webnovel

Turut Berduka Cita pada Sang Suami

"Re liburan kali ini rencana kamu ngapain nih?" Tanya seorang gadis dengan rambut hitam mengkilap yang sedang terlentang di bawah kasur Reita.

Gadis yang namanya terpanggil tersebut menengok ke bawah untuk melihat sang lawan bicara. "Aku? Entahlah.. Ya, yang pasti pulang." Ungkapnya acuh tak acuh dengan sedikit menggerakan kaki kanan yang menjutai indah.

"Yakin gak ada rencana? Biasanya juga kalau pulang, tuh mulut nyerocos aja kayak jalan tol yang lancar jaya." Sindir seseorang dari arah pintu. Gadis yang berlesung pipi itu melenggangkan kakinya untuk duduk di kasur bawah satunya.

Reita dengan cepat mendudukan dirinya, "Lah memang gue gak ada rencana kok. Kalau dulu sih salahin aja tuh *ikhwan kurang ajar yang tiba-tiba nongol." Rutuknya dengan wajah yang super masam.

"Yakinn? Siapa tahu lo kangen gitu." Sindir seseorang bernama Femi. Gadis yang memiliki rambut hitam berkilau layaknya iklan sampo itu.

"Hidih, siapa yang kangen." Balasnya. Ia beranjak turun melalui tangga yang tersedia di samping tempat tidurnya, yang menghubungkan tempat tidur Kak Naya dengan miliknya. "Nih, ya.. Gue muak sebesar 99,99999999%. Kalian pikir aja, gue satu TK sama dia, satu SD, SMP.. Gue udah tau busuknya dia kayak gimana.. Dan gue gak habis pikir, ngapain kalian ngefans ke dia yang gak ada apa-apanya itu."

"Lah, emang dia tampan kok, baik hati lagi.. Pokoknya Ikhwan idaman para mertua." Ucap Femi yang tak rela idolanya diinjak-injak orang lain. Ya, meskipun itu teman masa kecilnya sendiri, gak peduli.

"Ya allah.. Ganteng dari mana kalian.. Gantengan Ustadz Hilman tau. Apalagi beliau sudah hafidz, ingin sekali rasanya diri ini hidup berdampingan dengannya. Pastilah diri ini bahagia dunia akhirat, Maasyaa Allah." Ucap Reita dengan wajah yang berseri-seri.

"Astagfirullah, Rere." Tegur seseorang dari arah belakang. Dalam sekejap gadis yang tengah membayangkan bagaimana indahnya hidup bersama seseorang yang begitu ia puja, sirna begitu saja.

Suara tegas itu langsung membuatnya terdiam, dengan perlahan ia membalikan badan. "Assalamualaikum, kak Nazma." Sapanya dengan wajah dibuat seceria mungkin. Ia berusaha untuk menekan kegugupannya.

"Waalaikumussalam." Balasnya dengan nada yang masih tegas. Gadis yang memiliki nama lengkap Nazma Rikza An-Nida itu masih bersedekap dada, tak bergerak sedikitpun.

"Kak Nanaz baru pulang? Udah sore juga. Pasti dikerjain dosen lagi.." Reita masih berusaha melembutkan hati Nazma. Ia tahu benar, bahwa ia sedang menggali kesalahan.

"Huuu.. Cari muka tuh kak Naz." Canda kak Naya. Reita yang saat itu bermuka manis tiba-tiba menatap tajam.

"Kak Naya..." Rengek Reita yang dibalas dengan kikikan dari Femi dan Naya.

"Tadi kamu ngomongin apa?" Tanya Nazma masih dengan ketegasannya.

"Enggak kok, Kak. Kita gak ngomongin apa-apa." Bantah Reita.

"Jujur. Di sini, kita tidak diajarkan untuk berbohong. Apa gunanya berbohong? Allah maha tahu. Tak ada yang mampu kau sembunyikan sendirian." Ucapnya. Ia berjalan menuju tempat tidur yang saat ini tengah diduduki Naya. Ia menepuk sedikit kaki yang terjulur di atas tempat tidurnya.

Naya hanya tersenyum meringis, "Kak.. Bukan begitu maksudku." Bantah Reita.

"Lagi-lagi kamu mengabaikannya. Membayangkan ustadz Hilman yang belum tentu jodohmu. Jangan seperti itu, apakah kau mau mendapatkan seseorang yang juga sering membayangkan **akhwat lain?" Tanyanya. Reita menggeleng keras.

