webnovel

Penguasa

Kedua matanya menatap takjub pada rumah megah yang ada di hadapannya saat itu

"Apa benar ini rumahnya? pantas saja jika bekerja di sini bisa mendapatkan upah sebanyak itu."

Perlahan gadis itu berjalan mendekati pos penjaga dan bertanya apakah Ibu dan Bapak Pradipta sedang ada di rumah. "Permisi Pak, maaf apa ini benar kediaman keluarga Pradipta? apakah beliau ada di dalam?" tanya Alleta sopan seraya tersenyum ke arah pria paruh baya tersebut.

Penjaga rumah pun membalas senyumannya dengan ramah, "Benar ini rumah Bapak Pradipta, Mbaknya ini ada perlu apa ya?"

"Saya Alleta temannya mas Yudha, ingin bertemu dengan beliau dan sudah membuat janji sebelumnya."

Pria dengan nama Daniel itu mengangguk paham, "Mbak Alleta, sudah ditunggu Bapak sedari tadi. Mari saya antarkan ke dalam." ujarnya meminta Alleta untuk mengikutinya.

Bibir gadis itu tak dapat mengatup saat melihat betapa megahnya rumah milik keluarga Pradipta. Jika dilihat dari luarnya saja sudah sangat mewah apalagi jika melihat isi di dalamnya.

Dari area masuk terdapat taman mini menuju rumah utama, tanaman itu juga disusun secara simetris membuatnya tampak indah dari kejauhan.

Teras utamanya berada di lantai 2 yang terdapat sebuah kursi teras dengan warna cat dinding eksterior.

Rumah itu sendiri didominasi oleh warna putih dengan tambahan aksen biru pada bingkai jendela dan pintu sehingga membuat rumah tersebut tampak sangat menawan.

Alleta tidak tahu sampai kapan ia melangkah dan mengikuti penjaga tersebut, rumah tersebut sangat luas meskipun dirinya mencoba mengingatnya tetap saja ia akan tersesat jika pulang sendiri apalagi banyak sekali pintu pada rumah itu.

"Permisi Bapak, Ibu. Ini mbak Alleta." Alleta menatap ke dua insan yang sedang menatapnya lekat. Tunggu dulu, sepertinya gadis itu pernah melihat mereka?

Astaga. Mereka adalah sepasang suami-istri yang membuatnya kehilangan pekerjaan dan sialnya Alleta sangat mengingat wanita itu, wanita yang memarahinya habis-habisan tempo hari.

"Kamu bisa pergi Niyel." ujar pria itu memerintah.

"Baik Pak, saya permisi."

"Saya tinggal ya mbak." Alleta hanya bisa mengangguk pelan lalu mengucapkan terima kasih tanpa suara kepadanya.

"Silahkan duduk." pinta pria yang diyakini Alleta adalah Pradipta.

Alleta sendiri tak pernah menyangka bahwa akan bertemu dengan mereka lagi. Dirinya pikir Pradipta berusia lanjut ternyata lebih muda dari yang ia bayangkan. 

"Silahkan duduk." ujar Pradipta lagi.

Belum sempat gadis itu mendudukan dirinya di sofa yang ditunjuk oleh Pradipta, sang istri menginterupsi pergerakan Alleta, "Kamu yang di resto itu kan?"

"Mas aku tidak sudi jika wanita ceroboh ini yang akan menjadi ibu pengganti untuk anakku." ungkapnya yang membuat Alleta termangu.

Ibu pengganti? apa maksudnya?

Pradipta pun menoleh ke arah sang istri, terdengar suara helaan nafas dari pria itu. "Duduk, aku belum selesai bicara." katanya dengan wajah yang dingin.

Sang istri hanya bisa mendecih kasar dan  terpaksa menuruti kemauan suaminya.

"Alleta Anjani Wijaya." saat nama lengkapnya disebut, sontak Alleta menoleh ke arahnya. Dari mana dia tahu nama lengkap gadis itu?

"Tidak perlu terkejut, saya dan istri saya tahu semua tentang kamu, di mana kamu tinggal, dan dengan siapa kamu tinggal."

Mata cantik Alleta melebar mendengar penuturan darinya, apa mau mereka sebenarnya?

"Kamu dan Juna tinggal di tengah Kota dan menyewa salah satu rumah di sana. Kamu tak melanjutkan kuliah Magistermu dan hanya adikmu yang calon dokter kandungan yang masih kuliah. Kamu bekerja keras untuk membiayai kuliah adikmu dan membiayai hidup kalian. Apa itu cukup untuk membuatmu terkejut, Alleta?"

Gadis yang sedang kebingungan pun menatap pria itu tanpa berkedip, masih dilanda penasaran mau apa sebenarnya pria itu dengannya?

"Mas..."

"Diam... aku tidak membutuhkan saran darimu. Kamu sendiri yang menginginkan ini, jadi pilihan tetap ada padaku dan jangan mencoba untuk merusak rencananya."

Astaga, pria itu sungguh terlihat sangat arogan di mata Alleta terlebih gadis itu tidak tahu apa yang mereka inginkan terhadap dirinya.

