"Jangan nangis dong, Vi. Nanti cantiknya ilang, lho." Ledek teman-teman Via.
Tetap saja. Walau kalian menghibur Via seperti apapun, wajahnya itu masih sulit untuk mengukir sebuah senyuman. Rasa sakit di dalam hatinya seakan membuat sel-sel dalam tubuhnya tidak bekerja sepenuhnya. Bahkan sel pun seolah mengerti apa yang dia rasakan.
Kalian pantas memaki Via yang terlalu berlebihan itu. Via tidak seperti kalian. Via mudah terbawa pikiran. Hatinya mudah tergores meski hanya dengan kalimat sederhana.
Mungkin Via akan sedikit menjaga jarak pada makhluk yang bernama lelaki. Sampai lukanya benar-benar pulih. Mungkin.
***
Via mengambil sebuah kardus bekas dan mulai memasukkan barang-barang pemberian Dio-se-bucket bunga dan makanan serba green tea. Via pun berjalan menuruni tangga membawa kardus tadi yang membuat Gito mengalihkan pandangan dari play station nya.
"Kak, lo bawa apaan?" kata Gito lalu berjalan menghampiri Via.
"Barang dari Dio." Via cuek.
"Lho? Mau diapain, Kak?" tanya Gito lagi.
Via tak menjawabnya. Via pun berhenti di pelataran rumahnya. Dan meletakkan kardus itu lalu Via membakar sebuah kertas dan memasukkan kertas dengan api itu ke dalam kardus yang langsung membuat isinya terbakar. Gito diam tak bergeming.
"Jangan bilang kalo lo kemarin nangis gara-gara Dio?" kata Gito yang lebih ke pernyataan dari pada pertanyaan.
"..." Via tak menjawabnya.
"Lo nggak mau cerita ke gue?"
Akhirnya Via pun menceritakan semuanya. Gito terus saja memaki Dio. Dia marah melihat kakak perempuannya tersakiti. Via yang masih sakit hati pun tak kuasa menahan air mata yang jatuh bila mengingat semuanya. Sakit.
"Lo nggak boleh nangis, Kak!" kata Gito berapi-api. "Lo harus buktiin kalo dia itu nyesel udah jadiin kakak pelampiasan!" sambungnya masih dengan semangat 45 nya.
"Hehe, iya, Dek."
Tak lama setelah itu Via pun merapikan serpihan abu yang tadi dia bakar lalu membuangnya bersama semua kenangan yang tersimpan didalamnya.
Via berjalan gontai menuju dapur untuk mengambil selembar roti yang kemudian dia olesi menggunakan selai green tea lalu berjalan menuju ruang tv.
"Kak, sini ikut main. Kita main bassara, yuk!" kata Gito.
"Kakak nggak mood, Dek." jawab Via datar.
"Kak, awas aja kalo lo masih nangisin tuh cowok, gue tampol, lho." kata Gito yang masih asyik dengan ps nya.
Via tak menjawabnya. Karena Via tak bisa menjamin bahwa dia bisa tidak menangis ketika mengingatnya.
"Gue ke kamar dulu, ya." Kata Via sambil berjalan meninggalkan adiknya yang dia sadari sedang menatapnya.
Via menghempaskan tubuhnya di atas king size dengan kasar. Lalu meraih ponselnya di nakas. Terlihat banyak BBM yang masuk.
Vina
Sophie
Rasty
Diany
Geta
Virsya
Mila
Dengan malas dia simpan kembali ponselnya di atas nakas dan mulai mengunyah roti dengan selai kesukaannya yang sedari tadi dia abaikan.
***
Via memasuki kelas yang sudah ramai lalu duduk di kursinya. Bahkan di tempat yang sudah jelas ramai ini Via merasa kesepian. Tiba-tiba dengan cepatnya ketujuh teman dekatnya-Sophie, Vina, Geta, Virsya, Mila, Rasty, dan Diany- langsung duduk mengelilinginya dengan wajah yang menunjukkan ekspresi kepo akut.
"Vi, please dong cerita sama kita akhir-akhir ini lo kenapa?" kata Vina memulai percakapan.
"Gue nggak kenapa-napa." Jawab Via datar.
"Bohong!" sergah mereka cepat.
"Oke, oke, gue emang bohong kalo bilang gue nggak kenapa-napa." Kata Via akhirnya. "Gue putus sama Dio." lanjutnya yang langsung membuatnya di serang.
"Anjir, canda ae lo!" kata Vina tak percaya.
"Nggak mungkin, ah!" timpal Diany.
"Kalian 'kan sweet banget, masa iya tiba-tiba putus." Kata Sophie yang sama tidak percayanya.
"Gue serius." Jawab Via tertunduk. Tanpa di perintah air matanya pun jatuh mengenai rok abu-abunya.
"Lho, kenapa nangis?" kata Geta terkejut.
Via pun menceritakan semuanya. Tak ada yang dia lewatkan sedikit pun.
"Brengsekai banget tuh cowok!" kata Sophie berapi-api.
"Emang, ya, cowok itu semuanya sama! Mainin hati doang bisanya!" kata Vina si korban PHP akut.
