webnovel

B11 – Miss

*****

Danica memutuskan untuk pergi dari tempat latihan saat dirasa keadaan hatinya benar benar buruk, ia tidak ingin melewati batas amarahnya lagi.

Dan entah kenapa ia memilih menghubungi Kharel malam malam begini, karena hanya namanya yang terfikirkan oleh Danica setelah menahan amarahnya. Namun nyatanya sekarang keduanya hanya saling diam tanpa suara, memilih dalam keheningan dan menikmati angin malam.

"Ada apa?"

Kharel memilih berbicara lebih dulu saat melihat keadaan Danica sepertinya sedang tidak baik, ia menatap Danica lekat berharap gadis itu menoleh kearahnya.

"Tidak ada, hanya sedang malas dirumah."

Ucapan Danica bahkan langsung dapat terdeteksi oleh Kharel, ia tahu jika gadis disampingnya telah membohongi dirinya.

"Lupakan Bara, Nic."

Tepat kalimat itu selesai Danica langsung menolehkan kepalanya menatap Kharel dengan kesal. Ia bahkan tidak ingin membahas Bara tapi kenapa Kharel malah membahas sibantet itu. Pikir Danica.

"Kenapa tiba tiba membahas Bara? Aku tidak ingin membahas itu."

"Lalu mau membahas apa? Aku sudah lama ingin mengatakan itu karena sebenarnya aku tidak suka dengan Bara jadi demi aku lupakan dia ya…" Danica menatap Kharel dengan bingung saat pemuda disampingnya itu bahkan memohon dengan puppy eyes andalannya.

"Tidak ada yang harus dilupakan Rel, aku tidak pernah…" ucapan Danica terhenti kala Kharel memotong dengan cepat dan kesal.

"Harus berapa kali lagi kau membohongiku eoh? Kau tidak akan bisa membohongiku Danica Amarthea."

"Jangan memotong ucapanku bocah tengik." Danica berdecak kesal saat Kharel memotong ucapannya dan bersikap seolah ia tahu segalanya.

Keadaan kembali hening, Danica masih fokus pada hamparan luas didepannya. Menikmati keheningan dengan pikiran yang berkelana dimana-mana.

"Kak…"

Danica langsung menolehkan kepalanya dengan terkejut, itu adalah pertama kalinya Jungkook memanggilnya seperti itu. Keduanya saling tatap dengan pandangan yang berbeda beda.

"Jangan terluka lagi aku mohon, lupakan Bara sialan itu."

Danica sempat terdiam akan ucapan lembut itu, ia seakan tidak melihat Kharel Maximilan disana. Ia tidak percaya Kharelnya kembali tapi ada sesuatu berbeda dalam hatinya, sesak itu kembali muncul. Danica pun mengerjapkan matanya beberapa kali lalu memukul kepala Kharel pelan.

"Apa yang berusaha kau ucapkan bocah kecil."

"Aku bukan anak kecil lagi Danica."

"Aishh dia mulai lagi, dasar bocah sialan." Danica berdecak sebal lalu kembali memfokuskan dirinya pada hamparan luas itu.

"Eiitss jangan salah, bocah sialan ini pernah jadi nomor satu dihatimu sebelum Bara."

"Aishh…" Danica langsung memukul Kharel dengan keras sedangkan sang empu hanya meringsi sembari tertawa. Keduanya beralih saling membalas dan sama sama tertawa karena hal sederhana itu.

Danica menatap Kharel dengan lekat, senyum lebar itu, suara tawa itu. Semuanya sudah begitu lama ia lewatkan, sudah ada tiga tahun dirinya tak melihat senyuman itu. Jika dipikir pikir Danica rindu dengan bocah kecil itu.

Kharel masih tertawa sembari memegang perutnya yang sedikit kaku karena banyak tertawa. Menatap Danica dengan wajah menyebalkannya itu membuat Danica hanya tersenyum menatapnya. Sudah lama ia tidak melihat Kharel tertawa sekeras itu.

Malam semakin larut, Danica dan Kharel pun masih membelah kota Tanggerang ditemani oleh angin malam. Keduanya larut dalam keheningan, Kharel sesekali menengok pada kaca spion melihat Danica takut jika gadis dibelakangnya itu mengantuk.

"Aku ingin mampir ke super market sebentar Rel."

"Mau beli apa? Ini sudah malam, kita harus segera sampai rumah."

Danica langsung mempoutkan bibirnya kesal karena Kharel tidak mengijinkannya, ia hanya ingin mengulur waktu untuk segera sampai rumah.

"Ayolah, sebentar saja ini bahkan belum tengah malam."

