webnovel

SATU

kringg.. kringg.. dering telepon berbunyi..

"ah.. ternyata mama yang menelpon" aku bicara dalam hati dengan mata yang masih merem melek, aku ketiduran dirumah temanku hari itu, seperti biasa mama selalu menelpon ketika aku sedang diluar, apalagi kalau aku kemalaman belum pulang, tapi anehnya ini masih magrib kenapa sudah ditelpon? hmm bergumam dalam hati jengkel karena tidurku terbangun tiba2 karena bunyi telpon yang kencang, berkali2 ditelpon gak aku angkat.

beberapa menit kemudian ada bunyi sms masuk..

"Nia, Ayah sakit, masuk rumah sakit kena serangan jantung" tertulis kontak bernama mama yang mengirim sms.

akupun tersentak kaget "ha? ayah sakit" buru2 aku bersiap kerumah sakit sambil bergumam dalam hati "ayah kan gak pernah sakit, sakit juga paling demam batuk biasa, ini kenapa kok tiba2 serangan jantung" tanganku gemetaran sambil mengemudikan motorku, entah apa yang aku fikirkan saat itu kosong dan hanya seputar kenapa kenapa kenapa terus didalam kepala ku, rasanya gak percaya dengan berita ini, semoga ini hanya sakit seperti nenek yang sering masuk rumah sakit karena sakit jantungnya, semoga masih bisa diobati agar cepat sembuh..

buarrrrr....kkkk..kkk...

aku menabrak belakang mobil orang yang hendak belok kekiri, aku merasa udah menekan remnya, tapi kenapa masih tetap tertabrak, aku bukan bingung atau panik, malah aku tetap kosong dan melaju terus belok kiri kearah rumah sakit, dan ternyata mobil itu mengejarku terus sambil teriak2 berhentiiii...heii... sialan..

hari itu aku diikuti oleh pacarku Kak vian karena kak vian juga ingin melihat keadaan ayah, aku langsung menghubungi dia saat tahu ayah masuk rumah sakit, mobil yang mengejarku itu terus saja mengejar, hingga akhirnya mobil itu memotong jalanku dan aku terhenti, mobil itu berada didepan motorku, aku bingung, aku mulai sadar, kenapa ini dan ini aku mau diapakan? fikirku.

tapi kak vian langsung menyuruh aku pergi kerumah sakit duluan, biar kakak yang mengurusi masalah ini, dan aku pun menurut.

setelah tiba dirumah sakit aku bergegas menuju UGD dan bertemu mama abang dan kakak iparku disana, saat itu kakak iparku sedang hamil tua, mama mengarahkan aku ke bangsal tempat ayah dirawat.

ayah melihatku sambil menarik nafasnya dan mengeluarkannya perlahan, seperti dadanya terasa sesak sampai ayah memakai alat bantu nafas dari rumah sakit.

Aku terdiam menahan air mata sambil menatap ayah, memijat tangan ayah kaki ayah, berharap ini hanya sementara, semoga ayah lekas sembuh.

"dada ayah sakit sekali, tolong dipijat di sini" tunjuk ayah sambil kesakitan, akupun menuruti permintaan ayah, perlahan aku pijat dada ayah.

"ahkkk, sakit" ayah mengerang kesakitan, "apa yang sakit yah?" sahutku.

"ayah buang air kecil sakit sekali, ayah gak kuat" rintih ayah.

aku melirik kebawah ada darah diselang pembuangan air kecilnya, aku panik dan bertanya ketanteku yang kebetulan berada didekat bangsal ayah "tante, kenapa ayah buang air kecil mengeluarkan darah?" tanyaku.

"gak apa2 kok, itu normal aja jangan khawatir" jawab tante.

uh.. aku lega, aku kira ayah penyakitnya memburuk.

para perawat bergantian masuk mengecek ayah, ada yang cek gula darah cek detak jantungnya dari monitor dll yang aku tidak paham apa2 aja yang dilakukan perawat dan dokter itu. dan semuanya normal tetapi detak jantung ayah selalu naik turun, dalam waktu lama, tiba2 turun lama dan naik lagi, aku tidak mengerti cara menjelaskannya, yang pasti saat itu mau naik atau turun ekspresi ayah tetap sama, dia hanya merintih kesakitan, dan alhasil pengecekan itu selesai jam 2 malam, ayah diputuskan masuk ruang ICU yang didalamny juga ada 3 pasien penyakit jantung lainnya, 3 pasien tersebut dalam keadaan tidak sadarkan diri, ada yang sudah koma sangat lama dan ada juga yang hanya tidak sadarkan diri sementara, hanya ayah yang dalam keadaan normal masih bisa diajak bicara dan masih dalam keadaan sadar, karena sesak didada ayah yang tak kunjung mereda, ayah terpaksa masuk ruang ICU dengan tidur sambil duduk karena kata dokter jika ayah berbaring ayah akan semakin sesak didadanya dan akan menyebabkan muntah dan pusing.

