webnovel

Kitab Kuno dan Sebuah Peninggalan (Bagian I)

Editor: Atlas Studios

Keesokan paginya, semua penyihir diantar ke bawah oleh pelayan mereka masing-masing. Seperti kata Wendy, setiap penyihir itu diberi gulungan kertas oleh Pangeran setelah sarapan selesai. Dengan mempertimbangkan fakta bahwa beberapa penyihir itu buta huruf, Gulir menjelaskan apa isi yang tertulis di kontrak kerja mereka. Setelah itu, semua penyihir itu menandatangani dan menempelkan sidik jari mereka di atas kontrak kerjanya masing-masing.

Roland mengetahui bahwa para penyihir itu hampir tidak mengerti apa yang tertulis di dalam kontrak itu. Tapi hal itu tidak menjadi masalah, karena Roland yakin mereka akhirnya akan mengerti seiring waktu berjalan. Roland juga merasa cukup yakin bahwa para penyihir ini bahkan bersedia untuk menandatangani semua hak mereka dalam kondisi mereka saat ini. Meskipun demikian, Roland tidak berpikir bahwa kontrak kerja itu adalah sesuatu yang buruk bagi mereka mengingat semua penawaran yang telah Roland berikan kepada para penyihir itu. Karena Roland telah memutuskan untuk mempekerjakan para penyihir itu secara resmi, ia harus melihat keseluruhan hal ini dengan jelas. Semua yang telah Roland lakukan sejauh ini adalah untuk menciptakan situasi dan kondisi yang baik dan berkelanjutan yang akan menguntungkan kedua belah pihak untuk jangka panjang.

Setelah semua penyihir itu menyerahkan kontrak kerja yang sudah ditandatangani, Roland memberi tahu para penyihir itu mengenai jadwal pelatihan masing-masing yang telah ia tulis semalam sebelumnya. Kemudian Roland meminta Daun, Gulir dan Soraya untuk datang ke kantornya.

Nightingale segera menampakkan dirinya dan mengedipkan matanya kepada para penyihir itu setelah Roland menutup pintu kantornya.

"Aku telah memikirkan apa yang dikatakan Wendy kemarin kepadaku." Roland menarik gorden untuk membiarkan sinar matahari yang cerah bersinar masuk melalui jendela. "Wendy mengatakan kepadaku bahwa kalian telah bertemu monster yang mengerikan, yang hanya dilihat oleh kalian bertujuh yang berhasil melarikan diri. Bahkan pemimpin Asosiasi Persatuan Penyihir, Cara, telah mati di tempat itu. Aku ingin tahu apa tepatnya yang kalian lihat? Apakah monster itu seekor binatang hibrida iblis?"

Daun yang menjawab pertanyaan Roland terlebih dahulu. "Tidak, monster itu bukanlah binatang hibrida iblis, tetapi iblis yang berasal dari Gerbang Neraka. Monster itu memiliki kekuatan besar dan bisa mengendalikan binatang iblis lainnya. Monster itu memiliki kekuatan sihir juga, sama seperti …" Daun merasa ragu-ragu sejenak. "Sama seperti kami."

"Iblis?" Roland mengernyitkan alisnya dan menatap ke arah Soraya. "Apakah kamu juga berada di sana pada waktu itu?"

Soraya menganggukkan kepalanya.

"Kamu bisa menggambarkan apa yang telah terjadi hari itu, bukan?" Roland menyerahkan secarik kertas kepada Soraya.

Soraya menutup matanya, ia tampak sedikit tersiksa. Tapi Soraya mengambil kertas itu dan berjalan ke meja.

Selagi Soraya memanggil kekuatannya, sebuah pena bulu yang terlihat samar muncul di tangannya, dan ujung penanya memancarkan sebuah cahaya berwarna pelangi yang indah. Pena bulu itu segera bergerak dan mulai menggambar secara otomatis. Soraya tetap menutup matanya. Secara perlahan, sebuah gambar yang jelas mulai terbentuk di kertas.

