webnovel

Blue Diamond Ring

Berawal dari kegagalan hubungan sebelumnya, Vina akhirnya tumbuh menjadi seorang wanita yang sangat tangguh, mandiri dan memiliki kerajaan bisnis yang besar. keluarganya mencoba untuk membantunya melupakan masa lalunya dengan menjodohkan Vina pada beberapa eksekutif muda. tetapi, semua ditolak oleh Vina yang belum bisa melupakan pria di masa lalunya. setelah sepuluh tahun perpisahan, tanpa sengaja, Vina bertemu kembali dengan seseorang yang telah dirindukannya selama 10 tahun. akankah mereka kembali bersama? Atau dapatkah Vina menghindarinya, sehingga Ia tidak akan jatuh pada luka yang sama sepuluh tahun lalu? ikuti kisah vina dalam blue diamond ring..

Ri_Chi_Rich · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
44 Chs

Botak

Aku sungguh tak percaya dengan yang aku lihat sekarang.. Suamiku.. Rangga keluar dari kamar mandi dan rambutnya... Rambutnya...

BOTAK????

Ga ada kata-kata yang keluar dari mulutku, aku hanya menatapnya menaruh handuk, dan jalan ke arahku..

"aku ganteng, ga??", tanya nya langsung ke depan mukaku. Hanya menyisakan jarak antara wajahnya dan wajahku sekita tiga puluh sentimeter.

"ka..mu.. Kenapa di potong rambutnya, yang???"

"biar sama kaya kamu, cantik!!", jawabnya sambil mencubit hidungku, tapi ga sakit.

"tapi aku suka rambut kamu, yang...", aku merengek.

"aku juga suka rambut kamu, tapi kan udah ga ada lagi.. Jadi, kita tumbuhin sama-sama, ya.. Biar romantis, hehe...", celetuknya, kali ini sambil mendaratkan ciuman ke bibirku.

Ada rasa bahagia melihat Rangga begitu memperhatikanku.. Tapi ada rasa sedih juga, karena banyak yang dikorbankannya untukku.. Untuk menjaga perasaanku.. Untuk mencoba menyenangi hatiku.. Untuk membuatku merasa nyaman.. Apa aku bisa melakukan yang sama dengan yang dilakukannya? Apa yang Rangga lakukan padaku, ini seperti hadiah terindah.. Aku ga ingin kehilangan hadiah ini.. Aku ingin menjaganya seumur hidupku.. Menyayangi dan mencintainya.. Menemani dan menghiburnya Sampai maut memisahkan kami.. bisakah aku melakukan itu semua seiring berjalannya waktu, menjaga hati dan cintaku hanya untuknya? Oh Tuhan, jagalah cinta kami, agar seperti ini dan semakin besar untuk selamanya...

"sayang, jangan diem aja dong.. Kamu jadi banyak ngelamun, sih!"

"aku.. Lagi berdoa yang.."

"masa berdoa begini? Hihi...", rangga tersenyum sangat manis.

"aku lagi bahagia, yang.. Kata kakek, kalau kita lagi bahagia, segera berdoa dan bersyukur..", aku tersenyum padanya. Tapi giliran wajah suamiku kini terlihat sedih.

"yang, kamu kenapa?"

"eh, enggak.. Aku.. Cuma.. "

"cuma apa?"

"cuma mau tau kamu berdoa apa? Hehe..."

"oh, aku cuma minta, supaya Tuhan jaga cinta kita seperti ini dan semakin besar untuk selamanya.. Aku ga mau kehilangan kamu, yang.. A..ku.. Bahagia hidup sama kamu..", jawabku.. Dan tersenyum pada suamiku..

Rangga ga bicara apapun. Wajahnya terlihat kaku, Tangan kirinya langsung memegang belakang kepalaku. Kemudian mengangkatnya dari sandaran bantal, tangan kanannya memeluk pinggangku, mengangkatku dari sandaran bantal dan berlabuh ke dadanya. Aku merasakan jantungnya yang berdegup kencang, Rangga memelukku dengan lembut, tak ada tekanan. kami hanya saling diam. Aku juga tak ingin berkata apapun, karena aku memang ingin menikmati irama jantungnya dan menikmati hangat pelukan dari Rangga, suamiku...

