webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

Candra takut...

Rumah dinas Walikota yang semula penuh topeng kebahagiaan, sekarang berganti menjadi rumah besar yang menyeramkan. Ruang tamu sudah penuh dengan serpihan barang pecah belah dimana-mana.

Diatas kursi ruang tamu duduk seorang wanita setengah baya dengan muka kusut, bahkan mukanya kusam dengan jejak air mata yang terus mengalir, matanya lebam karena terlalu banyak menangis. Tidak ada yang berani mendekati wanita itu.

Pak Wiratama melangkah perlahan mendekati wanita itu, tangannya mengusap sayang kepala wanita kesayangannya.

"Candra... ", wanita itu mengadu disela tangisnya.

" Iya, sabar ma, papa lagi berusaha mengeluarkan Candra secepatnya", pak Wiratama berusaha menenangkan istri tercintanya.

"Sampai kapan dia harus mendekam dalam penjara? Ini sudah hari kedua, dia tidak pernah hidup susah. Mama tidak bisa membayangkan dia tidur hanya dialasi tikar", istri pak Wiratama semakin meradang.

"Papa sudah bicara dengan pengacara papa, Candra masih dalam proses ma... ", pak Wiratama bicara pelan.

" Sampai kapan...?! ", wanita itu kembali meradang, melempar vas bunga yang ada disampingnya, vas bunga keramik mendarat didinding dan menjadi pecahan-pecahan yang bertebaran. Menambah seram suasana ruang tamu.

Pak Wiratama merangkul erat istrinya, tangianya tidak bisa ditahan lagi. Hatinya hancur melihat wanita pujaannya seperti mayat hidup.

***

Erfly menutup Al-qur'annya, masih dengan memakai mukena lengkap Erfly duduk di kursi disamping tempat duduk Cakya.

Cakya terbangun dan menatap Erfly, senyumnya langsung menghiasi bibirnya. "Erfly g'ak pulang...?", Cakya bertanya pelan saat melihat jam didinding menunjukkan pukul 07.00 malam.

"Erfly nunggu mama", Erfly bicara pelan.

"Hem... ", Cakya mengungam pelan.

"Cakya butuh sesuatu...? ", Erfly bertanya lagi.

Cakya menggeleng pelan. "Udah ada Erfly disini, Cakya g'ak butuh apa-apa lagi", Cakya nyengir kuda.

Erfly langsung mencubit lengan Cakya, "Apaan sih?", Erfly salah tingkah.

"Cakya serius", Cakya bicara lagi, Cakya menggenggam tangan Erfly, matanya malah menatap dalam jauh menembus bola mata Erfly.

Jantung Erfly berdetak lagi, dadanya terasa panas seakan jantungnya mau berontak keluar. "Ya Allah, jantung ku...", Erfly membatin.

Cakya mendekatkan wajahnya kehadapan Erfly, satelah hidung mereka beradu, Cakya malah beralih ketelinga kiri Erfly. "Nafas neng", Cakya berbisik pelan.

Erfly langsung mendorong Cakya hingga terbaring dikasur, "Jail amat sih!!!", gerutu Erfly.

Cakya malah tertawa terbahak-bahak melihat reaksi lucu Erfly. Cakya meraih remot TV, kemudian menghidupkannya agar bisa mencairkan suasana.

"Mama udah balik berapa lama...? ", Cakya bertanya lagi mengalihkan emosi Erfly.

Erfly beranjak melipat kembali mukenanya, "Habis ashar, ngeliat Cakya tidur. Mama pulang dulu diantar papa, katanya sekalian mau lihat Wulan dan Tio", Erfly menjelaskan.

"Gama...? ", Cakya bertanya lagi.

" Jagain toko, katanya bingung kalau bengong disini. Males ngeliat muka Cakya yang jelek", Erfly mulai dengan candaannya.

"Emang jelek sih... ", Cakya pura-pura sedih.

" Em... Erfly cuma becanda kok", Erfly meralat kembali ucapannya.

"Cakya tau", Cakya menjawab santai sambil menatap Erfly, melemparkan senyum manisnya.

Erfly kembali mencubit lengan Cakya karena kesal.

"Besok Cakya mau lapor kepala perawat... ", Cakya tiba-tiba mengganti topik pembicaraan.

"Apaan? ", Erfly bertanya bingung.

" Mau ganti suster yang lebih baik, yang g'ak suka nyiksa pasiennya kayak Erfly", Cakya menjawab dengan muka serius.

Erfly kembali mencubit lengan Cakya sebelum beranjak mengambil air hangat didispenser. Cakya hanya menatap lurus kearah TV, walaupun pikirannya merajalela entah dimana rimbanya.

***

" Assalamualaikum ", ibu Cakya langsung berlari menuju arah pintu begitu mendengar suara salam." Wa'alaikumsalam... ", ibu Cakya menjawab pelan.

" Maaf buk, saya Ardi... ", lelaki berbadan tegap itu memperkenalkan dirinya.

" Silakan duduk ", ibu Cakya mendahului Ardi duduk di ruang tamu.

" Iya, terimakasih bu", Ardi bicara sungkan, kemudian duduk dikursi terdekat yang bisa digapainya.

"Ada apa ya nak Ardi...? ", Ibu Cakya bertanya bingung, karena merasa belum pernah bertemu dengan Ardi sebelumnya.

" Saya kesini, mau mengembalikan motor Cakya. Kata pak Lukman langsung dibawa kesini saja", Ardi menyerahkan kunci motor Cakya.

"Oh...ya. Jadi berapa semuanya...? ", Ibu Cakya bertanya lagi.

