webnovel

BERAKHIR CINTA

Baru lulus sekolah Bela harus menikah dengan laki-laki yang tidak dicintainya yang bernama Raka yang tidak lain adalah kakak kelasnya ketika duduk di bangku SMA yang terkenal dingin dan cuek. Bela menikah tidak atas nama cinta melainkan karena keterpaksaan. Dimana keluarga besar Raka yang berasal dari orang kaya, tidak ingin nama baik keluarganya tercoreng hanya karena skandal mereka di masa lalu ketika masih sekolah. Bela harus menerima kenyataan kalau suaminya itu masih mendambakan cinta pertamanya yang bernama Dona. Bela berusaha menjadi istri yang baik dan belajar mencintai Raka ditengah getirnya menahan rasa sakit karena harus memperjuangkan seseorang yang tidak mencintainya.

clarasix · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
430 Chs

Bab 37 Kabar Bahagia

"Kakak kok bisa dapet kerja cepet banget sih?"Rian penasaran dengan Bela yang tiba-tiba langsung dapat pekerjaan hari ini.

Bela sedang duduk berdua saja dengan Rian di ruang tamu ditengah suasana sore menjelang malam. seperti biasa kalau tidak ada aktivitas yang harus mereka kerjakan, mereka akan mengobrol disana. Sembari menunggu bibinya yang akan berangkat kerja.

"Nah itu kakak mau cerita. Ini itu ada cerita dibalik kakak dapat kerjaan itu."Bela mancari posisi duduk yang nyaman biar curhat sama adiknya nyaman.

"Gimana itu ceritanya kak?"Rian langsung memasang telinga dengan baik-baik supaya bisa mendengar cerita kakaknya itu.

"Lho ini mau pada ngapain kok duduk berdua kayak begini?"tanya Bibi Devi yang ikut penasaran dengan dua keponanakannya itu yang sedang mengobrol di ruang tamu.

Seketika kedua bola mata mereka tertuju pada bibi Devi yang baru keluar dari dalam kamar itu. Bela langsung mengerutkan dahinya lantaran bingung, kenapa bibinya jam segini belum siap-siap. Dimana jam dinding sudah menunjukkan pukul 6 sore. Biasanya kalau jam segitu pasti bibinya sudah sia-siap untuk berangkat kerja.

"Lho bibi nggak kerja hari ini?"tanya Bela dengan heran sambil memandangi penampilan bibinya yang terlihat mengenakan pakaian santai layaknya sedang di rumah.

"Ya bi. Biasanya jam segini pasti bibi sudah rapi."Rian menatap bibinya yang terlihat menghampiri mereka.

"Bibi mulai sekarang sudah nggak kerja disana lagi. Karena bibi kemarin sudah dipecat gara-gara berkelahi sama teman bibi di café itu."Bibi itu langsung menampakkan ekspresi sedihnya.

"Apa bi? Dipecat?"Bela dan Rian kompak bertanyanya bersamaan.

Berita yang sangat mengejutkan buat mereka berdua terutama Bela. Ditengah kabar bahagianya sudah diterima kerja di salah satu restaurant di Jakarta ternyata ada kabar yang tidak baik juga yaitu bibinya telah dipecat di tempat kerja biasanya bibi bekerja.

"Berkelahi kayak gimana bi?"tanya Rian dengan heran sekali.

Bibi Devi tidak akan emosi hingga sampai berkelahi kalau tidak ada yang memulainya duluan. Bela sudah khatam dengan karakter bibi Devi selama ini. Jadi dia merasa penasaran sekali dengan kronologisnya kok bibinya sampai dipecat.

"Jadi bibi kemarin dituduh mencuri sama teman bibi. Bibi benar-benar nggak tahu dan nggak ada niatan ngambil uang teman bibi. Tahu-tahu malah bibi dituduh sebagai pencuri karena tidak sengaja mengambilkan tas teman bibi yang jatuh. Disaat bibi mengambil tas itu ternyata uangnya ada yang hilang. Bibi juga nggak tahu lah kan bibi hanya ngambil ta situ aja. Dan bibi nggak terima lah kalau dituduh sampai dimaki-maki gitu. Terus bibi jambak dia lah. Ternyata bos bibi tahu dan langsung mecat bibi."bibi menjelaskan dengan penuh emosi. Seperti memendam rasa kesal dan amarahnya saat kejadian itu terjadi.

