webnovel

Betapa Bingungnya Hatiku

Dari Upacara Pemakaman, berlanjut ke proses perjodohan. Meirtha mulai bimbang haruskah ia memulai? Atau menolak secepat mungkin? Terlebih lagi, Pria yang akan dijodohkan dengannya, jauh lebih muda darinya.

Yi_EunSha · Fantasía
Sin suficientes valoraciones
2 Chs

Kematian Tak Terduga

Seperti biasanya Meirtha sibuk dengan bayi besarnya. Julukan bayi besar ini di tujukan pada Kakeknya Slasuka. Beliau sudah lama beraktifitas hanya ditempat tidur. Berhubung kedua kaki Kakek Slasuka sudah tak kuat lagi menumpu beban tubuhnya sendiri. Tak ada firasat apa pun ini akan menjadi hari terakhir Meirtha memandikan, menyuapi, memberikan obat batuk, bahkan memijat Kakek Slasuka.

Kakek Slasuka pagi itu batuk lebih sering dari biasanya. Meirtha memandikan seperti biasa, menggosokkan minyak telon di dada, tenggorokan, tengkuk, bahkan belakang daun telinga Kakek Slasuka. Bedanya, Meirtha tidak berani menyuapi Kakek dalam keadaan berbaring. Jadi Meirtha berjuang mendudukkan beliau di atas tempat tidur, dan menyandarkan punggung beliau dengan bantal.

Kakek semakin menunjukkan kemunduran. Beliau makan dengan jeda waktu yang panjang. Bahkan minum pun menggunakan sendok. Satu suap bubur, harus diselingi tiga suap teh hangat.

"Sudah ya Dek, gak kuat... ampuni aku..." rengek Kakek Slasuka. Nafasnya terengah-engah.

Memang dua minggu yang lalu, Kakek Slasuka kesulitan untuk mengeluarkan dahak dari kerongkongannya. Berulang kali Meirtha dan Ibunya meminta Kakek mencoba mengeluarkan dahaknya. Yang ada beliau hanya mengeluarkan suara beh, tapi sama sekali tidak mengeluarkan apa pun dari dalam mulut. Akibat dari tidak mampu mengeluarkan dahak, otomatis beliau selalu terbatuk-batuk sekaligus kesulitan bernafas.

"Loh, Kakek kan harus minum obat...ini baru makan tiga suap. Terlalu sedikit Kek, nanti organ tubuhnya kalah sama obatnya. Nanti masuk rumah sakit. Makan sepuluh suap saja ya, setelah itu...minum obat. Oke,"

"Ya,"

Jawaban Kakek Slasuka melegakan Meirtha. Bukan tanpa alasan. Semakin hari tubuh Kakek semakin kurus ini sangat memprihatinkan. Sedih? tentu saja. Meirtha dan keluarganya tidak mampu membelikan vitamin dan obat-obatan. Untungnya, empat hari yang lalu Adik laki-laki Meirtha mendapatkan rezeki jadi Kakek bisa mulai rutin minum obat.

"Sudah, minum obat ya, aaaaa..."

Meirtha berhasil memberi obat batuk. Setelah itu, melihat Kakek menderita dengan nafas tersengal-sengal sekaligus batuk, Meirtha membaringkan Kakek Slasuka dengan posisi miring.

"Sekarang tidur ya, biar cepet sembuh"

"Ya. Aku jangan ditinggal"

Kakek Slasuka mengutarakan dengan sangat jelas. Meirtha tak pergi begitu saja. ia masih mengoles seluruh tubuh Kakek, agar tetap hangat. Bahkan ia memijit punggung Kakek. Karena merasa letih, Meirtha akhirnya pergi ke ruang TV. Seperti biasa ia makan sambil menonton TV.

Tiba-tiba Ibu Meirtha memanggilnya, membawa Meirtha ke kamar Kakek Slasuka.

"Kakek dari tadi diam saja. Kakek meninggal

Meirtha..."

"Kek, Kek Slasuka..." Meirtha mencoba membangunkan Kakek. Memanggil, mengelus tangan bahkan kakinya. Dingin. Tak ada denyut nadinya sama sekali. Meirtha mengambil minyak telon, mengoleskannya ketubuh Kakek.

"Kek, dengar Meirtha kan? ayo bangun..." tak ada jawaban. Gadis ini mencoba tegar karena melihat sang Ibu mulai menangis sambil menelpon Dokter dan anak tertuanya.

Ya, Ibu menelpon Dokter untuk memastikan apakah Kakek benar-banar sudah meninggal? Dokter datang dan menyarankan agar keluarga menunggu waktu sampai dua jam. Jika dalam dua jam Kakek Slasuka tidak ada pergerakan, maka saat itu Kakek dinyatakan meninggal.

Dua jam telah berlalu...Dokter mengeluarkan surat keterangan kematian. Seperti mimpi. Meirtha merasa ini tidak nyata bahkan setelah Kakek Slasuka dikafani. Meirtha tahu, dia dan keluarga sedang bersiap-siap untuk acara kematian Kakek Slasuka, tapi tetap dianggap seperti mimpi.

