Theria memasuki sebuah aula. Ini adalah ruang kerja Melianor. Dinding ruangan berupa rak buku yang menjulang pula sampai ke langit. Langit-langit yang terasa amat jauh itu dihiasi lukisan klasik. Tokoh-tokoh dan latar belakang di dalam lukisan itu mengisahkan sesuatu.
Di antara keajaiban buku-buku dan lukisan klasik, Melianor sedang berdiri di depan sebuah meja berukir tiga dimensi laut. Perempuan itu terlihat serius dengan balutan gaun warna kayu sengon. Gaun itu memperlihatkan bahunya yang lembut dan halus. Rambutnya tergerai, dia memakai riasan tipis dengan lisptik warna merah maroon di bibirnya. Perhatiannya terfokus pada permukaan meja ketika Theria menghampirinya. Dia baru mengangkat wajahnya ketika Theria memanggilnya.
"Madam."
"Bagaimana keadaannya?" tanya Melianor.
"Dia baik-baik saja. Aku tinggalkan di ruang makan," jawab Theria dengan wajah datarnya.
Melianor terlihat lega. "Saat bangun, apa yang dia ingat pertama kali?"
Theria dapat mengingat dengan cepat. Walaupun tidak menarik, dia tetap menjelaskan.
"Tidak ada hal spesifik. Dia tidak mengungkapkan apapun selain ingin tahu di mana Max. Walaupun begitu, aku tahu dia menyembunyikan sesuatu."
"Ya, itu terlihat di wajahnya bukan?"
Theria mengangguk.
"Ya, wajahnya mencerminkan suara hatinya. Sekalipun pikiran sadarnya berusaha mati-matian untuk mengabaikan, wajahnya justru memperlihatkan semuanya."
"Lantas apa dugaanmu?"
"Aku belum menyimpulkan apapun. Kita lihat apa yang akan terjadi."
Melianor tertarik. Dia menyilangkan kedua lengannya ke dada. Dia jadi terlihat lebih berwibawa.
"Kamu sedang mengujinya?"
Theria mengangguk.
"Sebelumnya aku membuatnya menikmati teleportase. Selama perjalanan itu, fisiknya tidak terdampak sedikitpun. Dia juga tidak mengeluh kesakitan. Selain itu, dia lekas bisa beradaptasi dengan magi di mansionmu. Itu membuatku berpikir kalau dia memang memiliki energi chi yang sangat besar di dalam dirinya. Hanya saja, dia masih terdominasi oleh sisi manusianya. Aku jadi penasaran apa yang akan terjadi nanti."
Melianor terlihat mempertimbangkan sesuatu. Theria menangkap ketertarikan Melianor pada salah satu keterangannya. Dia menunggu Melianor mengatakannya dengan nada seorang guru yang mencari tahu apakah muridnya bisa diandalkan atau tidak dalam suatu kompetisi.
"Menurutmu apa yang akan terjadi jika dia melepas sisi manusianya?"
Theria berpikir, tapi kemudian dia tidak bisa membuat kesimpulan. Dia merasa terlalu dini jika menyimpulkan sesuatu hanya berdasarkan pengamatan singkatnya. Walaupun begitu, dia tetap menyampaikan dugaan-dugaannya.
"Kkekuatannya mungkin lebih dari yang bisa kita antisipasi," kata Theria mengungkap salah satu dugaannya.
Melianor tersenyum, "Hanya itu?"
Theria mengedikkan bahunya.
"Madam sendiri, apa yang Madam pikirkan tentangnya?" tatapan matanya lalu tertuju pada gambar-gambar yang tertampang luas di meja. Beberapa saat kemudian dia menatap kedua mata Melianor. Mereka bertatapan selama beberapa saat sampai Melianor menjelaskan pemikirannya.
"Theria...sudah berapa kali kubilang untuk menghentikan penggilan itu?"
Theria tersenyum.
"Aku merasa dengan begitu aku bisa serius denganmu."
"Sudah cukup," Melianor memperingatkan.
"Sorry, kau tadi terlihat sangat serius, aku hanya ingin mencairkan suasana hatimu."
Theria memang selalu bisa menebak isi hatinya, seolah-olah dia adalah pembaca jiwa, sehingga Melianor tidak dapat menyembunyikan apapun darinya. Tak terpungkiri, permainan strata yang baru saja dilakukan Theria membuat urat wajahnya jadi lebih rileks.
"Dia ada di sini karena kematian Bibi. Setelah dia mengetahui rahasia di balik kematian ibunya mungkin dia akan memutuskan untuk tidak bergabung dengan kita. Saat ini yang paling penting sebelum itu adalah mencari tahu rahasia di balik kematian Bibi. Kematiannya memiliki dampak yang besar pada Gelombang." Keduanya saling bertatapan dan merenung.
"Terjadi gempa akhir-akhir ini. Dari gempa berskala rendah sampai tinggi," lanjut Melianor.
"Lalu apa yang kamu curigai?"
