webnovel

BERAKHIR CINTA

Baru lulus sekolah Bela harus menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya yang bernama Raka yang tidak lain adalah kakak kelasnya ketika duduk di bangku SMA yang terkenal dingin dan cuek. Bela menikah tidak atas nama cinta melainkan karena keterpaksaan. Dimana keluarga besar Raka yang berasal dari orang kaya, tidak ingin nama baik keluarganya tercoreng hanya karena skandal mereka di masa lalu ketika masih sekolah. Bela harus menerima kenyataan kalau suaminya itu masih mendambakan cinta pertamanya yang bernama Dona. Bela berusaha menjadi istri yang baik dan belajar mencintai Raka ditengah getirnya menahan rasa sakit karena harus memperjuangkan seseorang yang tidak mencintainya.

clarasix · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
430 Chs

Bab 42 Capek

"Habis darimana tuh kamu Bel kok rapi banget?"tanya salah satu tetangga yang tidak sengaja berpas-pasan dengan Bela saat baru pulang kerja itu.

"Saya habis pulang kerja bu."jawab Bela sebentar. Bela berusaha sabar menghadapi tetangganya itu yang terlihat sinis kearahnya.

Selama ini Bela dan keluarganya selalu menjadi pusat perhatian semua warga sekitarnya. Sebenarnya bibinya yang menjadi pusat perhatian dari tetangga tapi Bela dan Rian jadi terkena getahnya. Mereka ikut disangkutkan dengan masalah Bibi Devi yang dicap sebagai wanita nakal karena sering pulang hingga dini hari ketika bekerja.

"Eh dia tadi habis turun dari mobil mewah lho bu."tiba-tiba ada seorang ibu-ibu yang suka gosip datang menghampiri Bela dari belakang.

"Siapa bu?"tanya ibu yang lain.

"Palingan juga dia nggak jauh beda sama bibinya itu. Dia wanita simpanan laki-laki hidung belang tadi."jawab ibu yang suka gosip langsung nyeplos aja tanpa bertanya kebenarannya dulu.

"Bu, jangan sembarangan ya bicaranya. Itu tadi bos saya."Bela berusaha membela diri. Dia tidak mau diam saja untuk dihina orang lain.

"Lho kamu kerja? Kamu kerja dimana? Kamu kan masih SMA."ibu itu menyangkal dan tidak percaya.

"Ya ya. Kamu kan masih SMA kok bisa dapat kerja."

"Bela pulang."teriak Bibi Devi yang sedang berdiri di depan rumah.

"Bu permisi saya mau pulang dulu."ucap Bela langsung pamitan dan pergi.

Diam diam bibi Devi sudah mengamati Bela dari kejauhan yang sedang diinterogasi tetangga. Bela awalnya tidak mau menggubris tapi karena anggapan tetangganya yang sudah keterlaluan kepadanya jadi dia tidak terima dan langsung membantahnya. Dia tidak mengira kalau dirinya sampai digosipin seperti itu oleh tetangganya sendiri. Memang dia dilarang keras untuk berhubungan dengan tetangga sekitarnya oleh bibinya itu. Ternyata dia kini baru sadar kalau bibinya selalu memberikan yang terbaik untuknya. Baru sekarang dia sadar kalau tetangganya itu jahat kepadanya.

"Kenapa kamu deketin mereka?"bentak Bibi Devi yang terlihat baru pulang cari kerja. Terlihat bibi Devi masih megenakan kemeja warna putih dan rok warna hitam tapi ditutupi jaket dengan kancing dibiarkan terbuka.

"Udah ayo masuk."Bibi Devi langsung menarik tangan Bela untuk diajak masuk kedalam rumah.

Akhirnya Bela masuk kedalam rumah membiarkan ibu-ibu tadi yang masih menggosipkannya tadi. Meninggalkan omongan tetangga yang begitu membuat panas telinganya, mendingan dia memutuskan untuk istirahat.

"Lho udah pada pulang semua?"tanya Rian dengan terkejut yang melihat kepulangan Bela dan Bibi Devi.

"Rian tolong ambilkan minum buat kita berdua."Rian langsung menuruti perintah bibinya itu.

Bela dan Bibi Devi sedang istirahat di ruang tamu. Mereka duduk lesehan di lantai sembari meluruskan kaki mereka masing-masing. Bela yang capek karena harus mondar mandir kesana kemari untuk melayani pembeli di restaurant sedangkan Bibi Devi mondar mandir kesana kemari untuk mencari pekerjaan. Mereka sama-sama letih sekali hari ini.

"Ini Bi kak minumnya."Rian meletakkan dua gelas air putih.

"Oh ya Bel, tadi gimana kerjaanmu disana?"tanya Bibi Devi sertelah meminum air putih.

"Lancar kok bi."jawab Bela dengan sedikit lesu. Dia masih ingat dengan perlakuan Dela dan capeknya harus bekerja.

