webnovel

Biarkan Hati Yang Berbicara

kata orang semesta ini luas, tapi untukku tidak. karena dimana pun aku, kamu akan selalu berhasil menemukanku -rifza- kata orang cinta pertama itu susah dilupakan, tapi bagiku tidak. nyatanya, ketika bersamamu duniaku hanya akan diisi cerita tentangmu -disa-

Diana_Chanifa · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
11 Chs

disa 2

sepulang sekolah, kami berniat untuk pergi mencari susu pisang dan juga beberapa kebutuhan yang lain, namun semuanya harus tertunda karena alvin dan beni harus nengikuti latihan tes basket. mereka memang sedari awal sudah ingin memasuki eskul basket, dan kebetulan hari ini adalah tes nya. alhasil, kami harus menundanya hingga nanti sore.

"langsung balik ke asrama dis?" kata acha yang memang sudah menungguku di lobi jurusan.

"gak ah, aku mau baca komik dulu dihalaman belakang." jawabku.

"halaman belakang sekolah? kenapa gak baca dikamar aja sih? kan biar bisa barengan juga.." keluh acha yang membuatku tersenyum.

"kalau dikamar, anginnya gak alami soalnya dari ac, enak dihalaman belakang, disana ada pohon besar yang rindang, jadi enak banget kalo buat baca. oke sayangku? aku kesana dulu ya, sore nanti aku pasti udah pulang kok.." aku pun menepuk pundak acha dan berlalu untuk pergi ke halaman belakang sekolah.

sesampainya disana, kulihat hanya ada beberapa siswa saja. mereka pun duduk dikursi halaman yang sudah disediakan. untung saja tidak ada yang duduk dibawah pohon, jadi aku bisa menempatinya. dengan berbekal komik conan kesukaanku, aku bersandar dipohon sambil menyilangkan kakiku. huah, udara disini sejuk sekali.

dari dulu aku memang suka sekali membaca, tidak peduli genre apa, aku suka semua. yang terpenting adalah jalan cerita itu sendiri, kalau menurutku menarik aku pasti akan mengikuti ceritanya. saat aku berkonsentrasi membaca, aku mendengar suara handphone berbunyi, tapi bukan berasal dari handphoneku karena suara yang terdengar berbeda dengan ringtone ku.

"iya bunda, aku baik kok disini. iya bulan depan aku pasti pulang. enggak kok, ayah kemarin cuma video call aja nanyain disini gimana. bunda juga baik-baik ya. i love you too.." begitulah percakapan yang aku dengar dari suara anak laki-laki yang ternyata juga bersandar dibalik pohon. saat ia berdiri dan berjalan, ia melihatku dan terkejut. aku pun tak kalah terkejutnya, karna laki-laki ini adalah siswa yang tadi ikut dihukum bersamaku.

"rifza?"

"disa?" kata kami bersamaan.

"hai.." sapaku sambil tersenyum. ia pun membalas sapaan dan senyumanku. aku mengisyaratkan rifza untuk duduk disampingku.

"aku gak lihat kamu dibalik pohon tadi, aku gak ganggu kan?" katanya dengan menatapku sebentar.

"oh enggak kok, justru kayaknya aku yang ganggu deh. kan kamu duluan tadi yang nempatin ini. maaf ya.." jawabku ramah. ia tertawa sebentar.

"kita kayak yang punya pohon ini aja, ini kan punya sekolah, jadi bisa buat siapapun." ujarnya dengan tertawa ringan. aku ikut tersenyum mendengarnya.

"kamu suka baca?" ia bertanya setelah melihat tanganku yang memegang komik conan.

"iya, suka banget. dari dulu kalo aku sudah baca aku pasti langsung terjebak dalam ceritanya. sampai terkadang aku lupa waktu."

"kalo kamu suka apa?" aku bertanya kembali padanya.

"aku suka melukis."

"oh ya? wah, gambaran kamu pasti bagus.." ia tersenyum sambil menggelengkan kepala.

"dalam seni, gambaran itu tidak bisa dinilai disa. karena itu, aku gak pernah mendalami melukis, karna aku tidak suka orang lain menilainya." katanya sambil memandang lurus kedepan, seperti ia sedang berfikir tentang hal lain pada saat itu.

"iya juga, sama seperti gambaran dikomik, yang menentukan sukses tidaknya bukan dari gambarannya, tapi nilai dari cerita itu sendiri. yang membuatnya bernilai itu bukan baiknya lukisan kamu, tapi ketulusan kamu saat kamu mengerjakan lukisanmu itu sendiri."