"terima kasih, sayang... Terima kasih udah mau berdoa untuk hubungan kita...terima kasih udah mau mencintaiku.. Terima kasih udah mau berada disampingku.. Terima kasih udah mau menjadi istriku.. Aku sayang kamu, istriku... Vina sayang...", kata-kata manis terdengar dari bibirnya, saat aku masih dalam pelukannya. Kupererat pegangan tangan kananku ke pinggangnya..

Sungguh, aku merasa sangat bahagia. Inikah yang selalu dirasakan pasangan suami istri? Memang kami memulai dengan tanpa cinta.. Tapi kami belajar untuk menerima satu sama lain.. Dan kini, aku merasa yakin, kalau aku sudah benar-benar mencintai suamiku, Rangga.. Dialah yang terakhir untukku..

TOK TOK TOK

Klek

Pintu dibuka

"eh, maaf mengganggu, saya mengantar sarapan untuk ibu vina, dan satu lagi untuk keluarga yang menunggu. Diletakkan dimeja makan, ya!", seorang pegawai catering rumah sakit masuk dan mengantarkan sarapan.

"terima kasih.", rangga menjawab masih tidak melepaskan pelukannya dariku, bahkan kepalanya juga tidak bergerak untuk menatap arah suara.

"permisi, bapak ibu!"

Klek

Pintu ditutup kembali.

Rangga masih dalam posisi sama, memelukku.. Tanpa berkata apapun, dan akupun masih betah seperti ini. Dadanya, adalah tempat persembunyian favoritku, hihi..

"sayang.. "

"hmmm... Iya, yang?"

"mau makan sekarang?"

"tapi.. Aku masih mau dipeluk sama kamu, yang...", jawabku.. Kali ini ga Pake istilah malu-malu lagi, hihi..

"nanti aku peluk lagi habis makan.. Kamu kan harus minum obat.. Harus cepet sembuh.. Masa ya, kamu tega aku mandi air dingin terus???"

"maksud kamu, yang?"

"hehe, udah, ga usah dipikirin.. Aku suapin, ya!!", rangga merebahkan kembali badanku disandaran bantal dan pelan-pelan merebahkan kepalaku.

"mmmuaaah!", terakhir, Rangga mencium bibirku, sebelum berdiri mengambil baki makananku.

Aku menikmati hariku.. Yah, walaupun kondisi tubuhku seperti ini, aku kehilangan rambut yang selalu aku sayangi.. Kadang juga sering aku puji-puji, apalagi kalau lagi bercermin.. Tapi, untuk dapat pagi seperti ini.. Aku rela kehilangan rambutku dan menerima rasa sakit ini, karena moment ini Sungguh sangat indah.. Melihat Rangga, membawa baki makanan, menaruhnya di meja dan mendorong meja mendekati tempat tidurku, lalu menyuapiku..

"kamu ga makan, sayang?", tanyaku.. Saat Rangga memberikan suapan pertama.

"nanti, habis kasih makan istriku dulu. Istri kenyang, suami tenang! Hehe...", celotehnya, sambil memberikan suapan kedua.

"hmmm...", aku merenggut.

"kamu, kenapa sayang?"

"ga enak, yang.. Enakan bubur buatan kamu..", kataku, jujur kali ini. Masakannya hambar, aku ga bisa makan lagi.. kangen masakan suamiku!!

Rangga menatapku, menaruh sendoknya, dan mengambil handphone dari sakunya, lalu mengetik sesuatu, menaruhnya lagi ke kantongnnya.

"minum juice jeruknya, ya sayang?", Rangga tersenyum padaku. Syukurlah, aku pikir rangga akan marah atau memaksaku, kalau aku ga mau memakan makananku. Untung saja Rangga sangat pengertian.. Hanya memberiku juice, potongan buah apel dan puding. Tapi pudingnya aku tolak juga, fla nya bau amis, hihi...

"yang..", tanyaku saat Rangga menyuapi suapan terakhir buah apel.

"apa sayang?"

"ceritakan padaku!"

Dia menatapku.. Dan tersenyum.

"apa yang mau istriku ketahui dari suaminya ini?", tanyanya, Sambil merapihkan bekas makanan.

"ada apa dengan perusahaanku dan hidupku? Dan apa hubungannya dengan source minning company?", tanyaku, masih tetap santai dan tetap tersenyum, sejujurnya, aku juga ga terlalu berharap sih, kalau Rangga akan menjawab pertanyaanku. Aku hanya mencoba peruntunganku saja...

