webnovel

(6) First Work

Keputusanku untuk bekerja di perusahan ibu sudah bulat. Pada mulanya Jihyun terkejut ketika kuberi tahu informasi itu. Dia memintaku untuk tidak memaksakan diri menuruti kemauan ibu. Tapi, kukatakan padanya semua ini kulakukan untuk Seo Ju dan masa depan kami.

Aku ingin membuktikan pada ibu bahwa apapun yang terjadi, aku dan Seo Ju akan tetap bersama-sama. Hubungan dan perasaan kami yang sekarang tidak akan mudah goyah.

"Apa kau yakin dengan semua ini? masih belum terlambat untuk menyesalinya, Junghyon."

Aku mendengkus. Jihyun selalu saja mengkhawatirkanku seolah aku ini masih bocah kecil yang perlu perlindungan.

"Aku yakin dengan keputusanku. Jika tidak aku tak akan mengatakan padamu, nunna."

"Huhh.. baiklah. Aku akan mendukung apa yang menurutmu benar."

"Apa nunna tidak akan menuruti permintaan ibu?"

Jihyun terkikik. "Oh, aku tidak seramah hati seperti dirimu, Junghyon. Aku sudah nyaman dengan pekerjaanku yang sekarang dan tidak akan berubah."

"Sepertinya ibu dan ayah tidak beruntung memiliki anak seperti kita," kataku sambil tertawa.

"Hahaha.. kau mungkin benar. Sudah dulu, aku harus berangkat kerja. Kau juga sedang menuju klinik ibu 'kan?"

"Ya, nunna."

"Baiklah, aku akan memutus sambungan telepon. Semoga harimu berjalan baik, Junghyon."

"Kau juga, nunna."

Jihyun memutus sambungan telepon segera seperti perkataanya.

Aku mendesah perlahan. Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di perusahaan ibu. Sejujurnya pengetahuanku mengenai bisnis apalagi menyangkut kecantikan sangatlah nihil. Aku tidak pernah tertarik pada dunia itu. Bahkan kuliahku dulu bukanlah di jurusan bisnis.

Aku tidak dapat berbohong kalau ada rasa takut dan cemas yang berkelut di dalam hatiku. Tapi, mengingat wajah Seo Ju pagi ini yang menyemangatiku dan juga makanan yang ia siapkan dengan antusias membuat rasa percaya diriku terpupuk. Aku tidak akan mengecewakannya.

Langkah kakiku membawaku mulai memasuki klinik milik ibu. Bangunannya cukup besar. Klinik kecantikan milik ibu memang salah satu yang terbaik di kota ini. Memiliki peralatan yang lengkap dan canggih dengan dokter-dokter yang terkemuka dan handal. Bahkan, seingatku beberapa tahun lalu klinik ini diberi penghargaan karena berhasil menemukan metode bedah plastik yang sempurna dan aman.

Segera setelah memasuki gedung aku mulai menaiki lift untuk menuju ke lantai tiga. Ibu memberitahuku untuk bertemu di ruangannya yang tentu saja akan segera menjadi tempatku bekerja. Sesampainya di lantai tiga aku disambut oleh salah satu karyawan.

Dengan mudah ia langsung mengenaliku sebagai anak dari ibuku. Bukan cuma itu sepertinya dia juga sudah mengenaliku sebagai bos barunya di sana karena sikapnya begitu ramah dan terkesan cari muka.

"Pak Junghyon silakan, Ibu anda sudah menunggu di ruangan."

Aku lantas memasuki ruangan yang baru saja karyawan itu katakan. Ibu langsung menyambutku dengan tatapan matanya yang tajam begitu aku membuka pintu.

"Selamat pagi."

"Masuklah Junghyon."

Ibu duduk di kursinya yang besar. Meja di depannya penuh dengan kertas-kertas yang kelihatan penting. Uh, membayangkan aku akan duduk di sana dan membaca semua kertas itu saja langsung membuat kepalaku pening.

"Duduklah."

Ibu melepas kaca mata yang bertengger di hidungnya, lalu menyusulku duduk pada sofa yang ditelakan di depan meja kerjanya.

"Aku lega akhirnya kau bisa berpikir realitis. Aku tahu pekerjaan ini akan sulit bagimu dan kau harus beradaptasi serta mempelajarinya dalam waktu singkat. Karena itu aku meminta seseorang untuk mengajarkan hal-hal yang perlu kau pelajari untuk mengurus bisnis ini."

Aku mengerutkan keningku. "Maksud ibu asisten?"

"Tidak. Dia lebih dari sekadar asisten."