"Aku khawatir bencana banjir besar akan terulang. Itulah kenapa aku melihat kembali pemetaan ini. Gempa yang terjadi tidak berada dalam arus alami. Ini seperti menyiratkan kemarahan Gelombang."
Theria sudah menduga hal itu sehingga dia tidak kaget ketika Melianor mengatakannya. Dia mendekati meja Melianor dan melihat lebih jelas gambar-gambar yang disertai dengan grafik bergelombang di atasnya. Terpampang pula lintang gunung dan samudera. Gambar itu terlihat seperti replika peta dunia di permukaan datar. Grafik gelombang di penampang lintang gambar itu terlihat hidup, seperti grafik harga saham yang bergerak secara real time.
"Sejarah akan terulang kembali," bisik Theria. Ucapannya terdengar seperti leher yang dicekek.
"Aku harap itu tidak terjadi," Melianor menyahut. Dia membuang napas setelahnya. Hal itu membuat Theria menyadari, Melianor telah melihat kemungkinan terburuk.
"Aku harap JoydaG membawa informasi yang berguna," kata Melianor. Dia titik lain dari gambar-gambar. "Aku tidak bisa membaca semuanya karena ada campur tangan sang Tanpa Wajah. Aku tidak mengerti kenapa dia muncul. Aku rasa terjadi sesuatu juga di dunia manusia."
Raut wajah Melianor kembali sedih. Perubahan singkat itu membuat Theria waspada dalam diam. Dia merasakan ketidakberdayaan pada Melianor. Jika dia sampai berkata begitu, berarti memang terjadi sesuatu yang berbahaya. Mungkinkah alam semesta mengambil alih dengan kuasanya mengembalikan Gelombang ke frekuensi awal mulanya?
"Kapan mereka akan tiba?" hanya pertanyaan itu yang akhirnya diucapkan oleh lidah Theria. Setelah mengatakannya, lidahnya masih terasa berat karena ada kata-kata yang tak jadi diucapkan.
"Mungkin petang ini," jawab Melianor.
Theria mengangguk mengerti, meskipun dalam hati dia berharap mereka datang lebih cepat, dia tidak mengungkapkan itu.
"Ada yang mengganjal perasaanmu bukan? kenapa tidak kamu katakan saja?" Melianor baru saja menyadari kalau Theria tengah menahan diri agar tidak menyampaikan sesuatu yang buruk.
"Katakan saja," Melianor mendorong Theria untuk mengungkapkannya. Bagaimanapun selama ini mereka menjaga hubungan dengan cara saling terbuka satu sama lain. Karena itulah dia lekas dapat merasakan jika Theria masih ingin mengatakan sesuatu.
"Kamu baik-baik saja? Elia menempatkan Max sebagai penjaganya dan sepertinya Max tidak bisa mengabaikannya."
Melianor menghela nafas. Salah satu telapak tangannya kini menopang tubuhnya ke meja.
"Max berhutang budi pada Bibi..." dia tidak selesai mengungkapkan perasaannya. Theria tidak mendesaknya untuk mengungkapkan semuanya. Dia tahu Melianor tidak bisa berbohong. Jika berbohong, kekuatan maginya akan berkurang. Tetap diam bisa menjadi satu-satunya jalan jika ada yang tidak dapat diungkapkan dengan mudah. Theria memahami hal itu sehingga dia menerima sikap Melianor yang berhenti di tengah pengakuannya.
"Aku senang jika kita bisa saling bergantung satu sama lain sampai akhir," kata Theria, entah itu bisa membuat perasaan Melianor lebih baik atau tidak. Dia hanya ingin mengatakan kalau dia akan selalu ada untuk Melianor.
Karena Melianor tidak lekas menyahut, Theria memperhatikan sikap aneh Melianor, baru saat itulah dia menyadari kalau kata-kata Melianor yang terhenti bukan karena Melianor keberatan Max berdekatan dengan Elia melainkan ada sesuatu yang lebih besar yang telah masuk ke radar Melianor. Theria melihat pupil mata Melianor berubah. Kepala Melianor terhentak ke langit-langit. Tatapannya tertuju ke suatu tempat.
Theria sudah sering melihat perubahan ekspresi dan pupil mata Melianor seperti itu, namun tetap tak bisa tak cemas jika itu terjadi. Sebab hal buruk bisa saja sedang terjadi sekarang. Dia memegangi pundak Melianor. Mungkin sekitar 5 detik kemudian Melianor berkata, "Elia," dengan wajah yang pucat.
Mendengar itu, Theria seketika melakukan teleportase ke ruang makan. Karena ditinggal Theria secara mendadak, Melianor menopang tubuhnya sendiri dengan sempoyongan.
Theria mendorong kedua pintu ruang makan yang ditutup sendiri olehnya beberapa menit yang lalu. Jantungnya berdegup kencang ketika melihat isinya. Kosong. Elia menghilang.
Terima kasih sudah mengikuti petualangan Bibi dan Dunia Bawah sampai sejauh ini.
Saya harap Anda bisa memberi saya kritik dan saran, sehingga Bibi dan Dunia Bawah bisa berkembang lebih baik.