"oh, itu.. Aku taruh baki ini dulu dan kamu minum obat dulu, ya! Baru aku cerita.", Rangga mengajukan persyaratan.

aku menangguk.

Rangga berdiri. Menaruh baki di meja makan, kembali padaku mengantar obat, lalu kembali ke meja makan mengambil baki makanan lain untuk penunggu pasien, menaruhnya di meja ditempat dia menaruh baki saat menyuapiku.

"sayang, kamu mau coba ini?", tanyanya

Makanan untuk penunggu pasien, lebih terlihat menggoda, nasi goreng, pakai satai, telur mata sapi, kerupuk.

"hmm.. Boleh deh, satu suap dulu!", jawabku. Rangga lalu memberikan suapan pertamanya.

"gimana, sayang?", tanyanya.. Sambil menyuap untuk dirinya sendiri.

"hemmm... Ga enak, yang! Ga seenak nasi goreng buatan kamu!!", jawabku, menyerah untuk makan.

"ya udah, kamu mau apelnya lagi?"

"mau!", jawabku sambil tersenyum.. Rangga membuka plastik wrap penutupnya, dan menyuapiku bergantian dengan menyuap nasi goreng untuk dirinya.

"Andika, wakil dari source minning company, mencoba membunuhmu..",

"apaaaa?", belum sempat Rangga menyelesaikan kalimatnya, aku sudah memotongnya..sungguh diluar dugaanku, dan aku ga bisa percaya.

Rangga menatapku.

"kok kamu kaget banget?", tanyanya..

"ya, pasti aku kaget banget.. Dia baik dan profesional. Tapi kadang emang serius dan pemaksa, beberapa kali dia undang aku makan malam selesai rapat, aku beberapa kali hadir ke undangannya, tapi aku pernah tolak juga dan dia marah banget, kata-katanya juga kasar waktu itu.. Aku juga sempet nolak waktu dia bilang suka sama aku, tapi dia profesional, yang.. Ga pernah campur adukin pribadi sama bisnis. Malah dia ngajuin aku ikut proyek pembukaan tambang emas baru source minning company. Dia juga katanya bakalan diangkat jadi CEO FGC, itu rumor yang aku denger dari bu Lena. Karena belum ada penerus FGC yang bisa pegang perusahaan, katanya. didepanku, dia ga pernah macem-macem, sikapnya sopan! aku malah sempet mikir buat jodohin sama salah satu staff dikantorku, soalnya dia belum nikah, terus orangnya cukup romantis. dia sering nganter bunga juga ke kantor, Dua bulan terakhir ini..", aku menjelaskan alasanku sangat kaget kalau andika mau membunuhku.

Rangga meletakkan sendok dan garpu ditangannya. Tatapannya kosong.. Wajahnya semakin serius ..

"yang.. Jangan bilang kamu marah lagi ke aku!!", kataku mencoba untuk jujur kali ini.. Aku udah turunkan egoku bener-bener, buat bertanya ke Rangga tentang perasaannya, karena aku ga mau ada salah paham seperti kemarin.

Rangga menatapku, tapi sepertinya marah, tapi masa Rangga tega cemburu waktu kondisiku kaya sekarang? Aku habis operasi lho!!

"Antar bunga?"

Aku mengangguk pelan, tapi jantungku berdegup kencang

"kk..ka..mu... Cium wangi bunga itu?"

Aku mengangguk lagi. Karena aku memang suka bunga,, aku pasti mencium baunya kalau dikasih buket bunga.

PRAAAANG

Rangga menjatuhkan baki makanan yang ada didepan kami. Lalu berdiri, meremas kepalanya dengan tangannya, berjalan bolak balik! Jantungku hampir copot karena perbuatannya! Napasku juga sedikit sesak..

"argghhhh!!!!"

PRAAAAANG

Rangga membanting vas bunga, kursi, semua sudah tak ditempatnya.. Aku sangat takut.. Beberapa kali Rangga memukuli tembok dan.. Darah.. Darah ada ditembok itu.. Tangannya terluka.. Aku udah ga tahan lagi...

"yaaang.. Yaaang.. Maapiin aku yaaaaang... Hwaaaaaa..!!", aku udah ga tahan lagi, aku nangis sekenceng yang aku bisa supaya rangga datang ke aku, ga lagi melukai dirinya sendiri,

Sepertinya tangisanku berhasil.. Rangga menatapku, tapi dia ga datang ke aku, justru duduk dibawah, dan menangis..