Aku makin tidak paham dengan perkataan ibu. Aku berpikir mungkin orang yang ibu siapkan untuk mengajariku adalah karyawan yang tadi menyambut diriku dan mengantarkanku ke ruangan ibu. Sebenarnya aku tidak keberatan selama orang itu tidak cerewet dan berisik.

Namun, semua pikiranku itu berubah kala tak berapa lama seseorang mengetuk pintu.

Aku refleks berbalik dan menjumpai seorang wanita muda tengah berdiri di ambang pintu. Wanita itu tersenyum manis padaku dan ibu.

"Hyeri, kau sudah datang." Ibu menyambutnya dengan ramah.

Tidak seperti yang ibu lakukan padaku tadi ketika aku masuk ke ruangannya. Di depan wanita itu Ibu repot-repot menghampirnya lalu mengecup pipi kanan dan kirinya seperti mereka adalah ibu dan anak yang akrab.

"Junghyon, dialah orang yang akan menemanimu dan mengajarimu segala hal yang perlu kau lakukan."

Aku berdiri lalu mendekati keduanya. Hyeri memberikan tangannya padaku sembari memperkenalkan diri.

"Halo, aku Min Hyeri."

Aku menyambut tangannya. "Junghyon."

Dari penampilannya aku yakin seratus persen wanita di hadapanku bukanlah karyawan biasa. Sebab tak akan ada karyawan yang bekerja dengan mengenakan pakaian minim dan seksi yang kelihatan mahal. Wanita di depanku ini lebih terlihat seperti seorang model.

"Apa kau karyawan di sini?"

Pertanyaanku barusan langsung dibalas pelototan oleh ibu. Sementara Hyeri kelihatan kaget dan wajahnya langsung memerah. Oh, apa aku telah membuatnya tersinggung?

"Jaga ucapanmu, Junghyon. Dia salah satu anak dari kolega ibu yang juga dokter di sini. Hyeri adalah seorang konsultan bisnis. Dia bersedia mengajarimu secara khusus karena aku memintanya. Jadi sebaiknya jaga perilakumu dan hormati dia."

Aku tertegun sesaat. Jangan-jangan ibu sedang merencanakan sesuatu dengan wanita bernama Hyeri ini.

Aku melihat ke arah Hyeri. Wanita itu memiliki paras yang cantik. Dia juga keliahatan pintar dan percaya diri. Aku yakin pria mana pun akan senang menjadikannya istri. Sepertinya pemikiranku tepat, dapat kupastikan ibu sedang berusaha menjodohkanku dengannya.

Namun, aku tidak akan berdebat kali ini. Percuma saja menolak kemauan ibu. Apalagi ini masih hari pertamaku. Lagipula apa yang bisa ibu harapkan, wanita secantik apapun tak akan bisa mengubah hasrat seksualku. Apa gunanya cantik kalau tak bisa kubawa ke ranjang?

"Oh, maafkan aku Hyeri jika perkataanku menyinggungmu."

Hyeri tersenyum simpul. Wajahnya yang semula muram berubah ceria kembali. "Ah, tidak masalah. Kesalahpahaman sering terjadi. Aku dengan senang hati akan membantumu, Junghyon."

Aku merasa Hyeri bukan tipe wanita yang manis dan polos seperti yang ia tampilkan di depan ibu sekarang.

"Oh, tentu saja. Aku menantikan bantuanmu."

Setelah perbincangan singkat yang menurutku basi. Ibu akhirnya memintaku dan Hyeri untuk jalan berdua.

Ya, tidak terduga bukan? Alih-alih bekerja di kantor hari pertamaku justru diisi dengan acara kencan dadakan yang telah ibu atur sedemikian rupa.

Ibu beralasan Hyeri akan mengajariku sambil kami mengobrol bersama di sebuah restoran di dekat klinik. Kata ibu hal ini akan membuat kami semakin dekat dan akrab.

Aku benar-benar bisa menebak arah pikiran ibu.

Namun, untuk kali ini aku hanya menurut sesuai perintahnya. Bagiku ini akan semakin menyenangkan. Ibu yang berusaha menjodohkanku dengan wanita pilihannya tentu akan merasa kalah telak bila tahu aku akan menolak Hyeri.

Dan juga menyadarkan wanita itu tentang preferensi seksualku. Entah bagaimana reaksinya nanti kalau tahu aku tidak menyukai wanita. Mungkin ia tidak akan tersenyum dengan percaya diri seperti sekarang.

"Jadi, apa ibuku dan orang tuamu sudah mengatur tanggal pernikahan kita?" tanyaku seraya tersenyum pada Hyeri.

***