webnovel

Tangan Pak Erte Nakal

Terdengar suara pria itu tertawa disusul si wanita. Entah mengapa ia merasa seolah mereka sedang menertawai dirinya. Ini membuat Rianti makin malu. Dengan bergegas ia melangkah pergi meninggalkan tempat itu. Ia tak suka. Begitu tak suka bahkan sampai kemudian tasnya terjatuh ia sudah tak mau mengambil lagi. Rianti tak peduli dan terus saja jalan ke arah lift.

Saat pintu lift kebuka, dia kaget melihat Syenni di sana yang langsung dengan ramah dan kangen memeluk Rianti. Mereka cipika-cipiki sebentar. Rianti tak jadi turun dan menghabiskan waktu mengobrol di depan lift. Topik soal suami Rianti jadi pembuka untuk obrolan melebar kemana-mana sampai kemudian Syenni mengajak Rianti pergi ke pub.

“Emang kamu mau kemana sebetulnya?”

“Ke pub.”

“Buat?”

“Buat…. Ngurus imigrasi,” katanya sok serius. “Ya buat kencan lah!”

Syenni tertawa, disusul Rianti.

“Nggak kok. Cuma mau ketemu orang buat urusan bisnis. Yuk ikutan?”

Ucok sudah memberikan izin dirinya akan lama. Kalo dia datang lebih cepat, bisa jadi Ucok malah heran. Memanfaatkan situasi itu Rianti mengikut saja. Lagipula seumur-umur dia belum taju seperti apa sih Pub itu.

Dia adalah seorang gadis 22 tahun yang karena kesulitan ekonomi secara beruntung jatuh ke tangan Ucok dan pria itu sejauh ini belum pernah membawanya ke tempat semacam itu. Dia adalah gadis baik-baik, menikah sebagai perawan, akan jadi isteri yang setia. Tapi soal ke pub sepertinya tak ada salahnya dia ikuti dengan alasan izin dari Ucok tadi.

“Gimana kabar suamimu?”

“Laki gue masih gitu.”

“Gitu gimana?”

“Loyo.”

Syenni tertawa. Ugh, dalam tawanya, Rianti merasa gejolak di kedalaman yang sama lagi. Sebuah perasaan berdesir yang membuat kewanitaannya mendadak basah. Sebuah rasa misterius yang dia tak tahu kenapa bisa muncul begitu saja.

*

Pak RT betul-betul udah otak kotor. Di perjalanan kali ini dia sengaja ngatur supaya barang-barang belanjaan nggak bisa ditaruh di bangku belakang dengan alasan ini dan itu. Banyak deh. Intinya gak bisa dipake dan otomatis Astuti badannya jadi mengarah ke kanan, dekat dengan kopling karena sisi kiri dipenuhin macem-macem barang belanjaan.

“Nanti kalo kamu ke pasar induk lagi, jangan ragu. Telpon aja aku, dik Tuti.” Ca’ilah karena udah ngerasa diri akrab dia manggil dengan nama kesayangan ‘Tuti’ dan bukan ‘Astuti’ lagi.

“Terima kasih pak erte.”

“Jangan panggil pak erte ah. Kesannya koq udah tua.”

“Panggilnya apa dong?”

“Boleh juga panggil Yayang,” jawabnya genit. Astuti jadi ketawa.

“Ogah ah. Nanti nggak enak.”

“Nggak enak sama siapa”

“Ya mungkin…. Sama pacarnya pak erte, gitu.”

“Aku gak punya.”

“Pak erte gimana sih. Masa iya gak punya? Bo’ong dosa lho.”

“Emang iya.”

“Kalo ada yang naksir gimana?”

“Coba ceritain dong koq kamu bisa bilang gitu?”

Sambil ngomong, ganti kopling. Kopling tangan di sisi kirinya masuk gigi satu. Sebetulnya itu bikin kendaraan jadi nggak kencang. Tapi manuver itu emang disengaja karena tujuan ganti kopling ke gigi satu sebetulnya cuma supaya tuas kopling digerakin dan dia bisa nyentuh paha. Kemudian dari gigi satu, dia naik ke gigi dua. Pergerakan ini ngebuat posisi tuas kopling akan ngebuat tangannya nyentuh paha tapi juga akan menyingkap rok seukuran di atas lutut yang dipakai Tuti.

Gara-gara Tuti nyerocos, dia nggak sadar kejadian itu. Juga nggak sadar kalo mata beberapa kali ngelirik ke bagian paha yang sempat kebuka. Hepi lah dia.

