Pagi itu suasana kota sangatlah ramai meskipun matahari belum sepenuhnya memunculkan diri. Disaat Zefa sedang sibuk menikmati kopi untuk membuka harinya, terdengar suara teriakan dari seorang wanita.
Gadis itu tidak memperdulikan asal atau mengapa perempuan itu berteriak sebab ia hanya ingin menikmati suasana damai di cafe Agus.
Namun, berbeda dengan Agus. Pria itu menggebrak kan meja sampai membuat Zefa yang duduk di depannya tercekat kaget. "Fa, lihat ada anak kecil yang melintas ke tengah jalan," ucap Agus panik.
"Lalu?" Zefa terlihat tenang dan santai sampai membuat Agus merasa sebal. Wanita bernama Zefa ini benar-benar dingin minta ampun.
"Kayaknya bocah itu tertabrak, aku harus bagaimana?" tanya Agus celingukkan.
Zefa berdecak. "Kau duduk saja, biar aku yang membantu bocah itu." Zefa bangkit dari tempat duduknya dan mengedarkan pandangan ke arah jalan raya yang berada tepat di depan cafe Agus.
Di area zebracross, ia melihat seorang anak kecil yang sedang sibuk dengan mainannya serta lupa bila lampu sebentar lagi akan berganti.
Apalagi, sekarang Zefa bisa melihat sebuah sopir yang mengemudikan truk dengan ugal-ugalan padahal lampu belum berganti.
"Ah sial!" Dengan sepatu heels yang digunakannya, Zefa mencoba berlari ke arah anak kecil itu dan membetik langkah secepat mungkin.
Setibanya di sana, Zefa langsung menggendong anak kecil itu ke tepi jalan tepatnya membawanya ke depan cafe Agus hingga napasnya hampir saja berhenti saat rambut Zefa terkibas oleh angin truk yang melintas.
Agus yang melihat aksi heroik dari Zefa langsung menggeleng kagum. Dinginnya Zefa hanya karena sebuah tragedi saja menimpanya.
"Gila, hebat juga." Sementara anak kecil itu membelakak terkejut ketika melihat wajah Zefa yang telah menyelamatkannya terengah hebat dengan cantiknya.
Bahkan mereka semua terperanjat saat Truk yang dikemudikan tak terkendali itu menabrak tiang lampu lalu lintas serta membuat suara benturan yang sangat keras.
Zefa dengan cekatan menutup kedua telinga anak kecil yang ada di depannya.
'Bagaimana bisa anak kecil ini bisa berdiri di tengah jalan sendirian?' gerutu Zefa.
Sekilas, ia menoleh kebelakang untuk melihat situasi di depannya. 'Sangat buruk.' Perlahan Zefa menurunkan tangannya saat ia menundukkan kepalanya kearah anak kecil tersebut.
Ia melukiskan senyuman termanis dari bibirnya untuk menenangkan bocah tersebut. "Apa ka.u mau minum susu hangat di dalam sana?" tawar Zefa.
Ia menunjuk ke arah cafe Agus. Di mana Anak kecil itu menoleh ke arah yang ditunjuk Zefa lalu kembali pada wanita cantik dan tinggi tersebut.
"Iya." Senyuman lebar menghiasi wajah polosnya.
'Baguslah.' Zefa tetap mematrikan senyum di bibirnya, Zefa menggandeng tangan mungil anak itu lalu mengajaknya masuk ke dalam cafe sementara Agus mengikuti langkah Zefa dari belakang.
"Apakah Noah boleh pesan biskuit juga?" tanya anak itu kepada Zefa yang duduk disampingnya.
"Tentu, aku akan membelikannya untukmu." Zefa mengusap lembut surai coklat milik anak yang bernama Noah itu.
Agus yang sedang menyiapkan pesanan di dapur sedikit terkejut ketika melihat Zefa yang tiba-tiba tersenyum hingga mengingatkannya pada masa lalu.
"Jarang sekali dia tersenyum seperti itu tapi, baguslah."
"Kakak kenapa cantik sekali," puji Noah dengan tersenyum ke arah Zefa. Kali ini bukan senyum tulus yang terukir di bibir Zefa, melainkan senyum palsu sebab saat ia melihat kejadian tadi hal itu mengingatkannya pada kejadian enam tahun yang lalu.
'Kilas balik yang sangat menyebalkan.'
"Pesanan siap," ucap Agus sambil meletakkan susu hangat beserta biskuit di atas nakas kemudian duduk di kursi depan Noah dan Zefa.
Agus tersenyum pada anak kecil itu lalu berkata, "Apa kau juga menyukai susu pisang?"
"Susu pisang?" Noah mengerling bingung saat mendengar perkataan dari Agus. Makanan tersebut sangat terdengar asing baginya.
"Sudahlah Agus jangan mengatakan hal yang tidak berguna," ketus Zefa lalu kembali menoleh kearah Noah.
"Dengar ya, lain kali Noah tidak boleh bermain di tengah jalan, itu sangat berbahaya."
