webnovel

Biarkan Hati Yang Berbicara

kata orang semesta ini luas, tapi untukku tidak. karena dimana pun aku, kamu akan selalu berhasil menemukanku -rifza- kata orang cinta pertama itu susah dilupakan, tapi bagiku tidak. nyatanya, ketika bersamamu duniaku hanya akan diisi cerita tentangmu -disa-

Diana_Chanifa · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
11 Chs

Disa 4

penjelasan demi penjelasan telah aku dengarkan dari mulut rifza. tak pernah aku sangka, ada seorang lelaki yang sampai melakukan hal gila hanya untuk memberikanku sekotak susu pisang. melihat aku tersenyum saja sudah cukup katanya. kalau kalian bertanya hatiku sekarang bagaimana, tidak usah ditebak lagi pasti aku akan menjawab, 'aku bahagia'.

segelas kopi dan semangkuk bingsoo menemani kami disiang hari yang cukup panas. namun semua seakan terbayar dengan pemandangan yang terlihat cukup jelas dari tempat duduk kami. setelah mendengar penjelasan rifza, aku hanya bisa terdiam dan bingung harus menjawab apa. entah apa yang harus aku katakan, aku tidak tau.

rasa penasaran yang terus ada kini sudah terbayarkan dengan penjelasannya. sekotak susu pisang pada malam hari dan sekotak susu pisang yang aku terima saat istirahat, semua hasil dari perjuangan rifza agar bisa mendapatkannya.

"terima kasih.." kataku sambil tersenyum tulus kepadanya. ia hanya melihatku sebentar dan tersenyum samar. mata rifza yang entah bagaimana tidak pernah bisa memandangku terlalu lama, membuatku semakin penasaran terhadapnya. entah kenapa mata rifza seolah menyimpan beribu cerita yang tidak sembarang orang bisa masuk didalamnya.

"aku boleh bertanya disa?" aku mengangguk sebagai jawaban.

"kenapa kamu suka sekali susu pisang? padahal didunia ini banyak sekali susu dengan rasa yang berbeda, rasanya juga enak." aku diam sebentar sebelum menjawab.

"aku tidak ingat kenapa aku suka sekali susu pisang. yang aku tau, saat aku kecil, ketika orangtuaku sibuk bekerja dan hanya menyisakan pembantu rumah tangga dan kedua saudaraku, susu pisang lah yang menemaniku. entah kenapa saat aku lapar, sedih, senang, hanya meminum sekotak susu pisang saja sudah cukup bagiku. dan seiring berjalannya waktu, itu menjadi sebuah kebiasaan untukku."

"sudah pernah mencoba susu dengan rasa lain?" aku pun mengangguk.

"sudah, tapi efeknya tidak sama. entah bagaimana, aku hanya suka susu pisang. mungkin aku sudah terlanjur jatuh cinta dengan rasanya, jadi susah berpaling." kataku sambil tersenyum.

"kamu sendiri, sejak kapan suka kopi?" tanyaku padanya. ia berfikir sebentar.

"sejak aku ingin meminjam waktu." mendengar jawaban rifza, aku hanya bisa mengerutkan keningku.

"pada siapa?" aku bertanya kembali.

"semesta." jawabnya dengan mata menerawang. aku hanya bisa menatapnya bingung. ia pun berdiri dan tersenyum padaku.

"sudah hampir sore, ayo pulang. katanya kamu ada janji dengan teman-temanmu? aku tidak mau mereka marah padaku karna meminjammu terlalu lama." lagi dan lagi, ia menghindari pembicaraan ini. sebenarnya apa alasanmu ingin meminjam waktu rifza? aku ingin tau. namun aku juga memahami kalau aku tidak berhak menuntut jawaban darimu. aku pun hanya bisa membiarkannya.

diperjalanan pulang, saat kami berjalan, tiba-tiba rifza berhenti. aku menoleh kebelakang sambil melihat kearahnya yang sedang menunduk memandangi kucing liar yang ada dipinggir jalan. ia pun mengelus kepala kucing itu dan tersenyum lembut. dan entah bagaimana melihatnya begitu, aku jadi ikut tersenyum.

"jadi kucing jalanan itu tidak enak disa, ia hanya bisa menerima tanpa bisa banyak menuntut. masih bersyukur ada orang baik yang mau memberinya makan, kalau tidak ada mereka hanya bisa mengorek sampah untuk bisa makan. berbeda dengan kucing cantik seperti persia atau anggora, mereka pasti akan disayang dan diberi makan. hampir sama halnya seperti manusia, kalau kamu terlihat cantik dan tampan, kamu pasti akan diterima dan disukai banyak orang. tapi ketika kamu terlihat lusuh dan tidak enak dipandang, orang pun hanya akan melihatmu sebagai manusia tidak berguna. aku tidak suka pandangan orang yang hanya bisa menilai orang dari tampilannya." jelasnya panjang yang hanya aku dengarkan sambil berjalan.

"lalu, kamu sendiri berfikir bagaimana?"

"setiap manusia itu pasti ingin terlihat cantik dan tampan disa, hanya saja mungkin keadaan tidak bisa mengimbanginya. tidak punya uang contohnya. tapi bukan berarti hati mereka ikut tidak baik. aku percaya, lingkungan disekitarnya pasti akan mampu mengubahnya, jadi lebih percaya diri misalnya. karna satu hal yang aku yakini, semua manusia itu terlahir sempurna, mereka hanya butuh kasih sayang yang tulus dan menjadi bahagia."

"tapi kebanyakan dari mereka pasti lihat dari tampilannya dulu kan. kalau jelek ya tidak suka, kalau cantik ya pasti suka." kataku realistis. ia tersenyum.