"yaaaang.. Maafin aku yang, kalau kamu ga kesini, aku turun ke kamu, yaaang!!", coba memaksanya, karena aku ga ada pilihan lagi,

Klek

Aku turunkan pembatas kasur, supaya kakiku bisa turun, walaupun aku ga yakin bisa jalan sampai ke tempat rangga sekarang dengan kondisiku.

"kamu mau apa???", rangga menatap kearahku dan segera datang menyingkirkan meja tempat tadi menaruh baki makanan, lalu menaikkan kembali pembatas kasur. Tapi Rangga ga menyentuhku seperti biasanya.

Matanya masih basah bekas menangis, dia membalikkan badan menatap ke arah jendela luar, walaupun tubuhnya masih bersndar di kasurku. tangannya meraih handphone, menunggu seseorang disana mengangkat teleponnya.

"banu! Berikan nomornya, aku mau bicara padanyaaaaa!", Rangga memberikan penekanan dan teriak.

Dia mematikan telepon dan menelpon nomor lainnya

"kemarilah sekarang!!", lalu diam menunggu jawaban "aku tidak peduli! Mau pasienmu mati, atau apapun, aku tidak peduli kemari sekaraaaaang!!!!!"

Rangga seperti menelpon Airin dan memaksanya untuk datang kekamar perawatanku.

"yaaang..", aku coba meraih tangannya dengan tangan kananku.

Dia menatapku,

"katakan padaku, berapa kali kamu menerima bungan darinya!!", kini Rangga justru menangis.

"aku ga inget, yang.. Karena sering..", jawabku, juga sambil menangis.

"yang.. Kamu kenapa, yang...", Rangga keliatan begitu lemas, kakinya seperti ga kuat menahan berat tubuhnya, dan dia duduk di bawah. Aku ga bisa lihat wajahnya dengan jelas.. Kalau tahu sebegitu cemburunya dia dengan bunga, aku ga akan cerita soal ini.. Sekarang aku sangat menyesal menceritakan semua ke Rangga.. Tapi, aku udah janji ke diriku sendiri buat terbuka dan ga nutupin apapun ke Rangga.

Klek

"dek, ka.... Oh!!!", Airin menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Dia tampak kaget dan shock lihat isi dalam ruangan ini.

"Vi.. Vina.. Kamu gapapa?", Airin berlari menuju ke arahku, dan terlihat panik.

"Airin, tolong Rangga, tangannya terluka, banyak darah ditangannya, aku mohon, tolong Rangga!!", aku menangis dan meminta Airin untuk mengurus suamiku

"jangan menangis, Vina, kamu baru menjalani operasi.. Aku mohon.. Jangan buat dirimu tambah parah!", Airin terlihat ga peduli sama sekali dengan Rangga.

"Airin diaaaaam! Istriku akan baik-baik saja! Istriku ga akan tambah parah, Istriku akan hidup denganku berpuluh-puluh tahun lagi! Aaaaarrghhhh!!! Andika bangsaaaaaaaat!!!"

BUG BUG.. PRAAAAAANG!!!

Rangga berdiri, berbicara dengan Airin sambil menangis, dan memukulkan tangannya beberapa kali ke tembok, lalu membanting dan memecahkan beberapa perabot lagi.

TOK TOK TOK

"Selam.. Mohon maaf, saya tunggu di luar.", Fadli dengan tangan membawa sekarung beras dan beberapa bahan makanan mentah, menutup kembali pintu kamarku setelah melihat kondisi didalam.

"Aaaarrghhhh!!!", Rangga memukuli lantai yang banyak berserakan beling disamping tempatnya duduk saat ini.

"Rangga, jaga sikapmu! Ini rumah sakit!!"

"Airin, lakukan apapun, keluarkan Dimethylmercury dari tubuh istriku!", Rangga berbicara tanpa merubah posisinya, masih duduk di lantai.

"aaa..aapaaaa??", Airin terlihat sangat kaget.

"apa kau tidak dengar apa yang aku bilang??? Istriku terpapar racun itu dari dua bulan lalu, lakukan apapun sekarang juga! Sembuhkan istriku.. Aku mohon... Lakukan apapun...", rangga kini berbicara sambil menangis.

Aku ga ngerti.. Racun? Merkuri.. Hmm.. Dimetylmercury? Apa maksud semua ini? Apa maksudnya???

Airin berjalan ke arah Rangga. Memeluk bayi besarku itu, dan membuat Rangga justru semakin menangis.

