webnovel

Bosku Suami Idaman

Masalah demi masalah dalam hidupnya yang diciptakan oleh kakaknya membawa Ana bertemu Ardi bos ditempat kerja Ana. Pertemuan Ardi dan Ana membawa keberuntungan bagi Ardi untuk menolak perjodohan orang tuanya. Ardi mengajukan pernikahan kontrak kepada Ana karena utang 100 juta Ana. Bagaimana nasih pernikahan Ardi dan Ana tanpa cinta dan tanpa restu papa Ardi? Rahasia apa yang disembunyikan kakak kandung Ana tentang orang tua Ardi? Ikuti kisah Ardi dan Ana dalam Bosku Suami Idaman..

diandra05 · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
9 Chs

Pak CEO

"Jangan dilihatin terus fotonya. Kalau aslinya ada di depan kamu, Ana. Saya tahu kalau saya tampan.."

Duarrrr..

Satu ucapan dari Ardi mencengangkan Ana yang sedang menatap foto Ardi. Ana menoleh ke arah Ardi yang tengah menatap ke arah Ana.

Ana berdesis saat mendengar apa yang diucapkan oleh Ardi, "Pak Ardi terlalu percaya diri sekali jadi orang iya. Lagian kalau saya mau mengakui foto itu lebih tampan daripada orang yang asli," balas Ana

"Percaya diri itu penting Ana. Wajar kan saya percaya diri tinggi. Saya kan memang tampan," sambung Ardi dengan penuh percaya diri

Ana mendengus kesal dengan apa yang diucapkan bos sekaligus suaminya itu. Ardi mengulum senyum saat berhasil membuat sang istri kesal. Wajah sang istri yang sedang kesal tampak menggemaskan bagi Ardi.

"Jika sudah tidak ada yang dibicarakan lagi, saya mohon izin kembali ke tempat kerja saya terlebih dahulu," tukas Ana

Hah?

Ardi tercengang saat Ana berpamitan kepada untuk keluar dari ruangannya. Dengan cepat Ardi menghalangi Ana yang ingin keluar dari ruangannya.

"Kita pulang bareng nanti," seru Ardi

"Tapi pekerjaan saya masih banyak Pak," terang Ana

"Saya pemilik perusahaan disini. Saya tidak menerima penolakan!" titah Ardi tegas tanpa ada penolakan

Ana mendengus kesal mendengar ucapan Ardi suami sekaligus bosnya yang suka main perintas seenak wudel sendiri. Tidak ingin berdebat dengan sang suami di kantor, Ana mengalah dengan sang suami.

"Baik Pak.." Ana membalas ucapan sang suami dengan singkat

"Ambil pekerjaan kamu sekarang. Kerjakan disini dengan menggunakan laptop milik saya yang tidak terpakai," sambung Ardi

Hah?

Ana membolakan kedua bola mata dengan apa yang diucapkan oleh sang suami. Mengerjakan pekerjaan di ruangan CEO yang jadi suaminya itu? Bukannya bekerja yang ada malah direcokin sang suami yang sedang kumat. Itulah yang ada dalam benak Ana saat ini.

"Kenapa diam? Ambil pekerjaan kamu sekarang." Ardi mengulangi ucapannya

"Baik Pak.." Ana keluar darin ruangan sang suami setelah berpamitan dengan sang suami untuk mengambil pekerjaan di kubikelnya

Ardi mengulum senyuman melihat sikap sang istri yang tampak ketakutan dengan sikap tegas dirinya. Ardi lalu kembali mengerjakan pekerjaan sembari menunggu Ana kembali masuk ke dalam ruangannya.

Tak lama kemudian Ana masuk ke dalam ruangan sang suami dengan membawa berkas pekerjaan lalu duduk di sofa yang berada di dalam ruangan sang suami. Ardi melangkahkan kaki menghampiri sang istri dengan membawa laptop. Ardi meleyakan laptop di meja yang berada di hadapan sang istri.

"Kamu bisa menggunakan laptop ini untuk melanjutkan pekerjaan kamu disini. Tidak boleh keluar dari ruangan ini," ucap Ardi dengan nada dingin.

Ana menatap Ardi dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. Ana merasa kesal dengan sikap sang suami yang berbuat seenaknya sendiri itu. Apalagi sang suami kali ini mekasakan kehendak kepada Ana untuk mengerjakan pekerjaannya di ruangan pribadi CEO muda itu.