Roland mendekati meja dan melihat gambar itu begitu hidup sehingga lebih mirip sebuah hasil foto daripada sebuah gambar. Seperti sebuah kamera video, kemampuan Soraya memungkinkan dirinya untuk merekonstruksi adegan pembantaian itu dan menceritakan kisah yang terjadi di Tanah Barbar dari sudut pandang Soraya.

Pada saat lukisan itu selesai, kening Soraya tampak berkeringat. Kelihatannya, ingatan akan kejadian itu membuat Soraya merasa tersiksa seperti mengulang sebuah mimpi buruk yang panjang.

Pada saat itu, Nightingale juga ikut bergabung ke dalam percakapan antara Roland dan Soraya. "Apakah para monster ini adalah iblis?"

"Benar." Daun menunjuk monster yang berada dekat dengannya. "Monster ini memiliki sarung tangan yang terbuat dari logam dan dapat memanggil kilat untuk menyerang kami. Monster ini juga kuat dan besar. Lebih dari enam orang saudari-saudari telah dibunuh olehnya. Sedangkan monster yang satu lagi, dapat menembakkan tombak beberapa kali lebih cepat daripada sebuah cahaya kilat. Monster-monster ini tidak bisa melakukan serangan secara terus menerus. Selama ada jeda waktu bagi monster itu untuk mengisi tenaga mereka, aku telah berhasil membunuh mereka."

"Kamu berhasil membunuh mereka sendirian?" Roland bertanya.

"Sihir Ular milik Cara telah menggigit dan berhasil memecahkan sebuah tabung kulit yang berada di bawah ketopong iblis ini. Cara telah mati bersama-sama dengan iblis itu. Tabung yang terbuat dari kulit itu ternyata adalah titik kelemahan iblis, jadi aku membunuh iblis yang lainnya dengan menggunakan metode yang sama dengan anak panah yang ada di tanganku. Sepertinya ada semacam gas berwarna merah di dalam tabung kulit tersebut. Iblis itu tidak mati sampai semua gasnya telah habis." Daun menunjuk ke leher iblis yang bersarung tangan besi dan berkata demikian.

Roland tidak menyangka bagaimana bisa ada makhluk semacam itu di sebuah daerah antah berantah. Monster itu jelas bukan merupakan makhluk luar angkasa, karena, dari tabung kulit yang berfungsi seperti tangki oksigen dan dari pakaian yang terbuat dari kulit binatang yang mereka kenakan, Roland bisa mengetahui bahwa iblis ini bukanlah makhluk yang berasal dari peradaban yang lebih tinggi.

Apakah dengan menggunakan teknologi secara ilmiah atau menggunakan kekuatan sihir, kemampuan untuk mengunjungi planet lain adalah bukti adanya sebuah kekuatan yang luar biasa. Dalam sejarah manusia, dibutuhkan upaya yang luar biasa hanya untuk mendaratkan manusia ke bulan.

Tentu saja, iblis mungkin juga datang dari beberapa peradaban aneh di luar pengetahuan Roland, yang ditakdirkan datang ke dunia ini dengan cara yang tidak bisa dibayangkan. Kesimpulannya, sekarang Roland tahu bahwa "iblis" ini bukanlah musuh yang tidak dapat dikalahkan.

"Selain para monster itu, kami juga melihat ada sebuah kota yang melayang di udara." Daun melanjutkan, "Kota itu selalu berada di depan kami, tidak peduli seberapa keras kami berusaha mendekatinya. Kilat pernah menyebutkan fenomena itu dalam salah satu kisah petualangannya. Kilat mengatakan itu adalah sebuah fatamorgana."

"Bisakah kamu menggambarnya lagi?" Roland bertanya pada Soraya.

Soraya menganggukkan kepala dan memanggil Pena Ajaibnya lagi. Setelah itu, Soraya melukis kota yang berada di atas langit yang baru saja dibicarakan Daun.

Roland mengamati lukisan itu dengan saksama, tetapi ia tidak dapat memperoleh banyak informasi dari gambar yang buram itu. Jika apa yang mereka lihat benar-benar sebuah fatamorgana, kota yang sebenarnya pasti berada di suatu tempat di Tanah Barbar. Kabut berwarna merah yang tampak seperti darah yang mengaburkan langit di atas kota itu, mungkin adalah gas pernapasan yang menjadi kekuatan para iblis. Penjelasan ini tampaknya lebih masuk akal daripada memikirkan teori mengenai alien. Lagi pula, Pegunungan Tak Terjangkau adalah wilayah misterius yang tidak pernah dilalui oleh manusia. Mungkin saja ada beberapa ras lain yang tinggal di wilayah itu.

