"Jangan menatap saya seperti itu Ana. Nanti kamu bisa jatuh cinta dengan suami kamu yang tampan ini."
Ana berdecak kesal mendengar ucapan sang suami. "Anda tidak hanya menyebalkan Iya Pak Ardi. Tapi juga terlalu percaya diri sekali."
Ardi terkekeh mendengar ucapan sang istri. "Percaya diri itu penting Ana. Apalagi dalam dunia bisnis. Kita harus selalu percaya diri Ana."
"Iya deh Pak Ardi. Terserah Pak Ardi saja kalau seperti itu. By the way ini belanjanya sudah apa belum Pak Ardi? Apa Pak Ardi masih mau belanja lagi? Kebutuhan Pak Ardi mungkin ada yang mau dibeli?" jawab Ana.
"Kebutuhan saya itu kalau kebutuhan kamu sudah tercukupi Ana," tukas Ardi.
Deg..
Ana merasakan debaran aneh dalam hatinya setelah mendengarkan apa yang diucapkan oleh Ardi, sang suaminya.
Ardi mengulum senyuman melihat tingkah laku sang istri saat ini. Walaupun Ana berusaha unyuk menutupi sikapnya saat ini, namun Ardi dapat melihat jika Ana sedang merasa canggung dengan ucapannya.
"Kalau sudah selesai ayo kita ke kasir. Ha is itu kita pulang." Ardi berusaha memecahkan kecnaggungan di antara dirinya dan Ana saat ini.
Ana mengikuti langkah kaki sang suami tanpa berbicara kepada sang suami satu patah katapun. Ardi dan Ana melakukan pembayaran di kasir. Ardi melarang Ana membayar barang belanja mereka karena bagi Ardi ini menjadi kewajiban dirinya saat ini.
Setelah melakukan pembayaran Ardi dan Ana meninggalkan supermarket dengan membawa salah satu troly untuk mengangkut barang belanja mereka yang cukup banyak hari ini.
"Kita makan dulu iya Ana?" ucap Ardi.
"Kita makan di rumah saja Pak Ardi. Bagaimana Pak Ardi?" balas Ana.
Ardi mengerutkan keningnya tanoak berpikir saat ini. "Ide bagus. Kita makan di rumah saja kalau seperti itu. Kita masak bareng juga nanti."
Hah..
Ana menghentikan langkah kakinya setelah mendengarkan ucapan sang suami. Sementara itu, Ardi menautkan kedua lais melihat sang istri yang kini tampak bergeming di tempat berdirinya.
"Kamu kenapa Ana?" tanya Ardi.
"P-Pak Ardi serius mau masak bareng nanti di rumah? Bukan menjawab pertanyaan sang suami, namun Ana bertanya balik kepada sang suami.
Ardi terkekeh mendengar ucapan sang istri. "Iya Ana. Kita masak bareng nanti. Ayo.. Kita pulang Ana. Semoga jalanan tidak macet lagi iya Ana."
Ana mengikuti langkah kaki sang suami menuju ke parkir mobil mereka.
***
Ardi menepati janjinya setelah sampai di rumah mereka untuk masak bersama. Disini lah Ardi dan Ana berada saat ini. Dapur mewah yang berada di rumah milik sang suami yang lengkap dengan segala perabotan modern sehingga memudahkan bagi Ardi dan Ana atau asisten rumah tangga Ardi jika akan memasak. Ana merasa takjub saat melihat Ardi sedang mengupas bawang merah tanpa ada air mata yang menetes di mata sang suami yang tajam jika sedang menatap itu. Apalagi menatap musuh bisnisnya atau musuh apapun dalam hidup Ardi.
"Kalau jatuh cinta bilang saja Ana. Jangan melihat wajah suami kamu yang memang tanpanya rupawan ini Ana." Ardi dengan sengaja menggoda sang istri saat melirik ke arah sang istri mendapati jika sang istri sedang menatap dirinya kejar tanpa berkedip saat ini.