"Astaga bibi. Gitu ya ceritanya."Bela baru tahu.

"Ya nggak heran sih kalau bibi sampai sekasar itu. Di rumah aja, salah sedikit dia langsung turun tangan. Jadi nggak salah di tempat kerjanya juga tidak jauh beda ketika di rumah."batin Rian sambil memandangi Bibi Devi.

Bela tidak menyalahkan bibinya karena sudah berbuat kasar pada temannya. Sehingga berdampak pada berakhirnya masa kerjanya itu. Tapi dia justru kasihan sama bibinya, karena bibinya itu sudah lama bekerja disana. Hanya karena masalah yang tidak diperbuat bibinya itu menjadi boomerang dipecat.

"Tapi bibi kan nggak ngambil kan?"tanya Bela berusaha memastikan.

Plakkk

"Kamu itu ya, bibi nggak akan begitu lah."Bibi Devi tidak terima dan malah salah paham dengan pertanyaan Bela itu sehingga reflek memukul lengan Bela.

"Aku cuma nanya bi."Bela sudah biasa terkena pukulan dari bibinya jadi sudah tidak merasa sakit.

"Bi, Rian boleh bicara sama bibi nggak?"Rian terlihat serius sekali.

"Mau bicara apa? Ya bicaralah."Bibi Devi menatap muka Rian yang nampak ragu-ragu itu.

"Tapi bibi jangan marah ya."

"Hmm. Ya kenapa?"

Rian tidak mau dirinya dan kakaknya menjadi korban dan pelampiasan dari kekesalan bibinya terus menerus itu. Jujur dia memang sudah terbiasa dengan pukulan dan tindakan kasar itu, tapi dia juga tidak mau tindakan kasar bibinya itu malah menjadi boomerang untuk pekerjaan bibinya kedepannya kalau sudah mendapatkan pekerjaan baru.

"Bi, Rian berpesan sama bibi. Tolong jangan main tangan lagi ya."Bibi Devi langsung melotot kearah Rian karena tidak terima.

"Bibi jangan salah paham dulu. Ini demi kebaikan bibi juga. Kita memang sudah biasa mendapatkan pukulan dari bibi, dan kita sudah paham kalau bibi nggak akan turun tangan bila kami tidak nakal. Tapi Rian nggak mau bibi juga turun tangan di tempat kerjaan bibi karena sudah terbiasa main kasar di rumah."imbuh Rian dengan penuh kehatia-hatian.

Bibi Devi langsung terdiam seketika setelah mendengar masukan dari Rian itu. Wajahnya yang tadi sempat terlihat emosi kini berubah menjadi sendu. Tatapannya sekarang sudah tidak bisa ke lawan bicaranya, justru dia malah menunduk seperti sedang memikirkan sesuatu.

Ternyata benar bibi Devi sedang merenungkan dan flashback kejadian beberapa hari terakhir kemarin. Dia tentu ingat dan sampai kapanpun kalau dirinya pernah marah semarahnya hingga memukuli Rian dan Bela. Tapi yang paling parahnya adalah memukuli Bela hingga babak belur ketika cerocoh memasak di dapur.

"Bibi, bibi nggak papa?"tanya Bela yang mendekati bibi Devi sedang menunduk itu.

"Ya bibi nggak papa."Bibi Devi mendongak dan menatap Bela.

"Apa bibi selama ini selalu kasar sama kalian?"tanya Bibi Devi dengan sendu dan merasa bersalah sekali.

Bela dan Rian saling adu pandang. Mereka kaget dengan pertanyaan dan sikap bibi yang tiba-tiba berubah itu. Mereka hanya diam saja.

"Maafin bibi ya sudah berbuat kasar sama kalian. Bibi memang gini orangnya. Dulu bibi pisah juga salah satunya karena bibi gampang emosian."Bibi Devi langsung meneteskan air mata di pelupuk matanya.

"Bibi. Bibi jangan menangis. Kita nggak papa kok."Bela langsung memeluk Bibj Devi yang sudah menangis itu.