" Semua sudah diselesaikan oleh pak Lukman bu, kata bapak sebagai ucapan terima kasih karena Cakya telah dengan berani menolong putrinya. Beliau tidak tahu bagaimana nasib putrinya kalau tidak ada Cakya hari itu", Ardi menjelaskan panjang lebar.

"Baik kalau begitu saya permisi bu, ditunggu teman dibawah", Ardi mohon diri.

"Lho... Kok buru-buru, saya belum siapkan minum atau makanan kecil ini", ibu Cakya merasa tidak enak hati.

"Tidak apa-apa bu, saya sudah ditunggu di bawah ", Ardi menjelaskan lagi.

" Sampaikan ucapan terimakasih kami sekeluarga kepada pak Lukman ", ibu Cakya bicara dengan sungguh-sungguh.

" Pasti. Mari bu, saya permisi. Assalamualaikum ", Ardi bicara sebelum pergi.

" Wa'alaikumsalam ", ibu Cakya menjawab pelan sebelum menutup pintu kembali.

***

Di ruangan khusus polres, pak Wiratama dan istrinya duduk dengan gelisah menunggu kedatangan anaknya.

Seketika pintu terbuka, seorang lelaki berumur 18 tahun berlari menyerbu kepelukan ibunya. "Candra takut...", lelaki itu meraung seperti anak kecil yang direbut mainannya. Ibunya tak kalah histeris memeluk anaknya dengan air mata yang bercucuran.

"Pa, Candra mau pulang... ", lelaki itu merengek memohon belas kasihan ayahnya.

" Papa sedang berusaha mengeluarkan kamu dari sini, kamu sabar sebentar ", pak Wiratama menjawab permintaan anaknya pelan.

" Tapi... Candra mau pulang sekarang, Candra g'ak mau disini ", Candra kembali merengek.

HP pak Wiratama berbunyi. Dia segera berjalan kesudut ruangan mengangkat telfon.

" Ada apa... ", pak Wiratama bicara kesal.

" Maaf pak, ada sedikit masalah", suara lelaki diujung telpon bicara ragu.

"Kenapa...? ", pak Wiratama bertanya gusar.

"Kasus Candra sudah naik, jadi kita tidak bisa melakukan penangguhan hukuman. Kita harus menunggu keputusan sidang", lelaki itu bicara pelan.

"Sampai kapan anak saya harus dipenjara...?",pak Wiratama mulai geram.

"Jadwal sidang pertama minggu depan pak", lelaki itu bicara tercekat.

Pak Wiratama langsung membanting HP-nya tanpa ampun, HP-nya langsung pecah berantakan dilantai. Pak Wiratama memukul dinding kesal atas berita yang disampaikan oleh pengacaranya.

Seorang petugas polisi masuk kedalam ruangan. "Maaf pak, saya harus membawa Candra kembali ke sel", petugas lelaki itu bicara kata perkata.

"Mama... Candra mau pulang... ", tangis Candra kembali pecah.

"Pa, lakukan sesuatu", istri pak Wiratama mulai gusar melihat tangan anaknya dipasangi borgol dan diseret keluar.

"Jangan bawa anak saya...!!! ", istri pak Wiratama berteriak histeris menahan petugas membawa Candra kembali ke sel tahanan.

" Maaf nyonya, jangan mempersulit saya. Anda saya kasih dispensasi bisa bertemu Candra diluar jam besuk saja, itu sudah lebih dari cukup sebagai bentuk penghormatan saya terhadap nyonya dan pak Walikota ", lelaki itu kemudian menyeret Candra yang dilepas dengan tangis memilukan ibunya.

" Pa... ", istri pak Wiratama berbalik menatap suaminya.

" Kita pulang sekarang", pak Wiratama bicara pelan.

"Papa tega meninggalkan Candra sendiri disini...? ", istri pak Wiratama meradang.

"Keadaan saat ini sedang sulit, mama jangan nambah masalah buat papa lagi", pak Wiratama menghardik istrinya.

***

Pak Lukman duduk bersandar dibangku ruangannya, Ardi masuk menghampiri pak Lukman setelah mendapat izin dari pak Lukman.

"Duduk Di", pak Lukman bicara santai, kemudian melemparkan senyuman kepada Ardi. Karena sudah malam, pangkalan kosong, hanya beberapa orang saja yang sedang bertugas berjaga-jaga diluar. Makanya pak Lukman bisa bersikap santai kepada bawahan kesayangannya ini.

"Makasih om", Ardi bicara pelan. Kemudian duduk tepat dihadapan pak Lukman.

"Ada apa...? ", pak Lukman bertanya langsung keintinya, karena tahu tipe Ardi. Dia tidak akan menghadap kalau tidak ada hal yang begitu mendesak untuk dilaporkan.

"Saya sudah mengantarkan motor Cakya sesuai perintah om"

"Oh... Iya, saya hampir lupa soal motor Cakya. Terima kasih Di"

"Saat Ardi kembali dari rumah Cakya, Ardi melihat ada 2 orang yang mencurigakan. Ardi dan Devi berusaha mengejar mereka, tapi... Maaf om, Ardi kehilangan jejak. Ardi curiga itu orang suruhan pak Wiratama, yang diminta memata-matai keluarga Cakya "

" Perketat keamanan disekeliling keluarga Cakya, saya tidak mau ada kesalahan sebelum sidang"

"Ada masalah kecil Om"

"Apa...? "

" Saat melakukan pengejaran... Selain kehilangan jejak mereka, Ardi... Juga kehilangan Devi ", Ardi tertunduk, tidak berani menatap mata atasannya kali ini.