webnovel

Cakya

Cakya yang terkenal dingin, dan jarang bicara. Seketika dunianya berubah ketika dihadapkan dengan gadis pindahan dari luar kota. Ada apa dengan gadis ini...? Mengapa dia sanggup menjungkirbalikkan dunia Cakya yang damai.?

33nk · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
251 Chs

Ada masalah sedikit

Cakya memutuskan untuk kembali ke hotel, setelah memastikan Erfly telah tidur dengan nyaman dikamarnya.

"Teh... Kalau ada apa-apa telfon Cakya", Cakya bicara pelan sebelum pergi.

"Kamu g'ak nginap saja di vila sebelah...?", Nadhira kembali menawarkan.

"Cakya harus kembali ke hotel, karena besok pagi-pagi Cakya harus mengantarkan Candra kebeberapa tempat", Cakya menolak dengan halus.

"Ya udah, kamu hati-hati", Nadhira enggan melepaskan kepergian Cakya.

"Assalamu'alaikum...", Cakya mengucap salam sebelum berlalu pergi.

"Wa'alaikumsalam", Nadhira bicara lirih sembari menutup pintu.

"Mbak...", Nadhira mencari Salwa.

"Iya...", Salwa muncul dari arah ruang cuci.

"Nadhira boleh minta tolong dibuatkan mie goreng dan teh hangat mbak...?", Nadhira bertanya sopan.

"Baik", Salwa mengangguk patuh.

"Ntar minta tolong anterin ke ruang kerjanya Ilen ya mbak, Nadhira ada kerjaan yang harus diselesaikan", Nadhira kembali menambahkan permintaannya.

"Baik", Salwa mengangguk patuh untuk yang kedua kalinya.

"Terima kasih mbak", Nadhira berlalu pergi menuju ruang kerja Erfly.

Nadhira menghabiskan malam dengan berkas yang ada dihadapannya, sesekali Nadhira meraih telfonnya dan menghubungi beberapa orang. Tanpa sadar azan subuh sudah berkumandang.

"Astagfirullah... Udah subuh...?", Nadhira mengusap kasar mukanya.

Nadhira memutuskan untuk keluar dari ruang kerja Erfly, berniat untuk menuju mushala melakukan sholat subuh. Akan tetapi langkah Nadhira terhenti karena melihat sosok yang tidak biasa sedang memasak di dapur.

"Cakya...?", Nadhira bertanya lembut.

"Pagi teh...", Cakya bicara disela senyumnya, kemudian kembali fokus kepada masakannya.

"Kamu sudah dari tadi disini...?", Nadhira bertanya bingung.

Cakya hanya tersenyum menjawab pertanyaan Nadhira, kemudian menata masakannya diatas meja makan.

Erfly keluar dari kamar dengan menggunakan kruknya, "Cakya...?!", Erfly bertanya bingung, melihat Cakya yang sedang sibuk mencuci peralatan masak.

"Kok bisa disini...? Mbak Salwa mana...?", Erfly melirik kiri kanan.

Cakya melangkah menghampiri Erfly setelah menyelesaikan pekerjaannya, Cakya meletakkan telapak tangan kanannya diatas kening Erfly.

"Alhamdulillah udah g'ak panas lagi, muka Erfly juga udah g'ak pucat lagi", Cakya bicara lega.

Erfly meraih tangan Cakya, kemudian menempelkan telapak tangan kanan Cakya ke pipi kirinya. Telapak tangan Cakya yang panjang berhasil menutup setengah muka Erfly.

"Erfly baik-baik saja", Erfly bicara lembut, melemparkan senyuman terbaiknya.

"Erfly udah wudhu...? Kita sholat subuh berjamaah, habis itu sarapan. Cakya harus kembali lagi ke hotel, Candra harus pergi pagi-pagi", Cakya menjelaskan panjang lebar.

Erfly tidak protes, langsung melangkah menuju mushala. Nadhira menyusul dibelakang, sedangkan di dalam mushala sudah menunggu Salwa yang sedang khusuk membaca Al qur'an.

***

Candra segera terbangun saat mendengar suara HPnya berdering.

"Assalamu'alaikum...", suara berat khas orang bangun tidur terdengar dari Candra begitu buka suara.

"Wa'alaikumsalam... Bagaimana kabar kamu dek...?", terdengar suara perempuan dari ujung lain telfon.

"Alhamdulillah baik mbak. Candra kesiangan ini, untung mbak telfon, Candra belum subuh", Candra bicara pelan, sambil memijit kepalanya ringan.

"Ya sudah kamu subuh dulu, ntar mbak telfon lagi", perempuan dari ujung lain telfon bicara lembut, kemudian langsung mengakhiri hubungan telfon.

Candra segera menuju kamar mandi untuk wudhu, kemudian melakukan sholat subuh.

Candra meraih HPnya setelah merapikan sajadah, "Assalamu'alaikum... Candra kira Cakya masih tidur....", Candra bicara sungkan.

"Wa'alaikumsalam, Cakya lagi diluar, Candra berangkat jam berapa...?", Cakya langsung balik bertanya.

"InsyAllah jam 8-an lah, soalnya udah janji jam 9 sama pimpinan cabangnya", Candra menjelaskan agendanya hari ini.

"InsyAllah jam 7 Cakya udah di hotel", Cakya memberikan janji.

"Iya, santai aja, Assalamu'alaikum", Candra bicara sungkan.