"Ya bi. Aku nggak bermaksud menyentuh bibi."Rian mendekati dan memeluk Bibi Devi.

"Maafin bibi ya."Bibi Devi langsung memeluk Bela dan Rian dengan erat sekali.

Akhirnya bibi kini menyadari kesalahannya dan kekurangannya selama ini. Memang dia awalnya tidak terima tapi setelah dipikir-pikir kembali memang dirinya salah. Dan dia baru sadar kalau yang menjadi korbannya adalah keponakan-keponakannya sendiri. Sehingga tidak heran kalau keponakan-keponakannya itu menderita banyak luka dan memar di sekujur tubuhnya. Untung dua keponakannya itu tidka sampai melaporkan ke pihak berwajib atas dugaan kekerasan. Justru Bela dan Rian yang memahami keadaan bibinya itu yang gampang emosian karena sayang dengan mereka.

Sepertinya bibi Devi memang sudah menyesali perbuatannya selama ini. Dia baru sadar setelah diberitahu keponakannya itu.

"Udah bi, nggak usah sedih. Dan kita sudah memaafkan bibi kok. Karena kita tahu bibi begitu karena sayang sama kita kan. pengen didik kita dengan baik. Cuma cara bibi agak sedikit berbeda."ucap Bela sambil memeluk Bibi Devi biar tenang.

"Dan masalah pekerjaan itu jangan dipikir terus, mungkin itu belum rezekinya. Bibi terus semangat. Nggak boleh sedih."Bela mengsuap air mata Bibi Devi.

"Makasih keponakan-keponakan bibi."Bibi Devi langsung memeluk dan mencium Bela dan Rian bergantian.

"Eh, bi aku mau cerita tadi. Jadi aku bisa dapat kerja tadi itu karena ada ibu-ibu yang bantu aku. Namanya itu ibu Mery. Beneran dia itu baik banget. Dia yang sudah ngasih aku pekerjaan di restaurantnya."Bela mulai mengalihakan topik pembicaraan mereka agar tidak bersedih terus.

"Kenapa dia bisa baik sama kamu kayak gitu? Secara kamu kan hanya punya ijazah SMP saja."Bibi Devi jadi kepo.

"Kemarin itu bi, aku sempat bantu bu Mery sedang kesusahan di jalan. Eh ternyata kemarin, pas aku cari kerja dia malah ganti bantu aku cari kerja. Hingga akhirnya aku ditawari kerja di restaurant milik dia itu bi. Aku nggak nyangka ternyata Bu Mery yang aku bantu kemarin itu punya restaurant yang ingin aku tanyaai apa disana ada lowongan kerja. Jadi aku senang banget dapat tawaran itu. "jawab Bela dengan penuh kesenangan sekali.

"Jadi ceritanya ibu itu pengen balas kebaikan kakak kemarin?"Rian menduga saja.

"Ya mungkin itu Bel."Bibi Devi juga berangapan kayak begitu.

"Jadi gitu ceritanya bi. Tapi yang buat aku bingung itu, kalau kerja disana harus lepas kacamata yang biasa aku pakai dan harus cantik. Kalau aku lihat-lihat memang pelayan disana cantik-cantik semua. Nggak kalah kayak mobel gitu."jawab Bela sambil manyunin bibirnya kedepan.

"Nggak papa. Yang penting kamu harus jaga diri. Jangan mikirin laki-laki dulu. fokus sekolah. Ini kan kamu kerja hanya untuk mengisi waktu libur kamu aja kan. Untung kamu dikasih ibu itu pekerjaan, secara kamu masih sekolah. Udah dijalani dulu."pesan bibi Devi yang nampaknya tidak terlalu mempermasalahkannya.

"Ya kak. Semangat terus pokoknya."

"Eh uni udah malam. cepetan tidur sana, biar besok nggak telat. Sekalian bibi juga mau cari kerja yang lain besok."kata Bibi Devi yang kaget melihat jam dinding menunjukkan pukul 9 malam.

"Aku sendirian di rumah ini?"Rian terlihat sedih.

"Udah, kamu dirumah saja nanti kalau kumat gimana."kata bibi Devi.