"Naz, kayaknya dia gak mau Ustadz Hilman. Dia mau sama soulmatenya itu loooh.." Naya berusaha kembali mengobarkan pembicaraan yang sempat padam.

"Gak, Kak. Kak Naya apaan sih, aku gak suka dia. Dia gak sepadan denganku.." Rengeknya berusaha untuk memberikan bukti yang meyakinkan.

"Hush.. Jangan seperti itu. Siapa tahu memang betul itu jodoh kamu Re.." Sangkal Nazma. Ia kemudian memvaringkan diri di atas pangkuan Naya.

Reita memang sudah lama memutuskan untuk hidup di asrama sambil nyantri di kota Jakarta ini. Ia awalnya terpaksa karema tuntutan sang Ayah yang khawatir putrinya terombag-ambing hidup sendirian di Jakarta. Karena dulu, ia memiliki seseorang yang menjadi mata-matanya, yaitu Nazmi.

Dengan segala metode ia mencoba untuk menolak keinginan sang ayah, namun hasilnya nihil. Dengan berat hati ia berusaha untuk membaurkan diri dalam keramaian. Ia masih bersyukur kamar dengan jumlah empat orang dibandingkan kamar-kamar yang lainnya. Dan ia pun bersyukur memiliki teman-teman yang membuatnya mudah bergaul.

Memang terkadang terdapat hal-hal yang menyebalkan seperti sekarang ini. "Kalian malah doain aku jodoh sama dia ya.. Aku gak mau.." Ucapnya setengah menjerit.

"Stop it, Reita. Telingaku bisa-bisa robek gegara suaramu yang tak bisa dikontrol." Dumel Femi.

"Bodo amat." Balasnya lagi. Ia memutuskan untuk naik ke tempat tidurnya di tingkat dua. Yang diiringi tawa dari teman-temannya yang lain.

***

"Kak, hati-hati ya.. Salam sama Keluarga di rumah. Jangan lupa bawa sesuatu ketika kembali yaa.." Ucap Reita ketika melihat Nazma yang sedang merapikan hijab yang membalut tubuh rampingnya itu.

"Oleh-oleh apa?" Tanyanya lembut, dengan tangan yang meletakan kaca mata di wajahnya.

"Jodoh, Kak." Gurau Femi. Yang disetujui dua yang lainnya. "Hish.. Minta aja sama Allah." Ucapnya lagi. "Sudahlah.. Satu jam lagi pesawatnya pergi. Aku buru-buru. ***Fii amanillah juga kalian yang akan pulang.. Assalamualaikum." Pamitnya. Gadis yang mengenakan gamis berwarna peach dengan hijab berwarna lebih tua dari pakaiannya itu meninggalkan ruangan dan menutup pintu dengan lambaian tangan yang mengiringi.

"Kak Nanaz udah pamit, sekarang giliran kita berdua karena kita satu destinasi." Ucap gadis yang memiliki lesung pipi itu dengan nada yang dibuat sebahagia mungkin.

"Kalian jahat, meninggalkanku sendirian di sini." Komentar Reita yang juga tengah sibuk merapikan barang bawaannya.

"Gak jahat sama sekali. Kan dirimu pulang juga. Dasar anak kecil.." Dengus Femi yang tengah merapikan tempat tidurnya.

"Jangan lupa kuncinya simpan di tempat rahasia, jangan lupa kamarnya harus rapi lagim Kan tinggal dirimu yang belum packing..." Cecar Naya yang tengah menutup semua jendela di kamar tersebut.

"Aishhh.. iya iya bawel. Sana ah, cepat pergi pusing aku." Sembur Reita.

"Haissh.. Ayo Kak Nay.. Sendirian baru tau rasa lo." Dumel Femi yang tengah mengangkat kopernya ke luar ruangan. "Gak habis pikir ni anak kalau nikahnya kayak gimana? Aku turut berduka cita pada sang suami yang bersedia menerima." Ejek Femi.

"Apaan sih lo, sibuk amat ngurusin hidup orang."

"Hussshhh.. Femi Femi, sudah. Kalian ini kalau jauhan aja telponan sambil nangis-nangis, dekat aja kayak kucing garong." Komentar Naya, gadis yang mengenakan gamis berwarna baby blue seperti Femi.

* Ikhwan = Laki-laki yang insyaa Allah paham agama dan sudah hijrah.

** Akhwat= Perempuan yang insyaa Allah paham agama dan sudah hijrah.

*** Fii amanillah= hati hati. Semoga dalam lindungan Allah.