"Saya tahu jika kamu tidak memiliki pekerjaan dan saya tahu masih banyak biaya yang kamu butuhkan untuk Juna dan untuk membayar uang sewa rumah. Iya kan?" matanya menelisik kedua mata Alleta, seakan dia sedang menyombongkan diri bahwa apa yang dia ucapkan itu benar adanya. Alleta hanya memilih diam, masih mencerna apa yang akan pria ini katakan selanjutnya.

"Saya akan memenuhi semua kebutuhanmu dan adikmu, saya akan membuat hidupmu lebih mudah jika kamu mau menuruti semua keinginan saya. Cukup ikuti semua perintah saya maka hidupmu akan berubah dan tak akan kekurangan apapun. Bukankah kamu ingin melihat adikmu menjadi dokter yang sukses?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.

Sosok pria bernama Jeffrian Aditya Pradipta itu terlihat sangat berkuasa. Alleta memiliki firasat yang tak baik untuknya dan juga adiknya.

"Tapi... semua itu tidak gratis. Saya memberikan semuanya dengan satu syarat."

Kedua alis Alleta terangkat mendengar penuturan Pradipta. "Syarat apa yang bapak maksud?" tanyanya pada akhirnya.

"Sewakan rahimmu untuk mengandung dan melahirkan anak saya." ungkap pria itu tanpa ragu.

Alleta menatap tak percaya kepada pasangan suami-istri itu. Bisa-bisanya mereka meminta dirinya untuk menyewakan rahimnya kepada mereka.

Mereka tidak bisa sesukanya berbuat seperti ini, mereka punya hak apa atas diri gadis itu? Apa mereka tidak berpikir jaman semakin canggih? mereka bisa mencoba berbagai cara agar memiliki anak, ditambah mereka memiliki banyak uang.

Dari pada harus mengeluarkan uang untuk membayar Alleta, mereka bisa ikut beberapa program bukan? bayi tabung misalnya, mengapa harus meminjam rahim orang lain? apakah rahim istrinya bermasalah?

Tanpa rasa takut gadis itu menatap Pradipta dan mengucapkan kalimat penolakan dengan lantang dan tanpa ragu sedikitpun, "Saya tidak berminat. Permisi."

Pergerakannya terhenti saat Pradipta mencoba untuk mengancamnya. "Saya beri kamu waktu untuk berpikir, Kalau kamu masih menolaknya, jangan salahkan saya jika adik kesayanganmu itu di Drop Out dari kampusnya sampai tidak ada kampus yang mau menerimanya lagi."

"Anda mengancam saya?" 

"Saya tidak bermaksud mengancam, lagipula kamu tidak punya pilihan lain." seringaian Pradipta membuat Alleta muak, bagaimana bisa ada pria seperti Pradipta? pria itu benar-benar menjatuhkan harga diri seorang wanita. 

"Dasar brengsek" umpat Alleta, lalu meninggalkan rumah besar itu.

Di perjalanan pulang gadis itu menghubungi Yudha dan sempat melakukan aksi protes karena hampir saja pria itu menjerumuskan Alleta ke dalam lubang kehancuran, mana mungkin Alleta hamil tanpa menikah?

Yudha juga sama terkejutnya saat temannya menceritakan apa yang barusan terjadi padanya dan dia akan membicarakan persoalan tersebut dengan Pradipta membuat Alleta sedikit bernafas lega.

Jujur saja, Alleta sempat memikirkan ancaman dari Pradipta, Jika Ancaman itu tidak main-main apa yang harus dia lakukan? tidak mungkin juga dia mau menyewakan rahimnya untuk mereka karena Alleta tidak mau, mereka bisa mencari wanita lain kenapa harus dirinya?

••••

Bahagia?

Pasti, rasanya sangat bahagia ketika mendapat kabar bahwa salah satu perusahaan yang pernah ia kirimkan CV, memintanya untuk melakukan tes wawancara. Meskipun masih banyak tahap yang mesti dijalani tapi setidaknya dia bersyukur karena sudah sampai dititik itu.

Kata orang jangan berlebihan atas apapun, entah Alleta yang terlalu berharap hingga membuat dirinya kecewa saat beberapa jam kemudian, perusahan tersebut menghubunginya kembali dan membatalkan tes wawancara tanpa alasan yang jelas.

Tidak hanya sekali atau 2 kali, 2 hari ini ia mencoba untuk melamar pekerjaan di tempat lain tetapi banyak sekali yang menolaknya.

Bahkan yang membuat Alleta sedikit terkejut adalah saat salah satu Manager Bagian HRD yang mengatakan jika dirinya tidak ingin menjadi pengangguran apabila mempekerjakan gadis itu, apa maksudnya? tidak mungkin kan jika ini ulah Pradipta sedangkan Juna masih baik-baik saja.

"Mbak?"

"Ya?"

Juna menghela nafasnya pelan seraya menatap sang kakak, "Ada undangan untuk mbak besok." katanya.

"Ada apa Jun? kenapa mbak bisa dapat undangan?" tanya Alleta heran, biasanya ia tidak pernah menerima undangan dari kampus sang adik.

"Juna juga tidak tahu mbak tapi kemarin Juna merasa aneh saat Kaprodi Juna membatalkan program yang Juna ajukan secara tiba-tiba." jelasnya, tersirat rasa kecewa pada wajahnya.

Benarkah ini ulah Pradipta? mengapa mereka jahat kepada Alleta dan juga Juna? bahkan kedua manusia itu tak mengenal keluarga Pradipta sama sekali.