Ana mendengus kesal mendengar ucoaan sang suami. "Baik Pak CEO. Saya akan menuruti apa yang Pak CEO katakan." Ana berucap kepada sang suami tanpa mengalihkan pandangan dari berkas yang ada di hadapan dirinya saat ini.

"Sekali lagi kamu bilang dan meledek Pak CEO, saya akan mengecup bibir kamu." Ardi berbisik di telinga sang istri dengan ancaman sehingga Ana bergidik ngeri mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami.

"Sana Pak Ardi melanjutkan pekerjaan saja. Saya tidak bisa bekerja kalau Pak Ardi terus mengganggu seperti ini."

Ardi mengulas senyuman melihat sikap sang istri yang tampak menggemaskan di matanya. Tidak ingin berdebat dengan sang istri yang takut mengganggu suasana hati sang istri, Ardi memilih embagakah meninggalkan sang istri kembali menuju ke meja kerjanya untuk melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda saat ini.

Helaan nafas lega terdengar dari bibir Ana melihat sang suami yang sedang melangkahkan kaki menuju ke meja kerjanya. Ana melanjutkan pekerjaan di ruangan sang suami setelah sang suami meninggalkan dirinya yang kini duduk di sofa yang berada di ruangan sang suami.

 

***

 

Ardi memutar kemudian meninggalkan perusahan miliknya dengan kecepatan sedang bersama dengan sang istri kembali ke rumah siang ini. Jalanan ibu kota yang selalu tampak padat jika sore hari di waktu para pencari nafkah pulang dari tempat mereka bekerja membuat Ardi cukup merasa kesal sore ini. Ardi yang tampak lelah dengan pekerjaan hari ini tampak beberapa kali memukul kemudian mobilnya. Ana melirik apa yang dilakukan oleh sang suami dari ekor matanya.

"Jangan emosi seperti itu Pak Ardi. Tidak baik bagi Kesehatan jiwa dan jantungpak Ardi," ucap Kanaya dengan nada santai tanpa mengalihkan  perhatian dari pemandangan di depan yang sedang dilihat boleh Ana dari balik kaca.

Ardi menautkan kedua alis mendengar ucapan sang istri. "Apa maksud kamu Ana?" Ardi menoleh ke arah sang istri.

"Pak Ardi lapar kan?" bukan menjawab pertanyaan sang suami, namun Ana bertanya balik kepada sang saiki masih dengan tatapan menghadap ke jalanan di depan Ana.

"Sok tahu kamu, Ana. Saya tidak lapar kok Ana," alibi Ardi.

Ana terkekeh dengan ucapan sang suami. "Mulut bisa berbohong Pak Ardi. Tapi perut Pak Ardi tidak bisa membohongi saya. Jika Pak Ardi lapar, kita bisa mampir terlebih dahulu di warung bakso dan mie ayam yang berada di depan Pak Ardi. Itu juga kalau Pak Ardi berkenan makan di warung pinggir jalan. Biasanya seorang CEO atau parlente kan tidak suka makan di warung pinggir jalan Pak Ardi. Katanya tidak elit begitu Pak Ardi."

Plak..

Ardi menepuk dengan pelan tangan Ana. "Sembarangan kalau ngomong. Saya makan dimana saja tidak masalah. Yang penting tempat bersih dan nyaman. Rasa juga enak. Itu saja cukup bagi saya. Tidak harus mahal. Murah yang penting enak."

Ana berdecak kesal setelah mendapatkan pukulan dari sang suami. "Alhamdulillah.. Jika Pak Ardi seperti itu. Tapi tidak dengan memukul lengan saya juga Pak Ardi. Sakit tahu Pak Ardi." Naa mengusap lengan yang dipukul oleh Ardi beberapa saat yang lalu.

"Iya Ana. Saya minta maaf iya Ana. Saya refleks dan tidak ada maksud menyakiti kamu tadi," tukas Ardi dengan tulus.

Ana memilih untuk diam seribu bahasa dan mengacuhkan ucapan dari sang suami. Pukulan di lengan Ana dari sang suami tidak keras. Namun terasa panas bagi Ana. Ardi menoleh ke arah sang istri yang sedang menatao ke depan dengan wajah tampak menahan rasa kesal saat ini. Ada perasaan bersalah menyelimuti dalam diri Ardi melihat sang istri tampak kesal saat ini.