webnovel

BELLA VEDOVA

Perjuangan seorang ibu dalam mengandung hingga melahirkan tidaklah mudah. Hal ini yang dirasakan oleh Bella ketika berjuang sendirian, dari semenjak mengandung hingga proses melahirkan. Bella berjuang mempertaruhkan nyawa demi sang buah hati, dan menahan rasa sakit yang sangat luar biasa, tanpa adanya sang suami tercinta, baik dari keluarga ataupun kerabat lainnya. Meskipun begitu, Bella mampu melahirkan dengan begitu sempurna. Dengan melihat bayi yang sudah terlahir ke dunia, ini merupakan sebuah keberhasilan bagi Bella sebagai seorang ibu. "Kita akan hidup bahagia, meski tanpa adanya ayah kamu ya, Sayang. Ibu janji, Ibu akan berusaha menjadi yang terbaik Buat kamu." Begitulah kata - kata yang dilontarkan oleh wanita cantik itu seraya mendekap tubuh bayi yang mungil dan imut, dengan buliran bening membasahi kedua pipinya yang tiada henti. Mampukah Bella menjadi seorang ibu sekaligus ayah bagi sang buah hatinya? Lantas kemana suaminya, sehingga Bella bersikukuh ingin mengurus anak yang baru lahir dengan sendirian saja? Penasaran kan? ^^ Budayakan vote terlebih dahulu eheh ^,^

Kim_Miso_21 · Ciudad
Sin suficientes valoraciones
8 Chs

Ketahuan

Berhubung Martin dan sekertarisnya sudah di tempat yang sama, Meera cepat-cepat menyusul Sahabatnya ke toilet, agar dirinya tidak diketahui oleh Martin. Dan lagi pula, Meera tidak mau sahabatnya melihat kemesraan mereka yang sudah pasti akan menyakiti hatinya.

"Bella!" panggil Meera dari kejauhan. Namun, tidak ada sahutan sama sekali dari Bella. Laun-laun, panggilan Meera semakin kencang, karena Bella tidak menyaut panggilannya.

"Kemana dia? Masa di tiap toilet tidak ada sih? Bukannya ini toilet khusus wanita?" gumam Meera keheranan.

Saking penasarannya pada Bella, gadis cantik itu malah masuk ke dalam toilet pria. Dan ternyata benar, Bella ada di dalam toilet pria dan juga terlihat oleh Meera, dia sedang bercakap-cakap dengan seorang pria yang tidak ia kenali.

"Bella!" teriak Meera sembari menghampiri Sena dan pria asing itu. "Kamu ngapain di sini? kamu salah masuk toilet, Bella! Ayo balik!"

"Iya, maaf Ra. Aku tadi buru-buru banget, eh di toilet wanitanya penuh. Jadi saking gak tahannya, aku masuk aja ke toilet pria, toh di sini ada jambannya," kata Bella dengan polosnya. "Oia kenalin, ini namanya Erik, dia udah bantu aku, saat aku hampir terjatuh."

Meera dan Erik pun saling berjabat tangan. Mereka juga saling melontarkan senyuman. Namun, tetap saja, Meera tidak menyukai pria itu karena belum begitu kenal.

"Mmm, memangnya, tadi kamu ngapain sih Bel? Sampai mau terjatuh segala!" tanya Meera penasaran.

"Tadi aku tuh ...."

Belum juga Bella selesai bicara, tiba-tiba saja Erik menyelangnya, "Mba ini tadi hampir kepeleset, untungnya aku masih ada di toilet, jadi aku langsung membantunya."

"Kamu tidak apa-apa kan Mba? Kalau ada sesuatu yang dirasa, ayo aku antar ke dokter saja," sambung Erik lagi.

"Tidak perlu kok, Rik. Aku baik-baik saja, makasih ya. Entah jadinya bagaimana, kalau tidak ada kamu," kata Bella tersenyum manis.

"Bener kamu gak apa-apa?" Meera meyakinkan Bella. Karena, biar bagaimanapun juga, Meera takut terjadi sesuatu pada kandungan Bella, apalagi perutnya yang sudah semakin menonjol.

"Iya benar! Aku tidak apa-apa, Ra," kata Bella dengan tegas.

"Ya sudah kalau tidak apa-apa, aku pamit dulu. Lain kali hati-hati ya," kata Erik tersenyum manis kepada Meera dan Bella. Ia pun langsung meninggalkan mereka berdua di dalam toilet.

"Iya, makasih Rik, sampai ketemu lagi, dilain waktu," kata Bella sembari melambaikan tangannya.

"Nah, aku bilang juga apa! Kalau ibu hamil ingin ke toilet tuh, harus di temani, jangan mau sendirian aja!" ketus Meera kesal.

"Iya-iya, maaf. Ayolah kita keluar, ngapain lama-lama berada di toilet pria, bahaya!" kata Bella sembari menarik lengan Meera.

"Hey, itukan salah kamu! Ngapain juga masuk ke toilet pria, dasar tidak tahu malu!" kata Meera yang masih dalam keadaan kesal kepada sahabatnya itu.

Bella tidak peduli dengan ledakan dari Meera, karena itu sudah menjadi hal yang biasa, yang selalu dilontarkan oleh Meera, saat dirinya kesal kepada Bella.