"Berbahaya bagaimana?" tanya Noah.
"Karena disana ada banyak monster-monster yang bisa mengambil coklat yang ada ditanganmu." Zefa mengusap kedua pipi kenyal Noah dengan lembut.
"Benarkah kalau begitu aku tidak akan memberikan coklatku pada monster itu tapi." Noah mengambil satu buah coklat batang sebelum ia memasukkan makanan tersebut ke dalam tasnya lalu ia mengambil lagi makanan tersebut dan menyodorkan nya pada Zefa.
"Aku akan memberi satu coklatku untuk kakak cantik."
'Coklat? Aku tidak terlalu menyukainya tapi...ya sudahlah.' Zefa menerima makanan tersebut lalu mengulas senyum manisnya kepada Noah.
"Terima kasih ya...." Dan tak lama kemudian seorang wanita masuk ke cafe dengan keadaan napasnya yang terengah-engah sambil menghampiri Noah yang duduk di kursi.
"Maafkan Bi Teny, tuan muda Noah." Wanita berusia empat puluh lima tahun itu menekuk lututnya dan memeluk tubuh kecil Noah.
Mengingat kejadian tadi Zefa mulai angkat bicara, karena keteledoran orang dewasa bisa saja berakibat fatal bagi anak-anak, "Dengan anda yang hanya berteriak tidak akan menyelamatkan nyawanya."
Bi Teny mengangkat kepalanya, saat melihat wajah Zefa tiba-tiba air mata wanita paruh baya itu menetes begitu saja.
"Terima kasih sudah menyelamatkan tuan muda." Zefa sedikit bingung tentang bagaimana cara ia menanggapi tangisan dari wanita di depannya.
Padahal ia baru saja memberikan teguran. sampai akhirnya membuat Zefa pun berusaha meredam amarahnya.
Zefa beranjak dari tempat duduknya lalu membantu Bi Teny untuk berdiri.
"Sedikit bicara banyak bekerja."
Bi Teny tersenyum, ia menganggukkan kepalanya lalu menggenggam erat tangan Zefa.
"Baik nona." Zefa pun akhirnya berinisiatif dengan berbisik kepada Bi Teny.
"Sebaiknya anda segera mengajak Noah pergi, pemandangan di luar sangatlah buruk." Perlahan Zefa menjauhkan wajahnya untuk menatap wanita di depannya.
"Baik." Bi Teny mengangguk lalu ia membungkuk untuk melihat lebih jelas tuan mudanya lalu berkata, "Mari kita pergi dari sini, tuan Noah."
Noah mengangguk, ia bangkit dari tempat duduknya lalu mengandeng tangan Bi Teny. Dan saat mereka berdua berjalan sampai ke depan pintu cafe, Noah menghentikan langkah kaki kecilnya lalu menoleh ke belakang.
"Aku harap kakak cantik mau menjadi mamaku, sampai jumpa nanti." Anak itu tersenyum lalu melambaikan tangannya.
Tentu saja, pernyataan Noah berhasil membuat Zefa diam membatu. Perkataan yang di ucapkan Noah membuat mulut Zefa sedikit mengaga karena terkejut.
Mulut Zefa tak mampu mengatakan apapun hingga sampai Noah beserta Bi Teny pergi dengan menggunakan mobil hitam, baru setelah itu Zefa duduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Bagaimana anak sekecil itu berpikiran seperti itu." Agus bahkan sudah tidak bisa menahan tawanya yang dari tadi ditahannya dan melepaskannya begitu saja.
"Gila-gila pasti kau akan menjadi mama dari bocah itu, mama muda," ejeknya sambil tertawa cekikikan.
Mendengar ejekan dari Agus, Zefa langsung menatap dingin sedingin es kutub ke arah pria yang tengah tertawa terpingkal-pingkal di depannya.
"Diamlah!" bentak Zefa. sontak saja, saat itu juga Agus langsung menghentikan tawanya, ia menyandarkan punggungnya disandaran kursi lalu berkata, "Seharusnya tadi aku yang berlari bukan kau, pasti kau kesusahan berlari saat memakai heels."
"Tidak juga, tadi aku hanya sedang berolahraga." Zefa mengambil sekeping biskuit dari atas nakas lalu memakannya.
'Walaupun kau bisa berlari, aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal bodoh seperti itu,' batinnya karena ia teringat akan luka patah kaki yang didapatkan Agus dua tahun yang lalu.
Dddrrrtttt....
Zefa mendengar suara dering dari ponselnya, ia mencoba mencari keberadaan benda tersebut dan tepat saat itu Agus meletakkan gawai Zefa ke atas nakas.
"Kau melupakan nya di depan tadi."
"Terima kasih." Dengan cepat tangan Zefa meraih ponsel miliknya lalu menekan ikon berwarna hijau untuk mengangkat panggilan tersebut.
"Halo, dengan Sekertaris Zefa disini?"
To Be Continued...