Rumah sakit ini kebetulan rumah sakit yang juga dekat dengan rumah, rumah sakitnya memang tidak begitu besar dengan ruang ICU harus berbagi dengan pasien lain dan keluarga pasien harus tidur dikoridor depan lift, masing2 keluarga pasien membawa kasur lantai atau karpet untuk tidur, kami semua berkumpul dengan harapan keluarga kami yang didalam ruangan itu lekas sembuh dan kembali kerumah masing2.

keesokan harinya aku dan abang izin tidak masuk kerja, abang dan kakak iparku tidur dirumah karena kakak ipar yang sedang hamil gak bisa ikut tidur sembarangan dirumah sakit, adikku yang masih SMA kelas 2 tiba dirumah sakit saat ayah sudah berada di ICU sehingga dia tidak bisa melihat ayah sampai jam besuk dimulai, jam besuk pukul 7 - 8 pagi lanjut pukul 12 - 1 siang lanjut jam 7 - 8 malam.

"dek, ini obat ayah kasih ke perawat didalam" mama membangunkan adek yang sedang rebahan dikasur lantai.

"kok adek ma? mama aja lah yang kasih" sahutnya cuek

"sekalian adek liat keadaan ayah, semalem kan adek gak liat" jawab mama

adek pun mengambil obat dari tangan mama dan masuk keruangan ICU menyerahkan obat keperawat didalam, adek tersenyum sedikit tertawa memandangi ayah.

"kenapa tertawa" tanya mama "ayah lagi sakit malah di ketawain" sambungnya

"bukan ma, lucu aja" jawabnya

aku dan adek pulang kerumah bergantian jaga dengan abang dan kakak ipar, aku makan dan mandi lalu istirahat dikasur meluruskan pinggang karena tidur dilantai semaleman membuat badanku tidak enak. Siang harinya aku kembali kerumah sakit kebetulan saat itu ayah hendak makan siang, aku yang suapin ayah pelan2, ayah mengunyahnya dengan lahap dan minta lagi buru2 disuapin sampai perawat berkata "jangan nyuapin cepet2 gitu, pelan aja nanti bapaknya sesak nafas lagi malah jadi muntah" dengan nada keras perawat itu menegurku.

aku kesal tapi aku juga gak bisa ngejawab karena aku gak mau buat masalah dengan perawat yang akan merawat ayahku, takutnya dia jadi kesal dan malah asal - asalan merawat ayah, karena sepertinya dia perawat yang kasar, dia memperlakukan ayah agak keras.

"pak, udah aja makannya segera minum obat, jangan minum air terlalu banyak nanti malah muntah" katanya dengan nada keras

akupun menyuapi ayah obat dan minum.

setelah itu ayah kembali bersandar duduk dikasurnya.

"ayah gimana keadaannya?" tanyaku pelan

"udah gak apa2, ayah kira semalem di UGD itu ayah mau mati, karena rasanya sakit sekali, seperti mau mati malam itu"jawab ayah

"hmm.. yang penting sekarang udah enakan kan badannya?"

"iya udah enak, kayaknya ayah mau dipindah ruangan juga nih karena udah enakan"

"syukurlah, ayah istirahat yang bener, semoga cepet dipindahin cepet pulang"

ayah mengangguk.

rasanya lega melihat ayah udah bisa berbicara lancar tanpa rasa sakit lagi, aku fikir udah gak ada yang perlu dikhawatirkan lagi, sore itu aku pergi bersama kak vian karena kak vian menjemputku dirumah sakit untuk berjalan2, biasanya memang kami selalu bertemu walaupun sebentar, karena aku merasa udah aman situasinya, akupun ikut kak vian berjalan2 naik motor sekalian refreshing.

malamnya aku kembali kerumah sakit untuk menemani mama tidur dirumah sakit, keesokan harinya aku buru2 langsung pulang untuk mandi dan siap2 pergi bekerja, aku gak sempat berpamitan dengan ayah karena aku harus siap2 kerja. abang juga sudah mulai kerja hari itu, semua sudah merasa aman karena ayah udah baikan, dan beraktifitas kembali.

sesampainya dikantor, temen2 kerjaku langsung sibuk bertanya keadaan ayah gimana, aku menjawab "Alhamdulillah sudah membaik, dan mau segera dipindahkan keruang rawat" dan aku menceritakan dari awal kabar buruk itu hingga kemarin kepada teman2 kantor, sambil tertawa2 siang itu sebelum Adzan Dzuhur mama menelpon.

Aku kaget "aku sekarang kalo mendengar mama nelpon suka parno, karena ayah masih dirumah sakit jadi parno" kataku didepan teman2 yang tadi sedang tertawa denganku

"udah angkat aja, InshaAllah gak apa2"

"Bismilllah" ucapku sambil menarik nafas dalam.

"Halo, kenapa ma?" jawabku ditelpon

"Nia kerumah sakit sekarang, Ayah Sekarat kesini sekarang" mama panik.