"Wa'alaikumsalam...", terdengar suara telfon diakhiri dari ujung lain telfon.

***

Cakya segera pamit setelah sarapan selesai.

"Maaf mbak, g'ak bantu beresin kekacauan dimeja", Cakya bicara pelan kepada Salwa, sesaat sebelum meninggalkan meja makan.

"Ndak apa-apa mas, sudah tugas saya. Ndak perlu sungkan", Salwa bicara dengan sopan.

"Cakya pergi ya, udah ditunggu sama Candra", Cakya bicara lembut kepada Erfly.

Erfly hanya mengangguk pelan, "Hati-hati", Erfly mengingatkan.

"Assalamu'alaikum", Cakya mengucap salam sebelum berlalu pergi.

"Wa'alaikumsalam", semua yang ada di ruangan menjawab hampir bersamaan.

Erfly memutuskan untuk masuk kedalam ruang kerjanya, saat membuka pintu ruang kerjanya, tatapannya langsung tertuju kepada meja kerjanya yang penuh berkas berantakan.

Erfly tidak memberi komentar, dia tahu kalau sedang ada masalah di perusahaan. Nadhira bergegas merapikan berkas yang ada di atas meja kerja Erfly.

"Ada apa teh...?", Erfly bertanya dengan nada paling rendah, setelah duduk dikursi kebesarannya.

"G'ak apa-apa, hanya melihat laporan penjualan", Nadhira berusaha menghindar.

Erfly menarik kasar berkas yang ada dihadapannya sebelum Nadhira sempat merapikan. Erfly membaca berkas yang ada dihadapannya dengan tatapan datar.

"Ada masalah sedikit", Nadhira bicara pelan.

"Ada apa...?", Erfly bertanya pelan, menatap lekat wajah Nadhira yang penuh keraguan.

Nadhira menjilati bibirnya yang terasa kering, "Em...", Nadhira bergumam ragu.

Erfly menatap wajah Nadhira penuh tanya.

"Proyek perumahan yang di Palembang ada sedikit kendala", Nadhira bicara dengan nada paling rendah.

Erfly menyilangkan kedua lengannya didada, kemudian menyandarkan punggungnya ke punggung kursi.

Nadhira menggigit bibirnya pelan sebelum melanjutkan ucapannya, "Kita kecolongan", Nadhira bicara pelan.

"Maksudnya...?", Erfly bertanya bingung, tidak mengerti dengan apa yang ingin dikatakan oleh Nadhira sebenarnya.

"Kita sudah menandatangani kontrak dengan pihak yang bersedia mengisi furnitur rumah. Sebelumnya kita juga kerjasama untuk yang Jambi sama mereka, dan... Tidak ada masalah. Tapi...", Nadhira tidak melanjutkan ucapannya.

"Tapi...?!", Erfly mengejar jawaban, mulai tidak sabar dengan penjelasan Nadhira yang berbelit-belit.

"Tapi... Kali ini mereka minta di bayar 70% dimuka, karena sebelumnya tidak ada masalah, pihak cabang mengiakan. Dan... Setelah uang ditransfer, mereka tidak bisa dihubungi sampai hari ini. Padahal... Sudah ada 10 pembeli yang akan menempati rumah itu lusa, mereka sudah melakukan pelunasan cicilan pertama", Nadhira bicara dengan suara tercekat.

"Berapa total kerugian...?", Erfly langsung bertanya keintinya.

"Em... Kalau ditotalkan, mencapai 3M", Nadhira bicara dengan nada paling rendah.

Erfly meraih HPnya kemudian menelfon seseorang, hanya menunggu beberapa saat untuk telfon diangkat.

"Erfly butuh bantuan, Erfly minta tolong dicarikan seseorang, sebentar lagi Erfly kirim filenya", Erfly bicara dingin.

Nadhira langsung gemetar ketakutan, Nadhira tidak tahu pasti siapa yang baru saja ditelfon oleh Erfly. Akan tetapi, yang Nadhira tahu, hanya butuh waktu singkat untuk Erfly bertemu dengan orang yang membuat masalah dengan perusahaan Erfly saat ini.

Erfly kembali meraih HPnya, mengetik beberapa kata sebelum mengirimkan kepada seseorang.

"Teteh telfon pimpinan cabang yang di Palembang. Ilen sudah minta teman Ilen untuk memasukkan furnitur ke perumahan, minta pimpinan cabang disana pastikan tidak ada komplen dari pembeli. Apalagi pembatalan pembelian", Erfly bicara dingin.

"Baik", Nadhira mengangguk patuh.

"Setelah semua ini selesai, pecat orang yang merekomendasikan kerjasama kemarin", Erfly memberi perintah tanpa ampun.

"Maaf Len, maksudnya... Pimpinan cabang Jambi dan direktur pemasaran Palembang...?", Nadhira bertanya dengan tidak percaya.

"Perlu Ilen ulang perintahnya...?", Erfly balik bertanya dingin.

"G'ak, saya mengerti. Kalau begitu saya permisi", Nadhira mohon diri, langsung berlalu dari hadapan Erfly.

Itulah Erfly yang sebenarnya, saat ada yang menyakitinya, langsung dihabiskan sampai keakarnya. Apalagi kali ini, bukan hanya Erfly yang dirugikan, melainkan kerugian itu bisa memengaruhi jalannya perusahaan. Ribuan karyawan beserta keluarganya ada di bawah tanggung jawabnya sebagai pimpinan perusahaan.