webnovel

Sesuatu Yang Mencurigakan

Aku punya ratusan cerita yang selesai ku ketik, namun membuat keputusan besar nampaknya bukan masalah yang mudah bagai mengambil kesimpulan dari sebuah cerita. Aku memutar otak, dan pilihan terbaik hanya melapor polisi tentang hilangnya Mira. Tapi, kalaupun polisi bertindak, aku tak jamin tubuh Mira masih utuh.

Aku menepuk-nepuk pipiku. Terlalu cepat mengambil kesimpulan. Belum tentu juga Mira berada di tangan orang yang sama dengan sosok iseng yang mengirimiku telinga segar, dan foto kejam setiap harinya. Aku harap bukan.

"Ryo! Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Anita menekanku. Lebih seperti panik karena waktu yang habis dalam kegalauan yang luar biasa.

Aku menatap mata Anita, seakan ingin menyampaikan bahwa sesungguhnya aku juga bingung.

"Atau...," tiba-tiba nada suara wanita itu meninggi, "bagaimana kalau kita melihat kondisi rumah Mira. Aku harap kita bisa menemukan sesuatu."

Aku menyetujui. Aku lekas mengambil kunci Corollaku dan memacu rodanya. Kami berdebar dengan emosi yang tak bisa kami lukiskan. Ada sedikit harapan untuk sekedar meringankan cemas kami, yaitu harapan bahwa Mira baik-baik saja. Bahwa mungkin saja dia hanya ingin sendiri, dan muncul ketika kami memerlukannya.

"Kenapa kau tak melaporkan terror yang menimpamu pada polisi?" Mendadak Anita bertanya. Aku hanya diam, mencoba merangkai kalimat yang cocok untuk menjelaskan. "Kau takut?"

"Aku merasa penasaran dengan sosok peneror itu." Jawabku, "Dan aku sengaja membiarkannya untuk menggali, dan menjadikan dia bahan tulisanku."

Anita berdecak. Sepertinya aku melakukan kesalahan besar. "Kau mempertaruhkan hidupmu pada hal yang bisa kau gali dari internet. Dia penjahat asli, Ryo! Bagaimana mungkin kau membiarkannya membombardirmu setiap hari?"

Aku terdiam. Yang terpenting saat ini hanya bagaimana cara menemukan Mira dan memastikannya baik-baik saja.

Roda mobilku melangkah pelan. Menuntun aku, dan Anita pada rumah sederhana bercat kuning milik Mira.

Situasi dalam rumah itu begitu sepi, sampah, dan daun mengotori lantai teras. Menandakan bahwa pemiliknya sudah tak lagi mengurusnya selama beberapa hari.

Anita merogoh pot di sudut teras, dan mengambil kunci pintu rumah. Dan apa yang ku lihat, sungguh mengerikan. Perabot rumah yang pecah, bekas air yang mengering, jejak sepatu dan beberapa noda darah yang terpercik.

Kami mencoba mencari apa yang mungkin dapat membantu kami menemukan Mira. Namun pengelana buta masih bernasib lebih mujur karena tahu apa yang sedang dia cari. Tapi kami tidak.

Aku melihat beberapa foto keluarga yang kacanya rusak berceceran. Di dalamnya terlukis wajah Mira, dan beberapa orang yang aku tak yakin itu siapa. Bisa saja orang tuanya, atau mungkin kenalan dekatnya.

Ku dengar suara berdebam keras, lalu Anita berteriak histeris. Aku cepat berlari untuk mengetahui apa yang terjadi.

Satu sosok tubuh yang terikat pada kursi sedang berusaha melepaskan diri. Ia kami temukan di sebuah ruangan yang layaknya gudang. Saat aku menyadari siapa tubuh itu, kami mencoba membantunya melepaskan diri.

"Hah..., Ry..., o" Mira terbata saat ikatan pada tubuhnya lepas. Aku menahannya untuk tak bicara, dan menghabiskan terlalu banyak energi. Dia ditemukan masih hidup saja sudah bagus. 

Segera ku panggil rumah sakit terdekat untuk mengirimi kami ambulance, hilang beberapa hari pasti membuatnya kehilangan banyak cairan, dan nutrisi.

Polisi menanyai kami, dilihat dari apa yang mereka dapatkan, tubuh Mira ada kemungkinan di sekap di dalam rumahnya tanpa ada yang tahu, dan pelakunya masih mungkin berkeliaran bebas sekarang.

Kami bersyukur Mira masih bisa selamat dari maut, dan melihat dirinya mampu bertahan menandakan bahwa Mira masih sempat diberi makan, minum, walaupun terlihat kurus, dan lapuk.

Polisi meyakinkan kami untuk meninggalkan Mira dalam pengawasan yang berwajib. Namun otakku menangkap keganjilan dari situasi ini.

