Akhirnya Ervan bisa pulang juga. Setelah mengantar putri majikan dari hiburan karaoke bersama teman-temannya. Ervan pun meng-starter keretanya, pasti istrinya sudah menunggunya hingga larut pagi begini. Belum lagi jam sembilan pagi dia harus kembali kerja lagi seperti biasa. Mengantar majikannya ke kantor. Kalau setiap hari seperti ini Ervan harus lebih giat lagi. Walau dia tidak akan bisa bersama terus dengan istrinya. Hanya bisa bersama dengan Fira di hari malam, pagi dia sudah berangkat kerja. Rasanya Fira bakal kesepian terus setelah dia tau kalau dirinya sudah mendapat pekerjaan yang terlalu larut malam begini.
Sampai di rumah, dia memasukan keretanya ke rumah. Ervan selalu bawah kunci cadangan rumah orang tuanya. Tidak mungkin Ervan membangunkan ibunya yang sudah tertidur pulas di kamar. Setelah dia memasukan kereta ke dalam rumah. Dia kembali menutup pintu depan dengan baik. Tiba-tiba dengan kaget lampu depan hidup, ternyata ibunya bangun.
"Baru pulang? Ke mana saja dari pagi sampai sekarang baru pulang se-larut pagi begini?" tanya Renata pada Ervan.
"Tadi pagi habis antar lamaran pekerjaan, terus aku dapat tawaran dari perusahaan, walau gak seberapa, Ma. Asal gak nyusahin Mama sama yang lain, apalagi Fira sekarang lagi hamil, masa sebagai suami cuma duduk doang di rumah. Nanti calon anakku mau makan apa?" jawab Ervan membuka dua kancing kemejanya.
"Kerja? Sebagai apa?" tanya Renata.
"Jadi supir pribadi putri majikan dan Tuan rumah juga, Ma," jawab Ervan cepat dan dia duduk untuk melepaskan sepatu serta kaus kakinya.
"Supir? Kecil dong gajinya?" ucap Renata menyindir.
Ervan tidak terlalu tersinggung atas ucapan ibunya. Dia cukup beri senyuman. Mungkin memang sangat rendah jadi supir. Tapi itu yang bisa Ervan terima sementara sampai mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
"Gak seberapa sih, Ma. Yang pasti gak repotin Mama, bang Kevin, dan Kak Rinda. Setidaknya gaji itu cukup untuk persalinan saat Fira melahirkan," kata Ervan membawa sepatu ke tempatnya. Renata memperhatikan sikap putra ke-duanya.
"Kamu bersama Fira? Fira dari tadi belum pulang, aku kira dia pulang ke rumah alm. orang tuanya," ucap Renata memberitahu kepada Ervan.
Ervan yang baru saja mau ke kamar, dia berhenti, dan menoleh. "Hah? Yang benar, Ma? Loh, dia kok gak kasih tau ke aku?" timpal Ervan kembali.
Renata berjalan menuju arah dapur, setelah Ervan kembali bertanya pada dirinya. "Mana Mama tau? Bukannya dia itu istri kesayanganmu?"
Ervan segera masuk ke kamar dan mengisi baterai hapenya yang sedari tadi mati. Setelah beberapa menit kemudian, dia menghidupkan hapenya kembali di sana terdapat beberapa panggilan tak terjawab dari Fira pukul tujuh malam hingga pukul delapan malam, bahkan chat pesan pun masuk beberapa kali hanya menanyakan kabarnya.
Ervan pun kembali menelepon istrinya namun disayangkan panggilan tersebut sedang tidak bisa dihubungi. Ervan mencoba menelepon telepon rumah alm. mertuanya. Tetap sama tidak ada jawaban sama sekali. Ervan merasa khawatir atau mungkin dia akan mencoba ke rumah sebelum berangkat kerja. Bisa saja Fira sudah tidur atau bagaimana.
*****
Esok harinya, Fira sudah di tunggu oleh Alberto di depan kamar. Setelah berganti baju diberikan oleh Alex. Lalu tempat rawat juga sudah rapi oleh Fira. Dia pun hendak untuk keluar, namun seorang perawat memberikan surat dan beberapa obat vitamin padanya.
"Ini hasil pemeriksaan kemarin dan untuk obatnya jangan lupa di minum," ucap perawat rumah sakit itu. Fira pun menerima kemudian tak lupa senyum kembali pada perawat tersebut.
Sepeninggal dari rumah sakit, Alex sudah kayak bebek cobek menunggu beberapa jam hanya karena satu orang saja. Alberto memasukan tas berisi baju kotor milik Fira. Fira mendekati Alex dengan muka sudah berlipat ganda.