"aku mohon kak, keluarkan racun itu dari tubuh istriku.. Aku mohon.. Aku ga bisa dan ga mau hidup tanpa istriku.. Aku mohon selamatkan istriku... "

"Rangga, tenangkan dirimu..", Airin masih memeluknya.. Sejujurnya aku iri dengan Airin.. Aku ingin sekali, akulah yang memeluk Rangga saat ini..

Apa yang sebenarnya terjadi padaku? Aku merasa hidupku sehat-sehat saja dan tak ada masalah. Kenapa Rangga menuduhku keracunan??

"Rangga, tenangkan dirimu.. Vina baru selesai operasi, aku mohon.. Jangan kau buat masalah ini tambah rumit!", Airin melepaskan pelukannya dan mencium kening Rangga.

"percayalah padaku, aku akan melakukan yang terbaik untuk Vina!", Airin berdiri, dan berjalan ke arahku.

"Vina, aku akan bicara dengan dokter senior Lucas. Kita akan melakukan metode kelasi sesegera mungkin!",

"maksudmu??", tanyaku padanya.

"aku akan berusaha keluarkan racun itu dari tubuhmu! Semoga belum sampai akut!", wajahnya terlihat cemas.

Airin memencet bel memanggil perawat.

"Dek, apa kau sudah tenang?"

Rangga berdiri dan datang mendekat.

"Tolong jaga Vina, kendalikan emosimu!", pinta Airin padanya.

TOK TOK TOK

Klek

"selamat pa... Aaaaaaa", perawat yang baru memasuki ruangan kami berteriak melihat kondisi didalam.

"persiapkan kamar kosong dengan kelas yang sama! Pindahkan ibu Vina!", Airin memberi instruksi.

"ba..ik.. Dokter!"

Klek

Perawat tadi keluar dengan muka yang aku yakin sebentar lagi akan ada gosip diantara perawat dirumah sakit ini.

"Dek, apa kau sudah tenang?"

"Apa yang mau kau tanyakan?", masih berdiri mematung, sambil menatapku.

"bagaimana bisa?", Airin menatap Rangga, dengan tangan kanannya ada dipinggangnya.

"Andika ingin membunuh Vina, dengan memberi racun DimethylMercury pada bunga yang diberikan kepada Vina.", Rangga menjelaskan dengan masih ada emosi diwajahnya. Namun ia berusaha menahannya.

"Vina, dari kapan Andika memberimu bunga?", Airin menatapku kali ini

"itu...sepertinya dua bulan lalu.. Setelah kami bertemu di pesta perkawinan anak Pak Santoso, direktur dari Oasis Company, salah satu mitra bisnis V-company.", aku mejelaskan. Aku masih belum yakin tubuhku terpapar racun, dan untuk apa meracuniku? Tapi aku diam. Aku ga mau banyak bertanya, karena Rangga masih terlihat emosi dan kini berusaha untuk memperbaiki moodnya.

"baiklah.. Kalau begitu, aku mengerti apa yang harus aku lakukan! Jangan khawatir, semoga semua akan baik-baik saja!", Airin tersenyum kepadaku.

"se..semoga???? Apa maksudmu, Vina harus sembuh, kak!"

"Rangga, sudah kukatakan, kendalikan emosimu! Kau cukup tahu, kan apa itu dimethylmercury??? Aku mohon, jangan menjadi bodoh dengan emosimu! Kendalikan dirimu!", Airin memarahi Rangga.. Tapi terlihat cukup berhasil, walau Rangga terlihat masih menahan tangis dan emosinya.

TOK TOK TOK

klek

"dokter, ruangan sudah siap. Apa ibu vina dipindahkan sekarang?", tanya perawat yang baru saja masuk ke dalam ruangan.

"tentu saja! Tolong bantu aku!"

"baik, dokter..", perawat itu membuka pintu, mendekat dan bersiap mendorongku.

"kau tarik kasurnya, aku akan bawakan infusnya, dan kau Rangga, dorong dari kasur bagian atas!", airin memegang besi dibelakang kasurku dan meminta Rangga mendorongnya.

Rangga patuh, dan mendorongnya. Kami langsung menuju kamar sebelah, tepat disamping kamar perawatanku yang telah diobrak-abrik oleh Rangga.

"dokter Airin!!", Airin menengok ke arah suara .. Tapi,, oh tuhan.. Suara itu....