***

Galih menatap iring-iringan mobil ambulan, dan polisi. Ia baru saja hendak mengantar makanan untuk seorang wanita yang tadinya terikat di kursi rumah berwarna kuning. Dia kadang menengok wanita itu, namun hari ini kesibukan membuatnya lalai. Ada untungnya, karena itu dia tak bertemu dengan polisi di rumah yang Mira miliki. 

Galih dengan tenang berjalan pergi, menyusuri setapak, yang mengantarkannya kembali ke rumah. 

Rumahnya bukan sebuah tembok semen yang di pasang teratur. Hanya papan tua yang disusun berbentuk rumah. Tidak perlu berbentuk bagus. Asal tidak rubuh saat ia tertidur, itu sudah lebih dari cukup. 

Dibukanya plastik pembungkus makanan, dan memakannya hingga tak bersisa. Pantang baginya membuang rezeki yang tak semua orang bisa mendapatkannya. 

Sebuah pesan masuk ke gawai Galih. Ia membacanya, dan meninggalkan apa yang ia makan secepat yang ia mampu, dan mau. 

Jauh dari tempat Galih, menuju rumah sakit dimana Mira dirawat. Beberapa polisi mencoba mengulik informasi. Aku sendiri mendesak Anita agar ia juga menceritakan apa yang terjadi padaku. Sangat mungkin apa yang Mira alami disebabkan oleh penjahat yang sama. 

Polisi pergi setelah beberapa pertanyaan. Dan aku duduk gusar di samping ranjang Mira. 

"Ta!" ku gigiti ujung jariku. 

Anita menengok, dan menjawab dengan helaan nafas. 

"Ada yang kau sembunyikan dariku, kan?" aku mencoba mencari mata Anita. Ada kedip yang membuatku curiga. 

"Maksudmu?"

Aku menghela nafas, dan meregangkan leherku yang berbunyi seperti ranting patah. "Kau bilang kau sempat mencari Mira di rumahnya saat dia hilang. Tapi kenapa kau tak bisa menemukannya?" aku berjalan pelan mendekatinya. "Lalu, secara tak sengaja, kau juga menemukan Mira, yang bahkan aku yang di sampingmu tak menyadarinya. Maksudku...," ada detak yang berusaha ku tahan, "kau dalang semua ini, kan?"

"Apa?" Anita terkejut, "Bagaimana kau bisa bilang begitu? Semuanya terjadi secara kebetulan. Maksudku, aku kebetulan tidak menemukannya, dan kebetulan pula menemukan tubuhnya di rumah itu, jadi...." dia nampak was-was. "Dengar! Aku tak punya alasan untuk melakukan hal-hal seperti ini, jangan berprasangka dulu, lah!"

"Kalau gitu, tunjukkan email history di smartphonemu. Maksudku semua yang ada di dalamnya, email, browser, history, bahkan pesan...."

"Tak perlu, Yo." ada suara yang tersendat keluar dari mulut Mira. 

Keterkejutan membawa diri masing-masing kami mendekat untuk melihat partner kami itu. 

"Mir, kau sudah sadar?" Sesaat aku terpaku pada reaksi Anita. Namun kecurigaanku ditepis oleh kalimat Mira. 

"Yo, Anita tidak bersalah. Seorang pria mencoba mengerjai aku, dan entah mengapa ia membawa, dan menyekapku di rumahku sendiri."

Aku termenung. Jika memang demikian, aku akan sangat bersyukur. Maksudku, lepas dari kemungkinan bahwa Anita adalah penjahat di balik semua ini adalah hal yang bagus.

"Aku tak tahu kapan Anita datang, karena beberapa kali kesadaranku pupus." Mira mencoba melanjutkan kalimatnya. 

"Kau puas, kan, Yo?" ujar Anita, ada nada kecewa dari mulutnya. 

"Maaf, Ta. Aku hanya mencoba mencari tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi." aku berusaha melempar senyum agar Anita kembali tenang. "Tapi yang penting, kita semua masih selamat dari bencana ini." kami semua mengamini. 

Anita menyuruhku pulang, dan memang aku sangat butuh tempat untuk menenangkan prasangkaku, jadi, ku rasa ide itu tak buruk juga. 

Ku lajukan mobilku dengan kecepatan normal, seraya membiarkan angin membelai rambutku. Lalu ku biarkan bermacam pendapat menggerogoti kepalaku. Menyusun semua kemungkinan yang malah membuatku pusing. 

Ku cek email di smartphoneku, dan merasa heran karena tak satupun email datang semenjak ditemukannya Mira. Apakah benar jika penjahat yang mengerjai kami adalah orang yang sama? 

Pusing, dan marah tercampur jadi satu. Terlebih ketika meminta tolong yang berwenangpun tak membuahkan hasil. 

Dering muncul. Ku angkat panggilan dari Anita di gawaiku. 

"Ya?"

Ku injak rem tiba-tiba.

"Mira lenyap lagi?" ada sakit yang menyerang pikiranku. Apa sebenarnya yang terjadi? 

Bersambung