Sekarang, satu-satunya pertanyaan yang tersisa adalah mengenai kitab kuno itu. "Nightingale dan Wendy memberitahuku bahwa Cara memutuskan untuk mencari Gunung Suci berdasarkan sebuah kitab kuno." "Gulir, pernahkah kamu membaca buku itu sebelumnya?" tanya Roland kepada Gulir.

Gulir merasa ragu sejenak dan ia menjawab, "Cara tidak mengizinkan kami membaca kitab itu. Tapi aku, aku pernah mengintip isi kitab itu. Isi kitab itu membingungkan dan juga … mengagumkan."

"Bisakah kamu membuat salinannya? Aku ingin membacanya."

"Apa yang dikatakan kitab itu tidak benar, Yang Mulia. Ketidakberadaan Gunung Suci telah menunjukkan bahwa hal itu adalah sebuah kebohongan." Gulir menghela nafas dan mengangkat tangan kanannya. "Aku harap Anda tidak akan terlalu terpengaruh dengan apa yang tertulis di kitab itu."

Sebuah buku dengan tinta emas muncul di udara, dengan sampul depan dan belakang yang terbuka lebar. Halaman-halaman buku dengan cepat terbuka. Kemudian kitab itu tiba-tiba tertutup dan turun ke tangan Gulir. "Yang Mulia, aku harap Anda membacanya sendiri karena aku tidak ingin saudari-saudari kami menjadi keras kepala dan radikal seperti Cara."

Roland mengambil kitab itu dan menjawab, "Aku mengerti."

Setelah semua penyihir meninggalkan kantor Roland, Nightingale menampakkan diri di sofa dengan diam-diam. Nightingale mengangkat jubahnya, mengangkat kakinya ke kursi dan kemudian mulai memakan dendeng ikan seperti yang selalu ia lakukan.

"Apakah kamu tidak ingin membaca kitabnya?" Roland bertanya pada Nightingale sambil tersenyum.

Nightingale melihat kitab itu dengan pandangan meremehkan. "Aku tidak tertarik dengan isi kitab yang telah membuat seorang penyihir tua dan gila menjadi terobsesi."

Roland menggelengkan kepalanya dan ia kembali ke meja. Roland membuka kitab itu dengan sangat hati-hati seolah-olah buku itu memiliki sebuah kekuatan sihir.

Seperti yang dikatakan Gulir, sebagian besar isi kitab itu sulit dipahami dan tidak diartikulasikan. Tampaknya kata-kata dan tata bahasanya juga ketinggalan zaman. Buku ini mencatat semuanya dari Bulan Merah sampai mengenai gerbang batu raksasa, tetapi tidak Gunung Suci. Bahkan, selain beberapa frasa di sana-sini, sisanya hanyalah kalimat yang meracau. Kesimpulannya, Roland mengenali setiap kata di dalam buku, tetapi ia tidak dapat memahami apa pun. Roland bertanya-tanya apakah informasi yang hilang itu dikarenakan cara membaca Gulir yang tergesa-gesa, ataukah kitab itu memang tidak lengkap.

Roland mengabaikan beberapa paragraf yang membosankan di bagian tengah dan langsung melompat sampai ke bagian terakhir. Hanya beberapa halaman pertama dari kitab itu yang ada tulisannya. Bagian terakhir dari kitab itu, benar-benar kosong. Di halaman terakhir kitab itu, tulisan tangan si penulis kitab tiba-tiba berubah. Tulisan yang awalnya rapi tiba-tiba berubah menjadi tulisan cakar ayam, seolah-olah si penulis menulis kitab itu dengan terburu-buru. Isinya, mulai menjadi lebih jelas dan lebih mudah dipahami.

Kalimat pertama kitab itu berbunyi, "Kami telah gagal. Tidak mungkin orang biasa dapat mengalahkan iblis-iblis itu."