"Yee..," kata teman-teman Via sambil menoyor bahu Vina membuat gadis berkacamata itu terjatuh dari kursinya. Yang membuat Via tertawa.
"Waaa! Akhirnya lo ketawa lagi, Vi!" kata Virsya antusias.
"Nah, gitu dong. Cowok biadab nggak pantes di tangisin." Kata Mila.
"Ketawa sih ketawa, tapi ketawanya di atas penderitaan orang lain." Kata Vina yang masih terkapar di lantai.
Mereka pun membubarkan konferensi mereka karena guru bahasa inggris mulai memasuki kelas tanpa memperdulikan Vina yang masih mengelus-elus pantatnya yang baru saja bertemu dengan lantai.
Tet...
Akhirnya bel tanda istirahat pun berbunyi. Via berjalan menuju koperasi sekolah bersama ketujuh temannya untuk membeli camilan. Lalu kembali ke tempat duduknya. Saat Via sedang memakan sebuah sandwich, matanya menangkap sepasang mata sayu yang sedang menatapnya. Yang membuat kegiatan mengunyahnya terhenti.
"Woi!" kata Sophie sambil menepuk pundak Via.
"Eh," jawab Via terkejut lalu dengan cepat memalingkan pandangannya.
"Liatin apa sih?" tanya Sophie sambil memalingkan tubuhnya mencari sesuatu yang tadi Via lihat.
"Orang gue nggak liatin apa-apa. Cuma bengong." Kata Via berusaha sedatar mungkin.
***
Via mengendarai motornya dengan kecepatan 40 km/jam. Dan sampailah di pelataran rumahnya.
"Assalamualaikum, Ma, Via pulang." Kata Via setelah membuka pintu rumah. Sepi sekali.
Via berjalan menuju dapur. Dan pemandangan menyebalkan membuatnya mati kutu. Dengan perlahan Via membalikkan badannya untuk segera berlari menuju kamarnya. Namun langkah Via terhenti oleh suara lembut yang memanggilnya.
"Sayang, kamu udah pulang?" tanya Mama Via.
"Iya. Aku mau ke kamar dulu, ya, Ma?" kata Via tanpa meminta jawaban langsung berjalan menaiki tangga menuju kamarnya. Air mata Via tumpah seketika.
Mau ngapain lagi sih tuh cowok?! Batin Via geram.
Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan yang Via tahu itu suara Mamanya, membuat Via terpaksa menuruni tangga dengan cepat walaupun matanya mungkin sedikit berair.
"Gito, berhenti!" teriak Mama Via yang terdengar sekali lagi oleh Via. Saat Via memasuki dapur..
"Dek!" teriak Via sambil menarik Gito menjauh dari Dio yang sudah mengeluarkan darah dari sudut bibirnya.
"Sialan lo! Nggak punya malu, ya, lo masih nampakkin muka busuk lo di depan keluarga gue!" kata Gito berapi-api sambil menunjuk Dio.
Via menarik lengan Gito menuju garasi mobil lalu dengan kasar Via mendorong Gito memasuki mobil. Via pun menancap gas keluar dari halaman rumah untuk pergi sejauh mungkin.
Gito masih dengan muka garangnya duduk di kursi samping pengemudi. Via yang sedang mengemudi pun sesekali melirik wajah adiknya itu.
"Gue tau lo abis nangis, Kak!" kata Gito memecah keheningan. "Harus berapa kali sih, Kak, gue bilang, jangan tangisin cowok kayak dia!"
"Udah gue coba, Dek. Gak segampang itu!" jawab Via dengan suara bergetar.
"Lo harus cepet move on, Kak." kata Gito menatap Via.
"Iya adikku sayang." kata Via sambil mengacak rambut Gito asal.
Mereka pun berhenti di sebuah rumah makan yang menyajikan ramen dengan rasa super duper pedas. Mereka memesan 2 mangkuk ramen, 1 gelas milkshake coklat dan 1 gelas milkshake green tea.
Saat hendak membayar bon yang diberi oleh sang penjaga kasir, sepasang kakak beradik pun saling menatap. Mereka lupa, padahal mereka pergi hanya membawa jiwa, raga dan mobil. Mereka tak membawa dompet.
"Kak, gue ada ide." Bisik Gito.
"Apa, apa?" tanya Via.
"Gimana kalo kita nyuci piring aja," kata Gito yang langsung mendapat toyoran dari kakaknya.
"Yee, lo aja sono."
Tiba-tiba seseorang yang sedari tadi memerhatikan mereka datang menghampirinya. Dan mengambil bon yang Via pegang lalu memberikan selembar uang 50 ribuan pada sang penjaga kasir.
Mata Via pun kembali bertemu pada sepasang mata sayu dengan senyuman yang terukir di wajahnya.
🧁🧁🧁
ini hadiah keduanya ya gais hihi
Gito adek idaman gue baget tau nggak sih😅 andaikan gue bisa ngulang waktu, adek gue suruh masuk lagi ke rahim my emak, terus nanti gue re quest maunya adek kayak Gito wkwk😂 gak ding bercanda hehew