Karena Kakek meninggal diwaktu sore hari, maka pemakaman baru akan dilakukan keesokan hari. Pukul dua belas malam Meirtha masuk kamarnya seolah tidak terjadi apa pun. Bahkan ia tidur. Berharap jika dalan mimpinya ia tidur, maka di dunia nyata ia terbangun. Sial!! Meirtha tak bisa menutup matanya bagaimana bisa tidur?!

Tepat pukul empat pagi, Meirtha turun ke lantai dasar. Matanya kuyu karena kurang tidur. ia bersiap-siap mandi, dan mempersiapkan pakaian yang akan ia pakai saat pemakaman.

Pukul delapan, Jenazah dimasukkan ke dalam ambulance. Waktu Meirtha akan masuk ke mobil Kakak iparnya, ia berbisik sambil memeluk Ibu.

"Ini sungguhan ya?"

"Baru terasa sekarang kan?"

Tidak mungkin lagi Meirtha percaya ini mimpi karena sekarang, ia melihat pemakaman yang bertuliskan nama Kakeknya. Di sana tertulis jelas wafat pada tanggal dan bulan berapa.

Setibanya dirumah, Meirtha mulai merasakan pusing. Mungkin karena kurang tidur dan terlalu sedikit makan. Meirtha tak ingin sakit karena itu begitu pulang, ia makan sebanyak-banyaknya. Waktu begitu cepat. Malam kembali tiba. Meirtha tidur dengan keadaan masih pusing. Tiba-tiba ia terbangun. Entah kenapa muncul rasa mual tak tertahankan. ia berlari masuk kamar mandi. Muntah tiga kali, diare tiga kali. Untungnya, Meirtha masih mau minum air putih jadi dia tidak mengalaki dehidrasi.

Keesokan harinya, Meirtha bangun dalam keadaan sehat. Ia mendengar Ibu dan Tante Erli, keponakan kandung Kakek Slasuka berencana untuk kembali ke makam. Karena setelah itu Tante Erli pulang ke Jakarta.

"Dek, ayo bantu mama sama Tante Erli menghitung uang"

Meirtha, Ibu, Adik, dan Tante Erli menghitung uang untuk keperluan membayar semua urusan pemakaman Kakek Slasuka. Setelah selesai, mereka terlibat pembicaraan serius. Tentang hak waris rumah yang sekarang ditinggali Meirtha dan keluarga.

Sekedar informasi. Ayah Meirtha adalah anak adopsi dari Kakek Slasuka. Begitu Kakek Slasuka meninggal, seluruh keponakan Kakek Slasuka mulai mempertanyakan status rumah itu. Tante Erli berkata, ia tidak mau membeli rumah Kakek Slasuka karena takut akan bersengketa dengan keponakan Kakek Slasuka yang lain.

"Meirtha sudah punya pacar belum sih?" Tante Erli melirik ke arah Ibu Meirtha.

"Belum. Makanya kalau kamu punya kenalan, jodohkan saja"

"Kamu sama Argha aja Meirtha" tiba-tiba Tante Erli menyebut nama anak angkatnya.

"Bercanda kamu? Itukan dibawah umurnya Meirtha. Seangkatan sama Dino" Ibu Meirtha tertawa.

"Loh, aku serius...kalian tahu tidak, Argha itu, pernah didekati cewek, tapi dia malah risih terus kabur" kata Tante Erli cekikikan geli.

"Kenapa?"

"Ya dia tidak tahu bagaimana cara mendekati cewek. Jadi dianya malah yang diuber-uber sama cewek. Nah mending mereka dijodohkan. Sama-sama belum punya pasangan kan?"

"Meirtha mau ya, kalau Argha sama kamu, nanti Tante kasih rumah. Kalau Argha tidak dapat kamu, yang notabene Ponakan Tante, males ah, kasih rumah,"

"Iya kalau Arghanya mau Tante, kalau tidak mau gimana?" kekeh Meirtha merasa lucu. Kenapa juga tiba-tiba muncul ide perjodohan begini? Bahkan dalam perjalanan menuju pemakaman Kakek Slasuka, tepatnya di dalam mobil, Tante Erli masih juga membahas masalah perjodohan antara Argha dan Meirtha.

Kok bisa Meirtha tahu padahal dia tidak ikut pergi? tentu saja dia dengar dari sang Ibu tercinta. Kata-kata Tante Erli terngiang di telinga Meirtha.

"Meirtha mau ya, kalau Argha sama kamu, nanti Tante kasih rumah. Kalau Argha tidak dapat kamu, yang notabene Ponakan Tante, males ah, kasih rumah,"

"Kan kalau Meirtha sama Argha, Tante ditanya loh, kenapa mereka masih ada dirumah sana?"

"Tante bisa jawab. Ya emang kenapa? Dia yang punya rumah ini, dia ponakan sekaligus menantuku lho. Kan aku walau pun keponakan Om Slasuka, tetap diakui sebagai anak beliau. Selesai masalah" karena perkataan Tante Erli, Meirtha merasa bahwa...apa keluarganya akan mengorbankannya? Demi mempertahankan tempat tinggal?