"itu yang menjadi masalahnya, kita tidak bisa mengalahkan yang namanya naluri manusia. tapi disa, seseorang yang menurutmu jelek, belum berarti dimata orang lain ia juga jelek. sesuatu yang menurutmu tidak berharga, bisa jadi itu sesuatu yang sangat berharga bagi orang lain." aku hanya bisa tersenyum mendengar rifza mengutarakan apa yang dia fikirkan. aku suka sekali memendengarnya berbicara banyak hal.

tak terasa, kami pun sampai didepan asramaku. ia pun pamit dan pergi ke asramanya.

"mandi dulu dis, terus baru kita pergi." kata acha saat aku sudah sampai dikamar.

"bentar dong, capek nih habis jalan lama." jawabku sambil duduk dipinggir kasurku.

"ah berlebihan kamu, orang dari halaman belakang ke asrama gak jauh-jauh amat kok. kamar kita juga cuma dilantai 2."

"aku jalan dari cafe deket sekolah." acha terlhat terkejut sampai ia duduk dan menatapku.

"edelweis cafe maksudmu? ngapain kamu kok sampai kesana?" aku menatapnya lelah.

"banyak tanya ah. mending mandi.." jawabku sambil berlari kecil kearah kamar mandi.

"DISAAA! AWAS YA KALAU GAK CERITAAA! KITA BERHENTI AJA JADI TEMEN!"

"BERISIK!" aku pun tertawa mendengar acha mengancamku.

akhirnya kami berempat bertemu sesuai janji digerbang asrama. kulihat alvin dan beni sudah menunggu. acha masih saja mendesakku untuk bercerita, aku pun menyerah dan berjanji akan menceritakan semua padanya setelah kami pergi berbelanja.

"ke supermarket sama beli kebutuhan aja kan kita? tapi sekalian ke cafe itu yuk. aku belum pernah kesana." kata alvin sambil menunjuk cafe yang tadi siang sempat aku kunjungi bersama rifza. itu cafe milik kenalannya, katanya. tapi karna penjelasan rifza yang panjang, aku jadi lupa menanyakan tentang siapa sebenarnya pemilik cafe tersebut.

"boleh sih. tapi tadi udah ada yang mampir kesana tuh." sindir acha yang langsung mendapatkan tatapan tajam dariku. dasar mulut ember.

"siapa?" tanya beni bingung. acha pun tidak menjawab dan hanya tertawa. alvin dan beni hanya saling bertatapan bingung. mereka pun menganggap omongan acha sebagai angin lalu.

"dis, kamu jadi beli berapa susu pisangnya?" tanya alvin saat kami sudah memasuki supermarket.

"10 kotak deh kalo ada." jawabku.

"kata mbak nya gak ada, cuma ada 7 kotak."

"yaudah itu aja deh beli semua."

selesai berbelanja, kami pun mampir terlebih dahulu ke edelweis cafe. tidak kusangka, baru tadi siang aku kesini, sorenya aku kembali lagi. kulihat dimeja kasir ada seorang lelaki yang sepertinya sudah berumur 25 tahun keatas seperti mengenalku dan tersenyum kearahku. mungkin ia sang pemilik cafe dan ia masih ingat padaku karna baru tadi siang aku kesini bersama rifza, seseorang yang juga dikenal oleh pemilik cafe.

kami memilih duduk didalam cafe karna sepertinya dilantai dua sangat ramai. aku pun memesan hot choco dan satu porsi sandwich. kami tidak berani makan banyak karna tadi kami sudah membeli ayam goreng untuk makan malam.

suara pintu terbuka membuatku menoleh kearahnya. kulihat dua lelaki memasuki cafe dan berbicara ramah kepada pemilik cafe. kulihat mereka akrab sekali, mungkin kenalan lama. namun, tak aku sangka mereka menoleh kearahku dan terkejut. aku pun memandangi mereka bingung. dua lelaki itu pun terlihat canggung dan hanya bisa tersenyum kearahku. aku membalas senyuman itu untuk sopan santun.

"kamu kenal mereka dis?" tanya beni yang sepertinya memperhatikan ku. kujawab dengan gelengan kepalaku.

"kok senyum-senyum gitu? masak iya tiba-tiba senyum sama orang asing?"

"buat sopan santun aja. soalnya kita gak sengaja tatapan tadi. mungkin karna canggung jadinya mereka senyum deh, ya aku bales aja."

"awas entah baper.." kata alvin menggodaku.

"apaan sih, gak jelas." acha dan beni yang mendengarkan pertengkaran kecilku dengan alvin hanya bisa tertawa ringan.

tak lama kemudian, ada seorang pelayan mendatangi meja kami sambil membawa satu kantong yang sepertinya berisi sesuatu.

"maaf kak, ini dari seseorang. untuk disa yang suka susu pisang katanya." ujarnya sambil memberikan kantong itu padaku. setelah kulihat isinya, ternyata itu adalah bingsoo pisang yang dibungkus didalam kotak makanan. tanpa aku sadari aku tersenyum karna sepertinya aku tau siapa yang mengiriminya.

"bilang sama yang ngirim ya, makasih." kataku pada pelayan itu. ia pun mengiyakan sambil tersenyum ramah.

"dari siapa dis?" acha bertanya dengan penuh rasa penasaran.

"rifza." jawabku singkat. ketiga temanku yang mendengar menjadi bingung karna mereka tidak mengenal rifza.

"rifza siapa?"

"cowok aneh." jawabku lagi. mereka pun hanya saling memandang karna tidak memahami maksudku. aku hanya bisa tersenyum sambil melihat sekotak bingsoo pisang yang rifza berikan padaku.

'rifza itu lelaki paling aneh didunia ini. iya, aneh. dan lebih anehnya lagi, aku bahagia karenanya.'