webnovel

Biarkan Hati Yang Berbicara

kata orang semesta ini luas, tapi untukku tidak. karena dimana pun aku, kamu akan selalu berhasil menemukanku -rifza- kata orang cinta pertama itu susah dilupakan, tapi bagiku tidak. nyatanya, ketika bersamamu duniaku hanya akan diisi cerita tentangmu -disa-

Diana_Chanifa · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
11 Chs

rifza 4

setelah berpisah dengan disa, aku bergegas menuju kelasku untuk bertanya pada kedua sahabatku tentang apa yang tadi aku dengar dari mulut disa. mereka memandangku bingung karna aku masih berlari hingga menuju mejaku.

"gurunya belum dateng kali rif, ngapain sih lo lari-lari?" tanya dito tak habis fikir denganku yang berlari-lari menuju kelas.

"gue mau tanya sama lo berdua" kataku tanpa basa-basi.

"sama kita?" ari bertanya sambil menoleh padaku. aku mengangguk kecil.

"kalian tau siapa yang ngebayarin semua makanan disa sama temen-temennya?" saat mendengar pertanyaanku, kulihat ari dan dito saling berpandangan lalu tersenyum ringan.

"itu ulah bang ega rif, tapi pas kita tanya kenapa dia cuma ketawa gak jelas, kita juga bingung kenapa." ari menjawab.

"tiba-tiba bang ega nge gratisin mereka gitu setelah kita cerita kalo lo tertarik sama disa." dito menimpali. aku pun menghela nafasku. antara lega karna ternyata itu bukan ulah pesaingku, dan juga tidak habis fikir tentang bang ega yang benar-benar menepati janjinya.

"disa pasti ngirainnya lo ya, yang ngebayarin semuanya?"

"kenapa kalian gak bilang sih kalo disa kesana bareng temen-temennya?" tanpa menjawab dito, kubalas ia dengan pertanyaan juga.

"lo kan gak tanya.." ari membalas.

dasar mereka ini, kalau aku tidak bertanya, bukan berarti kalian tidak mengatakannya juga. tanpa membalas perkataan ari, aku hanya diam dan kembali fokus karena guru sejarahku sudah mulai memasuki kelas.

aku ingat kembali saat aku pertama kali datang untuk memulai lembaran baru disini. saat itu, setelah berkemas di asrama aku menemui bang ega di cafe nya. cafe bang ega cukup ramai pengunjung. khas cafe anak muda yang harga makanan dan minumannya juga sesuai dengan anak sekolahan maupun kuliahan sepertiku. bang ega pun tidak sendiri, ia sudah memiliki 5 karyawan yang sudah berpengalaman dalam bidangnya. di usianya yang masih 24 tahun, aku kagum dengan bang ega yang sudah sukses dengan bisnis cafe nya.

"gimana asrama lo? nyaman gak?" bang ega bertanya saat ia sudah tidak begitu sibuk dan bisa menemuiku yang sedang duduk dilantai 2.

"lumayan bang. bersih kok tempatnya."

"ari dito gak ikut?" aku menggelengkan kepalaku. bang ega hanya mengangguk mengerti. karena jawabannya sudah pasti, yaitu mereka lebih nemilih tidur daripada harus keluar karena lelah setelah membereskan kamarnya.

"lo yakin mau sekolah disini? bukannya kalo gitu lo cuma membuang-buang waktu?" aku diam mendengar pertanyaan bang ega yang tepat sasaran.

"gue mau menikmati semuanya bang.. disana gak enak, beda sama disini. gue bisa ngerasain yang namanya temen tapi beda budaya, karena kita berasal dari daerah yang berbeda-beda tapi tetap satu bangsa." kujawab bang ega setelah beberapa waktu berfikir.

"tapi lo gak bisa seterusnya disini rif, lo juga tau kan pada akhirnya lo harus pergi?" aku mengangguk lemah. bang ega menepuk pelan pundakku.

"nikmati aja dulu, tapi konsekuensi nya lo gabisa terikat disini, kecuali kalo lo jatuh cinta." bang ega berkata sambil tersenyum penuh arti. aku mengerutkan keningku.

"apa hubungannya bang?"

"cinta itu bisa mengalahkan semuanya rif, demi seseorang yang lo sayang, lo bakal bisa ngelakuin apapun. gak tau kenapa kalo sama dia bawaannya yang lo lakuin semua hanya demi kebaikannya dia. kayak gue sekarang contohnya." celoteh bang ega yang membuatku semakin bingung dengan ucapannya.