Ana terperangah mendengar suara bariton sang suami yang tidak asing bagi indera pendengaran dirinya saat ini. Sontak Ana berusaha menjaga sikap tenang setelah ketahuan sang suami sedang menatap ke arah sang suami.
"Pak Ardi memang tingkat kepercayaan v dirinya tinggi sekali. Saya salut sama Pak Ardi," balas Ana berusaha mengalihkan topik pembicaraan dan berusaha menyembunyikan rona merah di wajah Ana yang muncul di waktu yang tidak tepat itu.
Ardi meletakan pisau dan bawang merah yang telah dikupas oleh dirinya lalu menoleh ke arah sang istri yang sedang salah tingkah saat ini.
"Kenapa pipi kamu merah Ana? Perasaan kamu kan tidak pernah menggunakan perona wajah iya kan Ana?" tanya Ardi dengan sengaja menggoda sang istri.
Blush..
Rona merah di wajah Ana semakin tamoak dengan ucapan dari sang suami. Ana mengalihkan perhatian ke arah lain dan menghindari sang suami untuk menyembunyikan roba merah di wajah dirinya saat ini. Ah.. Ana malu sekali kepada sang suami saat ini. Kenapa wajah Ana harus merona seperti ini di hadapan sang suami.
Ardi mendekati sang istri lalu menyentuh wajah sang istri dengan tangannya untuk menghadap ke arah dirinya. Ana yang masih merasa malu mengikuti gerakan tangan sang suami tanpa melakukan perlawanan sedikitpun. Ardi menangkap wajah sang istri yang masih tanoak merona itu.
"Kenapa kamu memalingkan muka dari sang suami Ana?" tanya Ardi dengan nada lembut.
Hah?
Ana terkesiap mendengar apa yang diucapkan oleh sang suami. Ana menatap ke arah sang suami dengan tatapan penuh tanda tanya. Sementara itu, Ardi menatap lekat manik mata hitam sang istri dengan mengulas senyuman manis.
"Ana.. Aku tahu kita menikah bukan karena saling mencintai. Ah.. Lebih tepatnya aku yang memaksa kamu untuk menikah agar aku terbebas dari perjodohan papa. Tapi aku berharap kamu dan juga aku dapat terbuka dalam hal apapun. Kita sudah menjadi suami istri yang sah di mata hukum dan agama Ana. Pernikahan kita ini bukan pernikahan kontrak seperti yang berada dalam novel Ana. Aku berharap cinta itu akan tumbuh dalam hati kita nanti. Aku juga berharap kita bersikap biasa saja di manapun kita berada Ana. Jangan menghindari aku apapun itu. Jangan menghindari aku saat wajah kamu merona Ana. Kamu semakin cantik dba lucu dengan wajah kamu yang merona seperti itu Ana." Ardi berucap dengan jujur dan apa adanya kepada sang istri yang masih menatap dengan lekat kepada dirinya saat ini.
"Iya mas. Terima kasih mas. Ayo. Kita memasak lagi mas," balas Ana lalu kembali menghaluskan bumbu dengan cobek.
Ardi memotong bumbu dapur dan sayuran yang akan dimasak sore ini. Sesekali Ardi menoleh ke arah sang istri yang masih menghaluskan bumbu dengan cobek itu. Wajah cantik sang istri terhalang oleh rambut panjang yang tergerai dengan indah milik sang istri sehingga menghalangi pandangan Ardi.
Ardi menyelipkan anak rambut yang menutupi wajah sang istri dengan lembut.
Deg..
Sontak Ana menghentikan aktivitasnya kali ini saat Ardi merapikan anak rambutnya. Hati Ana terasa ada yang berdesir dengan semua perlakuan manis sang suami kepada dirinya. Ana menoleh ke arah sang suami yang sedang menatap dan tersenyum manis kepada dirinya saat ini. Tidak ada hal lain yang Ana lakukan saat ini selain bergeming di tempat berdirinya melihat sang suami yang masih menatap ke arah Ana dengan tatapan lekatnya itu.
"Kamu cantik Ana.."