"ternyata kamu sedikit memahami juga.." katanya dengan melihat ku sebentar. entah kenapa rifza tak pernah memandangku lebih dari 5 detik. mungkin ia masih merasa asing terhadapku.

"apa cuma itu alasan kamu tidak mau mendalami melukis?" tanyaku setelah kami terdiam beberapa menit.

"aku suka melukis karna itu menyenangkan untukku, tapi nanti ketika aku mendalaminya, lukisanku akan terus dinilai dan aku tidak akan senang lagi. kebahagiaan dan ketulusanku ketika melukis seakan menjadi hilang karna aku akan selalu berfikir untuk memberikan sebuah lukisan yang terbaik untuk mendapatkan nilai yang baik juga." jelasnya. aku pun menganggukkan kepalaku, mengerti dan memahami perasaannya yang memang tidak suka jika lukisannya harus dinilai baik buruknya.

entah kenapa berbicara dengan rifza membuatku seakan lupa dengan komik conan yang harus kubaca. baru kali ini aku berbicara banyak pada orang yang baru saja aku temui.

"kamu mau?" tawarnya sambil memberikan satu botol kecil kopi.

"aku tidak suka kopi, rasanya pahit." tolakku.

"lalu kamu suka apa?"

"susu pisang.." jawabku yang membuat rifza tersenyum samar.

"tidak semua kopi itu pahit disa, ada banyak macam kopi didunia ini. bahkan, ada juga kopi yang dicampur dengan susu, rasanya juga manis." aku menggelengkan kepalaku.

"tetap tidak suka, ada rasa pahitnya. lebih baik yang manis manis aja.." ia kembali tersenyum.

"kopi itu seperti kehidupan disa, ia memang terlihat pahit, tapi ketika kamu mencoba untuk menikmatinya, semua akan terasa baik-baik saja dan rasanya pun tak sepahit yang kamu kira." aku kembali menggelengkan kepalaku.

"bujukanmu tidak mempan.." jawabku yang membuat ia tertawa.

"kalau terlalu banyak minum kopi, nanti kamu bisa gak bisa tidur.." kataku lagi.

"aku memang sedang meminjam waktu." jawabnya sambil terlihat memikirkan hal lain yang membuatku ingin masuk kedalamnya untuk mengetahui isi pikirannya. entah kenapa, matanya membuatku merasakan hal yang tidak nyaman.

"maksud kamu?" tanyaku bingung. ia tersenyum sambil berdiri dan mengulurkan tangannya padaku.

"kamu ingin jalan-jalan sebentar denganku disa?" ajaknya yang membuatku terdiam sebentar. haruskah aku menerima uluran tangannya? kulihat masih ada waktu 1 jam untuk aku menikmati kesendirianku ini, karna jam 3 sore nanti aku sudah ada janji dengan sahabat-sahabatku.

aku pun menutup komikku dan menerima uluran tangannya. entah kenapa mata rifza tak bisa untuk kutolak. aku seperti masuk kedalam dunianya yang mungkin hanya dia sendiri yang mengetahui ceritanya.

kami pun berjalan bersama entah kemana, karna aku hanya berjalan disamping rifza tanpa banyak bertanya.

"kamu tidak bertanya kita akan kemana? kamu tidak takut aku menculikmu?" tanya rifza yang aku balas dengan senyuman.

"memangnya apa yang bisa kamu dapatkan kalau menculikku?" ia terlihat berfikir.

"hemm.. mungkin aku akan mendapatkan susu pisang yang banyak." aku pun tertawa mendengarnya.

"hei, kamu pikir nilaiku hanya sebatas susu pisang?" tanyaku berpura-pura marah padanya.

"karna kamu tidak bisa hidup tanpanya. jadi, menurutku susu pisang itu sepadan dengan kamu." mendengarnya, aku menghentikan langkahku. aku tidak pernah berkata padanya aku tak bisa hidup tanpa susu pisang. lalu, darimana rifza tau itu? sepertinya rifza juga menyadari apa yang barusan terjadi. ia pun menghampiriku dan memberikan susu pisang padaku.

"ini aku.." katanya sambil memberikan susu pisang dan sebuah hoodie padaku. aku pun terkejut melihatnya.

rifza, ternyata itu kamu?