"Terima kasih sudah mau mengantar aku, sebenarnya aku itu bisa ...."
"Cepat masuk! Makin lama matahari pun segera menerbitkan cahaya mematikan!" potong Alex membukakan pintu untuk Fira.
Fira tau bahwa pria di depannya takut jika dirinya menolak atas tawaran niat baiknya. Perdebatan dengannya itu tak akan pernah usai. Fira pun masuk ke dalam dan Alex menutup cukup kesal, lalu dia pun masuk ke posisi pengemudi. Fira memperhatikan sekitar. Pengikut pria itu tidak ikut bergabung.
"Loh, si Bapak itu gak ikut mobil ini?" tanya Fira.
Alex langsung mengalihkan tatap lewat kaca depan. "Dia ada Nisan satu mobil mereka bawa. Aku yang akan mengantarmu, sekarang berikan petunjuk di mana alamat rumah mu sekarang?" jawab Alex kemudian bertanya pada Fira.
"Jalan saja dulu nanti setelah simpang pojok depan ada lampu merah, belok kanan," jawab Fira kemudian. Alex pun menjalankan mobilnya sesuai intruksi dari Fira.
Beberapa menit kemudian, mobil fortuner hitam memasuki area halaman yang cukup luas. Ervan baru saja mengeluarkan kereta untuk pergi ke rumah alm. mertuanya. Tiba-tiba dia melihat sebuah mobil fortuner hitam masuk ke halaman rumah ibunya.
Masih dengan sikap acuhnya, Ervan memperhatikan mobil itu seksama. Lalu seseorang keluar dari mobil itu kemudian membuka pintu kedua, seseorang keluar tak lain adalah Fira. Ervan langsung terkejut, melihat istrinya bersama orang lain.
Setelah itu Alex membawa tas berisi baju kotor milik Fira. Fira pun hendak untuk arah rumah mertuanya. Di sana Ervan mendekati istrinya. Lalu Renata pun ikut keluar setelah dia mengintip lewat belakang dapur. Ada mobil berhenti di depan halaman rumahnya.
"Sayang, aku kira kamu di rumah, baru saja aku mau ke sana. Terus, kamu ...." Ervan menatap Alex dengan Penyelidik.
"Kamu ...." Ervan seperti kenal pria itu. Alex membuka kaca mata hitamnya, dan menyabut Ervan dengan baik.
"Selamat pagi, saya Alex, saya cuma mengantar istri Anda dari rumah sakit," jawab Alex ramah dan mengulurkan tangan pada Ervan. Ervan sebenarnya ragu membalas tangan itu, tapi, mau tak mau dia pun membalas.
"Saya Ervan, suaminya Fira, tadi kamu bilang antar istri saya dari Rumah sakit?" Alex mengangguk.
Ervan pun menoleh arah Fira. "Sayang, kamu sakit? Apa janinnya bermasalah?" Ervan bertanya pada Fira.
"Gak kok, Sayang. Aku kemarin cuma kecapekan, terus belum sempat makan saat ikut kamu antar lamaran kerja, terus tekanan darah aku menurun. Aku uda gak apa-apa kok. Dokternya sudah beri obat penambah darah dan vitamin juga," jawab Fira senyum.
Tapi bedanya Renata dari tadi memperhatikan pria asing itu. Ervan dan Fira masuk ke rumah. Tetapi Renata masih dengan sorotan tidak suka sikap menantunya.
"Selamat pagi, Tante. Anda pasti ibu mertuanya Fira? Saya hanya mengantar menantu Anda dari Rumah sakit," sapa Alex pada Renata. Renata tidak menyahut sapaan dari Alex.
"Alasan! Palingan gak pulang, cuma cari sampingan buat jual diri lagi!" ucap Renata kemudian, sangat jelas di telinga Alex apa yang diucapkan oleh wanita tua ini.
Fira juga dengar apalagi Ervan. "Ma! Cukup Ma. Yang penting Fira sudah pulang? Kenapa sih Mama ungkit masalah itu terus?!" ucap Kevin pada Renata.
Kevin tau betul apa yang terjadi antara menantu dan mertua. "Memang kenyataan kan? Dia jual diri, biar dapatin apa dia inginkan. Memang selama Tiga bulan belakangan ini dia dapat uang begitu banyak kalau bukan hasil jual dirinya?! Bisa jadi janin dia kandung bukan anak Ervan, bisa jadi anak pria ini?!" sanggah Renata sambil menatap sinis pada Alex.