"sebenernya gue nge-bangun cafe disini karena gue jatuh cinta sama seseorang rif. dia perempuan tangguh dan berani. walaupun dia sakit, dia tetep tersenyum seakan itu bukan beban buat dia. gue kagum sama semua yang ada sama dia. makanya, daripada gue bangun cafe dijakarta, gue lebih memilih disini supaya gue bisa ngejagain dan bareng dia terus.." aku terkejut mendengar pengakuan bang ega. aku tidak pernah berfikir bahwa ternyata bang ega punya alasan tersendiri membangun cafe disini.

"dia sakit apa bang?"

"leukimia rif. tapi untungnya, setelah gue dan keluarganya dia mati-matian ngebujuk, akhirnya dia mau di terapi. dan sekarang dia sedang berusaha buat sembuh." bang ega menjawab dengan suara parau, ada nada kesedihan disana. aku hanya bisa diam tanpa bisa mengatakan apa-apa.

"kalo lo bisa nemuin alasan buat menetap disini, gue yakin lo pasti berani buat memilih." kata bang ega lagi.

"jatuh cinta itu gak segampang membalikkan tangan bang.." aku berkata realistis. bang ega tertawa mendengar perkataanku.

"cinta itu ajaib rif, tanpa lo sadari, dia bisa aja dateng gitu aja, bahkan sama mereka yang memang belum pernah bertemu. jadi, jangan diremehin."

saat itu juga, aku kembali mengingat pertemuanku dengan disa. perempuan yang membuatku tertarik hanya karena sebuah susu pisang. namun aku segera menepis bayangan itu. karena aku berfikir aku tidak mungkin jatuh cinta secepat itu.

"kalo lo udah nemuin seseorang, gue janji bakalan memperlakukan dia dengan baik disini. gue balik kerja dulu." kata bang ega sambil berlalu meninggalkanku sendirian dengan fikiranku.

-----

sepulang sekolah, aku menepati janjiku dengan menunggu disa dibawah pohon rindang ditaman belakang sekolahku. sambil menunggu, aku mengeluarkan buku sketsaku dan mulai menggambar sesuatu disana. aku terlarut dalam gambararanku sampai aku mendengar suara disa yang mengejutkanku.

"gambaran kamu bagus ya.." kata disa sambil tersenyum dan mulai duduk disampingku.

"sejak kapan kamu berdiri dibelakangku?" aku panik sambil dengan cepat menutup buku sketsaku.

"sejak kamu mulai menggambar hidungku.." ia menjawab sambil tertawa kecil.

"kamu tau aku menggambarmu?" ia mengangguk. aku tertunduk malu.

"gambaranmu bagus, mirip sama aslinya. ya pasti aku tau lah siapa. bodoh dong namanya kalo aku gak tau diriku sendiri." aku semakin menunduk malu. tiba-tiba disa memegang wajahku dan menghadapkannya kearah wajahnya. aku terkejut dan segera melepas kedua tangannya yang berada di wajahku.

"kenapa sih gak bisa ngelihat aku? aku serem ya?" disa mengehela nafas sambil bertanya padaku. kujawab dengan gelengan kepalaku.

"karna wajahku jelek?"

"kamu cantik." kini disa yang terdiam. selang beberapa menit ia kembali bertanya.

"terus kenapa? kalo cantik seharusnya kamu bisa dong ngeliat aku."

"mata kamu."

"mataku?" aku mengangguk.

"mata kamu seperti teropong disa, kalau aku menatapmu, kamu seperti mengetahui seluruh duniaku."

"ya justru bagus dong, kamu kan mau kita lebih saling mengenal lagi.."

"tapi saat ini, aku hanya mau kamu melihat baiknya aku."

"hei.." disa memegang pundakku dan sedikit mendorongnya agar aku bisa mengahadap kearahnya. kulihat sebentar mata disa dan kembali menghadap kedepan. disa hanya bisa menghela nafas.

"semua manusia kan pasti ada baik buruknya, kalo kamu mau aku cuma melihat baiknya kamu aja, itu tandanya kamu tidak ingin aku lebih mengenalmu."

"bukan begitu.."

"lalu kenapa?" aku diam. disa juga ikut terdiam tanpa mau membujukku kembali. mungkin ia juga sedang berfikir ada apa sebenarnya denganku. mungkin ia berfikir aku lelaki pengecut yang tidak bisa menatap matanya. dan alasan sesungguhnya yang tidak ingin kukatakan saat ini padanya hanya dapat kupendam erat-erat dan hanya mampu ku urai dalam fikiranku.

'aku tidak ingin ketika kamu menatapku dan saat itu aku sedang membohongimu, dan kamu pun pada akhirnya mengetahui itu semua disa, aku hanya ingin kamu tau bahwa aku selalu ingin jujur padamu, tapi lagi-lagi egoku menahanku karna ia takut kehilanganmu..'