"Bibi tahu, kamu pasti ada masalah disana kan sama teman kerjamu?"Bibi Devi tahu dari ekspresi wajah Bela saat menjawab pertanyaannya.

"Ya bi. Bibi kok tahu."Bela sampai bingung.

"Bibi mah sudah tahu dunia kerja itu kayak gimana."Bibi Devi sambil nyengir.

Bela hanya diam saja. Memang dia akui kalau bibinya itu sangat menyayanginya. Meskipun kadang sering memarahinya tapi itu hanya samata-mata untuk demi kebaikannya.

"Kakak tadi dijahilin teman kerja kakak?"tanya Rian.

"Ya gitu lah dek. Udah dek jangan dibahas lagi. Kakak nggak mau mikirin itu lagi."ucap Bela yang berusaha mengalihkan topik pembicaraan agar Rian tidak memikirkan keadaannya tadi.

"Udah, tata aja niatmu itu. Niat kerja cari uang sekalian ibadah. Cari kerja itu susah. Ini buktinya bibi cari kerja nggak ada lowongan kerja. Sekalinya ada malah nggak nerima bibi."bibi Devi terlihat sedih sekali.

Bela dan Rian terlihat kasihan sekali sama Bibi Devi. Meskipun mereka sering dikasari tapi mereka masih punya hati untuk merasakan isi perasaan Bibi Devi itu.

"Sabar ya bi. Nanti pasti bibi juga dapat kerjaan. Nanti sekalian aku bantu cariin bibi kerjaan."Bela menguatkan hati Bibi Devi.

"Ya bi. Bibi nggak boleh patah semangat."Rian ikut menyemangati bibi Devi.

"Ya. Tapi bibi pesan sama kalian. Ini bibi kan udah nggak ada pemasukan karena bibi sedang cari kerja jadi makan seaadanya ya?"

"Ya bi. Nggak papa. Nanti kalau ada apa-apa bisa pakai uang tabunganku dulu aja."ucap Bela.

Dret dret

Ditengah Bela yang sedang mengobrol dengan Rian dan Bibi Devi di ruang tamu, tiba-tiba ada pesan masuk di handponenya. Dia kaget sekali mendengarnya. Baru saja dia istirahat dari pulang kerja ini sudah dihadapkan dengan masalah baru.

"Bel, aku tadi lihat seseorang di restaurant. Kayak kamu gitu ciri-cirinya tapi dia beda banget sih sama kamu. Cuma kayak aku lihat dia itu keingat sama kamu."ternyata Puteri yang meneleponnya.

"Masak? Kapan?"Bela teringat pertemuannya yang tidak sengaja dengan Puteri tadi. Jujur Bela merasa lega karena Puteri juga tidak mengenalinya. Da juga sampai bingung dan heran sampai segitunya dia tidak dikenali karena make up di wajahnya dan kacamatanya dilepas.

"Ya tadi siang."

"Kamu salah lihat kali. Aku kan di rumah aja ini."jawab Bela.

"Ya mungkin kali ya. Aku salah lihat. Soalnya yang aku lihat tadi itu cantik banget. Banget pokoknya. Padahal nggak menor dandanannya tapi kok bisa cantik banget gitu."kata Puteri.

"Nah kan. Aku kan ini biasa aja. Jadi nggak mungkin juga kalau itu aku. Wkwkwk."

"Oh ya Bel, di group pada rame bahas acara makan bersama di restaurant. Kamu udah baca belum?"

"Wahduh aku belum baca group. Aku aja baru buka hp ini itupun karena kamu nelpon tadi."jawab Bela dengan menggaruk kepalanya.

"Tapi kamu ikut nggak nanti makan bersamanya?"tanya Puteri yang ingin tahu.

"Nggak deh. Lagian itu nggak wajib juga. Nggak papa kan?"tanya Bela.

"Nggak papa sih. Kamu kenapa nggak mau ikut? Kamu mau jualan ya?"

"Hmmm. Ya."Bela terpaksa berbohong dan tidak menjelaskan keadaannya yang sudah bekerja di salah satu resstaurant di Jakarta.

"Oh gitu. Ya udah. Lain kali aku main ke rumah kamu ya"

"Kalau kamu mau ke rumah aku, kasih tahu ke aku dulu ya? Nanti siapa tahu aku pergi gitu."jawab Bela dengan cepat.

Jujur Bela merasa tidak kuat bila membohongi teman terbaiknya itu. Menurutnya Puteri adalah salah satu teman yang baik sekali padanya di kelas. Apapun dia selalu dibantu. Jadi dengan kebohongannya tadi itu membuat hatinya terasa berat dan bersalah sekali. Tidak seharusnya dia begitu kepada Puteri. Tapi mau gimana lagi keadaan lah yang memaksanya untuk begitu.