"iya ma aku kesana" aku pun bergegas meninggalkan kerjaanku yang masih terbuka dan belum selesai "teman2 tolong ya, aku ga bisa ngerapiin kerjaan, tolong selesaikan kerjaan aku hari ini, aku izin kerumah sakit, tolong juga sampaikan izinku ke pak manager, temanku mengangguk mengerti.

aku bergegas turun dari tangga pelan2 karena kaki rasanya gemetaran menuju parkiran, bismillah didalam hati berharap bukan apa2, dengan perlahan aku mengemudi motor, diperjalanan aku sempat menelpon kak vian untuk mengabari berita ini, kak vian pun ikut bergegas kerumah sakit untuk melihat keadaan ayah, kak vian juga meninggalkan pekerjaannya hari itu.

Sampai rumah sakit aku merasa tenang2 aja, gak ada rasa khawatir, sepertinya Ayah gak ada masalah kalo aku merasa baik2 aja, mungkin Ayah juga baik2 aja, aku pergi ketoilet dulu sebelum naik keatas keruangan ICU, perasaanku masih tenang dan telepon berdering membuat aku bergegas keatas keruangan Ayah.

Dan aku melihat orang ramai didepan ruangan ICU, Ada mama, Abang dan kakak ipar sedang menangis.

"Kenapa ma?" tanyaku tenang, fikirku bukan apa2 mungkin hanya sedikit masalah

"Ayah.. Ayahmu, Ayahmu udah meninggal Nia" mama menangis tersedu2.

seperti petir menyambar disiang hari, hatiku sakit dada ku sesak, aku gak percaya apa yang aku dengar, aku berlari keruangan Ayah dan melihat Ayah terbujur kaku dengan selimut putih menutupi tubuhnya kecuali wajahnya.

"Ya Allah, Ayahhhhh.. Ayahhhh.. gak ayahh.. yahhh.. tolong lah yahh.. jangan gini.. ayah gak boleh gini.. ayah bangun.. aku gak mau.. yah tolonglah.. tolong yah" teriakku histeris memeluk ayah erat hingga aku terduduk dilantai dan memohon - mohon kepada Ayah untuk bangun, aku pukul2 besi tempat tidur ayah karena kesal dan marah dengan keadaan ini, perawat laki2 pun menahan aku menenangkan untuk diam, aku berteriak "lepaskan, kalian perawat2 jahat, kalian marah2 kemarin karena aku nyuapin ayah buru2 kalian usir aku karena jam besuk habis, kalian ngomongnya kasar, sampai waktu aku buat ngeliat ayah susah gara2 dilarang, bangunin ayah aku sekarang" hikss.. aku tak kuasa menahan amarah dan kesedihanku, aku ditarik keluar oleh abang dan disambut oleh mama, kami berpelukan menangis tersedu2, adekpun baru tiba entah dari mana, dia tidak menjaga ayah, dia malah main setiap hari, dia hanya ada saat jam malam aja.

prakkkk.. abang menampar adek yang baru datang dengan ekspresi wajahnya yang bingung.

"pergi main terus, gak perduliin ayahmu dirumah sakit, sekarang ayah udah meninggal, puas kamu?" bentak abang dengan nada marah.

aku langsung memeluk adek erat karena adek adalah anak yang paling dimanja oleh ayah semasa hidupnya, paling suka bercanda gurau dengan ayah, adek pasti juga terpukul. tapi ekspresinya masih tetap bingung.

Semuanya bersiap2 akan memindahkan ayah kekediamannya, yaitu rumah kami.

"Ayo Nia kita pulang duluan" kata abang

aku geleng2.

"kenapa?" tanyanya

"aku mau sama Ayah aja"

"kamu mau naik ambulan aja bareng Ayah?"

"iya "jawabku menangis

"Ya Udah ikutin aja mama mau naik ambulan juga".

aku mengangguk.

diparkiran aku bertemu kak vian yang baru tiba, tangisku pun pecah "kak, ayah.. ayah udah meninggal".

"Inalilahiwainailaihirojiun, ini ambulan yang mau kerumah?" kata kak vian

"iya kak" menangis

"ya udah diem dulu sayang, ayo naik motor kakak aja, biar kakak yang anter kerumah"

"iya" huhu

disepanjang perjalanan aku menangis tersedu2 hingga mataku sudah tertutupi oleh air mata dan tidak bisa melihat jalan lagi. Setibanya dirumah aku makin histeris berjalan melihat rumahku rumah ayah sudah ramai orang2 yang membantu ayah keperistirahatan terakhirnya, masih dengan baju warna navy dan jilbab rok lengkap aku duduk disebelah ayahyang terbujur kaku, wajah yang tertutup kain transparan, terlihat samar2 wajah ayah tersenyum seperti orang yang sedang tidur biasa.

aku gak perduli sekitarku ada siapa saja, bahkan aku gak tau kak vian duduk dimana, aku hanya memandangi disatu titik yaitu AYAH.

kupeluk ayah dengan erat, kuelus2 tubuh ayah dengan setetes demi setetes air mata keluar merintih didalam hati, terbayang Ayah dimasa hidupnya, begitu hangat dan kini Ayah terasa dingin, tetapi Wajahnya tersenyum hangat.

Ini Adalah Kisah Nyata yang penulis alami sendiri

MyRaftu_2607creators' thoughts