Beberapa gulungan kertas berukuran kecil tersebar di atas meja, diambilnya satu dari lima gulungan kertas yang ada. Dibuka perlahan, terdapat nama seseorang yang tertulis di sana.
"Alfariel," ucap laki-laki yang menggunakan hoodie berwarna biru.
Black Secret, geng terfamous di kalangan siswa-siswi SMA Global, all-star anggotanya, jago dalam segala hal. Mereka adalah Alfariel, Fariz, Zidan, Abyan, dan yang terakhir Gibran.
"Mulai hari ini jabatan ketua geng Black Secret pindah ke tangan Alfariel." Abyan bersuara, menunjuk Alfariel yang duduk di meja bagian pojok.
Abyan mengambil lipatan kertas yang ada di dalam kantung hoodie, membuka lalu mulai membacanya dengan keras-keras.
Peraturan menjadi ketua geng : Pertama, Menjabat selama kurang lebih 5 bulan, Kedua, Mengeluarkan misi sekurang-kurangnya berjumlah 5, Ketiga, Memimpin dalam menjalankan misi dan berani bertanggung jawab atas kesalahan yang telah diperbuat, Terakhir, keempat, tidak boleh otoriter.
Alfariel tersenyum smrik, menyeret tubuhnya menuruni meja, kemudian dia melangkah mendekati gerombolan temannya, memasang wajah yang terlihat bossy. Sambil melepas ransel, Alfariel berceletuk. "Gue udah mempersiapkan misi dari sebulan yang lalu, karena feeling gue selalu benar. Kedua kalinya gue jadi ketua di sini." Telunjuknya mengarah ke bawah, 'di sini' dalam artian di geng Black Secret.
Prok-prok-prok.
Fariz bertepuk tangan, dia berjalan menuju ke tempat di mana Alfariel berada. Dengan cekatan Fariz duduk di meja, sedangkan Alfariel mendongak menatap Fariz.
"Gue selalu percaya dengan misi yang lo buat nanti, misi-misi lo pasti fabulous. Jadi, apa yang harus kita lakukan selanjutnya?" Fariz menepuk bahu Alfariel. "Lo tahu 'kan, kalau kita ini bosen dipimpin sama Abyan, misinya flat, nggak bergelombang."
Abyan melirik sekilas ke Fariz, menghela napas. "Kenapa gak dari dulu aja lo milih Alfariel? Nggak usah pakai kertas kayak gini." Abyan memperlihatkan gulungan kertas pada Fariz, dibuangnya kertas itu ke bawah. "Basi!"
"Alfariel, apa misi kita besok? Tangan gue udah pegel dianggurin," ucap Zidan yang merenggangkan tangannya.
Alfariel berdiri menaiki meja, menyisir rambut dengan jari-jarinya. "Yang terpenting misi satu kelar dulu, sisanya gampang, piki-pikir belakangan."
"Cepetan ke inti! Gue ada jam bimbel habis ini." Gibran berseru, menggantung tas ransel di pundaknya, tangannya memegang handle pintu bersiap untuk keluar dari ruangan.
"Oke, gue gak basa-basi lagi. Misi pertama, buat gaduh satu sekolah," ujar Alfariel. "Inget, no drugs, no alcohol, no smoking!" Alfariel menekan di setiap katanya.
Gibran memegang handle pintu. "Intinya, brengsek itu penting dalam menjadi seorang players. Gue pulang, bye!" Setelahnya, Gibran menghilang di balik pintu.
'Ngebet banget mau pulang', batin Alfariel sambil berdecak.
Alfariel melompat turun dari meja, lalu mengambil tas ranselnya. "Gue juga mau pulang. Sampai jumpa besok, guys."
Pointnya, rapat hari ini sudah selesai dalam kurun waktu lima menit. Satu misi yang dibahas, dua orang kabur tak beralas. Salahkan Gibran yang menjinjing sepatunya karena hujan. Alfariel juga begitu, tidak memakai sepatu, dia ingin bermain hujan.
Tiba-tiba kepala Alfariel melongok di ambang pintu. "Jangan sore-sore pulangnya. Inget cerita hantu di parkiran belakang, sebentar lagi hantunya mau sekolah. Lo nggak pada pulang?"
Wajah ketiganya masih bingung, menatap Alfariel datar.
Alfariel bersuara lagi. "Ya sudah, gue tinggal dulu ya." Dia berjalan pelan meninggalkan kelas. Teringat sesuatu, Alfariel melangkah mundur, kembali berada di depan pintu. "Oh ya, mbak kunti absen, sakit batuk. Katanya kalau ketawa suaranya serak, makanya dia gak masuk. Tulis di absensi, jangan lupa! Bye, bye!" Alfariel melambaikan tangan sambil berlalu.
Abyan dan Zidan bertatap muka. Sedangkan Fariz, dia memeluk tas ranselnya ketakutan.
"ALFARIEL KAMPRET... TUNGGUIN GUE!!!" teriak Abyan dan Zidan sambil berlari berebut keluar kelas.
Fariz ikut berlari, menyusul teman-temannya yang lari lebih dulu.
***