini", bu Nanya bicara terus terang mengungkapkan perasaannya.

Cakya tertawa frustrasi menghadapi bu Nanya.

"Cakya udah punya tunangan. Kita berencana menikah awal tahun, itu yang membuat Cakya mati-matian harus lulus tahun ini", Cakya bicara jujur tidak menahan dirinya lagi.

Bu Nanya tidak merespon, tatapannya kosong mendengarkan penolakan yang disampaikan oleh Cakya.

Rasa malu yang harus segera ditelannya mentah-mentah, apa yang harus dia lakukan untuk kedepannya, apa dia akan sanggup menghadapi Cakya dimasa yang akan datang.