Ketika mereka berdua akan menghampiri ke meja yang sudah di tempatinya, tiba-tiba saja hati Meera jadi dag dig dug tidak karuan. Ia takut sahabatnya akan melihat pemandangan yang akan merusak hatinya.

"Bel, gimana kalau makanannya, dibungkus aja. Biar kita makannya di rumah kamu aja gitu. Lagi pula kalau makan di sini, nanti keburu malam, aku takut ...."

Belum juga Meera selesai bicara, tiba-tiba saja Bella memberhentikan langkahnya dengan tatapan yang sangat tajam.

"Ish ... kamu kenapa berhenti di sini? Ayo kita ...."

Meera masih belum sadar kalau Bella sudah melihat sesuatu yang membuat dirinya syok, ia pun menarik lengan Bella agar secepatnya membungkus makanan dan bertransaksi ke bagian kasir. Akan tetapi saat menarik lengan Bella, tatapan Bella malah tertuju pada Martin yang sedang mengusap kepala sekertarisnya dengan begitu lembut. Sehingga hal ini membuat Meera semakin tidak enak hati.

"Ya ampun, kenapa harus terjadi seperti ini sih! Meski aku berusaha menghindari si Martin, tapi tetap saja si Bella mengetahuinya," ucap Meera dalam hatinya.

"Kamu ingin kita makan di rumah karena ada Martin kan?" kata Bella yang masih menatap Martin dari kejauhan.

"Maaf Bel, aku ... aku tidak tega kalau kamu melihat Martin dengan perempuan lain. Aku hanya ingin menjaga perasaan kamu saja, apalagi kamu sedang hamil, aku takut terjadi apa-apa sama kamu, Bel," kata Meera lirih.

"Tidak apa-apa, Ra. Makasih ya sudah berusaha menjaga perasaan aku, tapi pada kenyataannya aku harus mengetahuinya juga. Tuhan menginginkan aku untuk melihat kelakuan suamiku dibelakang aku. Jadi kamu tidak perlu merasa bersalah. Kamu benar, mendingan kita makan saja di rumah. Aku tunggu di parkiran yah, ini uangnya," kata Bella sembari memberikan beberapa lembar uang untuk membayar makanan yang sudah dipesannya.

"Tidak usah, biar aku saja yang bayar, kamu cepatlah masuk ke mobil, nanti Martin keburu melihat kamu," kata Meera sembari memberikan kunci mobilnya kepada Bella.

Dan tanpa berkata apapun lagi, Bella langsung pergi menuju ke area parkiran. Sementara, Meera menuju ke bagian kasir untuk bertransaksi dan membungkus makanannya. Dan tanpa Meera sadari, ternyata Martin melihat Meera yang sedang bertransaksi. Betapa terkejutnya laki-laki itu saat mengetahui kalau Meera juga berada di restoran yang sama.

"Meera! Bagaimana bisa, dia ada di restoran ini? Sial! Mudah-mudahan saja, dia tidak melihat keberadaanku di sini!" kata Martin dalam hatinya. Ia pun memalingkan mukanya saat Meera selesai bertransaksi dan berjalan ke arah dirinya. Meera pun menyunggingkan bibirnya saat Martin pura-pura tidak mengenali nya.

"Tenang saja, Martin! Aku akan berpura-pura untuk tidak melihat kamu dengan perempuan itu. Lagi pula, aku tidak akan sudi melihat ke arah laki-laki bajingan seperti dirimu," kata Meera dalam hatinya sembari melangkah kakinya keluar restoran.

Setelah berada di parkiran, Meera langsung masuk ke dalam mobil, dan Bella yang sudah sedari tadi berada di dalam mobilnya, masih dalam keadaan diam membisu. Tanpa basa-basi lagi, Meera pun langsung menjalankan mobilnya untuk segera pergi dari restoran itu.

Selama dalam perjalanan, tidak ada perkataan-perkataan yang mereka lontarkan. Suasananya menjadi hening, dan hanya suara gemuruh mesin mobil yang mereka dengar. Akan tetapi, Meera memberanikan diri untuk mengawali percakapannya, agar suasananya menjadi tidak tegang.

"Bel, kamu baik-baik saja kan?" tanya Meera yang masih fokus menyetir mobilnya. Meskipun hatinya merasa gugup dan ragu dengan apa yang dilontarkannya, tetapi Meera berusaha untuk tidak membuat Bella bersedih.

"Menurutmu, Ra? Apa aku terlihat baik-baik saja kah?" Bella malah nanya balik kepada Meera. Raut wajahnya sudah tidak ada hasrat untuk berbahagia lagi. "Kalau kamu ada di posisi aku bagaimana, Ra?"

"Aku ... aku pastinya akan sedih Bella. Aku pasti gak bakalan kuat Nerima kenyataan ini. Kamu yang sabar yah, mungkin ini ujian kalian berdua," kata Meera berusaha untuk menghibur Bella.

"Apakah disaat seperti ini, aku boleh menangis, Ra?" tanya Bella lirih. Hatinya benar-benar hancur setelah melihat pengkhianatan dari suami tercintanya.

"Menangis lah Bella, tidak ada yang melarang kamu untuk menangis. Aku siap untuk mendengarkan curahan hatimu, mendengarkan tangisanmu, dan mendengarkan emosimu, biar bebanmu terasa ringan. Kamu adalah sahabat aku Bella, menangis lah," kata Meera sembari menyetir mobilnya.

*

*

*

Bersambung ....