"Jangan bodoh Danica, ini sudah pukul 11 malam oke. Aku tidak mau berhenti."

Danica terdiam, hal yang sangat ia benci. Melawan Kharel seakan akan menjadi hal yang mustahil bagi Danica, ia tidak pernah bisa menolak bantahan Kharel disaat dirinya bahkan selalu ingin menang saat berdebat.

Motor Kharel berhenti didepan rumah Danica, sang empu langsung turun dari motor lalu menatap Kharel dengan sebal membuat Kharel menatap dengan gemas.

"Kau marah, eoh?"

"Tidak."

"Sudah ya jangan ngambek terus, besok di sekolah aku belikan es krim."

Danica langsung menahan senyumannya berusaha untuk tetap marah pada Kharel namun Kharel sangat tahu perihal Danica dengan coklat dan es krim.

"Masih merajuk eoh? Kalau begitu besok sepulang sekolah kita mampir ke tempat biasanya untuk beli es krim dan coklat kesukaanmu, bagaimana?"

"Aiisshh…"

Danica langsung kalah dengan egonya, Danica langsung tersenyum malu menatap Kharel membuat sang empu tersenyum lebar lalu mengusap rambut Danica dengan gemas.

"Sudah ku katakan bukan? Kau tidak akan pernah bisa menolak apa yang aku katakan Danica."

"Aiisshhh, sudah sudah cepat pulang sana."

"Mengusirku eoh?"

"Sudah cepat, besok aku akan menunggumu didepan gerbang sepulang sekolah. Aku mengingat janjimu dengan jelas Kharel Maxi…"

"Iya iya, aku pulang. Masuk terus mandi lalu makan, oke? Selamat malam batu."

"Aiisshh Kharel menyebalkan."

Danica langsung berteriak kesal karena Kharel langsung menancapkan gasnya sembari tertawa, melihat Danica kesal itu adalah hal yang menyenangkan bagi Kharel.

*****

Matahari telah duduk disinggasanahnya, namun Danica masih saja bergelut dengan mimpinya. Hingga sang ayah datang membangunkannya pun Danica masih terus saja merengek dan semakin masuk kedalam selimut.

"Ayo cepat bangun, sudah jam 6. Kau mau terlambat?"

"Aiisshhh Ayah…."

"Ayo sudah cepat ke kamar mandi Danica."

"Hmmm…"

Danica langsung bangun dari tidurnya lalu bergegas ke kamar mandi, sang Ayah pun hanya menggelengkan kepalanya sembari tersenyum tipis lalu keluar meninggalkan kamar Danica.

Tidak butuh waktu lama Danica telah selesai berkemas dan siap siap, ia pun langsung keluar kamar berniat ke dapur untuk minum.

"Ayah mau kemana?"

"Ayah akan mengantar adikmu, sudah ya ini sudah siang nanti adikmu terlambat."

Sang ayah langsung melenggang pergi dengan sang adik tanpa tahu apa yang akan dikatakan oleh Danica, hal seperti ini yang selalu Danica benci saat pulang kerumah. Apa daya Kharel semalam menurunkannya di rumah sang ayah.

Danica pun urung ke dapur, ia memutuskan untuk segera berangkat kesekolah.

*****

"Tidak ingin berdamai dengan Danica?"

"Berhenti ikut campur Hal."

"Kau tidak seharusnya seperti ini Del, bagaimana pun Danica juga temanmu bukan?"

Adel langsung terdiam, ia memang tidak pernah menapik jika Danica memang temannya. Tapi kali ini Adel hanya ingin menang akan egonya.

"Aku tidak akan pernah meminta maaf karena bukan aku yang salah."

"Dan kau berharap Danica yang meminta maaf? Jelas itu hal yang mustahil." Adel langsung menatap Rehal dengan tajam, kenapa harus menjadi mustahil jika memang itu salahnya.

"Aku benar bukan? Ia tidak akan pernah mengatakan maaf pada apa yang tidak pernah dia lakukan, jelas kau tahu bagaimana sifat Danica."

Adel langsung terdiam, Rehal selalu saja menang dalam perdebatan dengannya. Adel hanya tidak pernah bisa melawan ucapan Rehal yang memang selalu menjadi kebenarannya.

"Kalian hanya akan sama sama terluka jika terus seperti ini."

"Aku tidak pernah perduli, Danica saja yang egois."

Adel langsung berdiri dari duduknya dan melangkah pergi meninggalkan kelas sedangkan Rehal hanya menghembuskan nafasnya pelan, ia tidak pernah tahu jika sikap keras kepala keduanya akan sangat sulit untuk dicairkan.

****