Astuti akhirnya sadar juga lah. Sadar waktu punggung tangan nyentuh pahanya dan sesekali ngegesek ketika harus ganti kopling. Aduh, dibegituin aja bikin sang janda muda bergetar hatinya. Bergetar dan juga terangsang. Tapi hanya begitu aja, dan nggak bertindak lebih jauh.

Begitu sampe rumahnya, Astuti nurunin barang dengan dibantu. Aduh, deg-degan liat si janda bahenol karena waktu keluarin barang dari mobil dirinya masih ada di depan stir mobil. Jadi waktu Astuti agak ngebungkuk buat ambil tas, dia jadi disuguhin pemandangan belahan dada montok.

Jadi keingetan lagi dia dengan kejadian kemarin. Benar-benar itu hari keberuntungan karena bisa nyikut emputnya buah dada Astuti. Sayang, hari itu hal seperti itu nggak kesampaian lagi.

Kalo aja tau, sebetulnya Astuti juga berharap yang sama tapi terlalu malu untuk disampaikan.

*

Ternyata punya teman yang lucu memang sangat menyenangkan. Jadi waktu Rianti diajak ngobrol – biarpun itu dilakukan di pub yang seumur-umur belum pernah Rianti datangi – tak pake lama, dia pun enjoy. Mereka sudah menyelesaikan makan malam dan sekarang dengan masing-masing memegang segelas Red Wine obrolan mereka terasa makin asyik.

Syenni yang malam itu tampil casual ternyata adalah TKW yang kemudian beralih jadi pegawai admin dan naik lagi jadi supervisor di sebuah perusahaan advertising di Seoul. Menurut ceritanya, bossnya baik hati dan dari dia gadis itu bisa dapat hidup layak. Dia sudah berkarier lima tahun dan betah tinggal di sana. Setelah berkarier di Seoul dia sekarang diajak hidup bersama oleh bossnya dan mereka tinggal di apartemen yang sama tapi di Tower 3. Mengenai soal pulang kampung, dia lakukan setahun sekali. Mengenai soal uang, tiap bulan dia mentransfer ke orangtuanya.

Melihat Syenni begitu terbuka dan blak-blakan, Rianti juga jadi ikut-ikutan. Dia kemudian ceritakan hidupnya yang ternyata berasal dari ekonomi bawah di kota Pontianak. Setamat D3 dia tak melanjut kuliah karena orangtuanya tak sanggup lagi membiayai dirinya. Mereka fokus biayai hidup dua adiknya yang masih SMA. Rianti mengalami kesulitan ekonomi parah sampai kemudian karena sudah gak tahan lagi orangtuanya lantas menjual puteri sulung mereka ke seseorang yang tak lain adalah seorang sugardaddy alias mucikari.

Tak mau mengambil keperawanannya, sang mucikari kemudian menjual dirinya kepada seorang pelanggan setianya dan itu tak lain adalah Ucok yang kebetulan sedang melakukan perjalanan bisnis di kota itu. Jadi, pria itulah yang akhirnya mengambil keperawanannya. Bagi Ucok, kejadian itu serasa membuatnya sangat perkasa dan menjadi pria sangat hebat. Padahal sejatinya Ucok itu tak sehebat dan seperkasa yang dirinya bayangkan. Itu hanya pikirannya semata. Egonya telah meroket dan karena merasa perkasa itulah, belakangan jadi jatuh cinta dan berniat menjadikan Rianti sebagai isteri simpanan. O ya, diam-diam Rianti juga sebetulnya punya pacar yang sayangnya belum sempat berbuat apa-apa sudah harus digondol Ucok duluan.

Ucok memang hebat. Dia juga yang memperkenalkan minuman keras seperti Red Wine, Champagne, Martini ke Rianti. Jadi dia tidak katrok sewaktu Syenni menawarkan minuman. Ditemani gelas kedua, Rianti terus bercerita bahwa dengan diiming-imingi ini dan itu Rianti bersedia dinikahi. Ia ditempatkan di sebuah kost eksklusif selama beberapa bulan sampai kemudian menjelang setahun hubungan mereka, Ucok melamarnya untuk menjadi isterinya. Sekarang mereka dalam honeymoon tapi semua berantakan gara-gara obat sialan yang membuat suaminya loyo. Tak ada rasa sesal ketika Rianti menceritakan bagian itu, ia malah merasa lucu. Mungkin akibat pengaruh alkohol yang mulai bikin pening kepalanya.

“Hidup itu penuh kejutan. Kalo kamu ngadepin yang berat-berat, jangan sedih. Jangan baperan. Ambil aja hikmahnya. Kamu itu masih muda, cantik. Kenapa harus nangis kalo jalan di depan masih panjang,” Syenni berucap sambil menyisip minumannya.