webnovel

Chapter 37~Plan

~Rafael~

Emosiku memuncak melihat pemandangan di depanku. Hal yang kutakutkan benar-benar terjadi. Saat melihat Drea berada di gendongan Rico dengan tubuh yang basah kuyup, aku tidak dapat menahan emosiku.

Dengan cepat aku berlari ke arah mereka dan membawa Drea ke dalam gendonganku. Aku segera mengecek keadaan tubuh Drea, setelah memastikan dirinya baik-baik saja, perhatianku beralih kepada orang menyebalkan ini. Aku menatapnya dengan garang. Andai saja Drea tidak ada digendonganku sekarang, aku sangat yakin dirinya telah bonyok olehku. Aku diselamatkan dengan kedatangan Aldo, karena aku tidak tahu berapa lama lagi aku dapat menahan emosi ini.

Setelah aku yakin Drea telah berada di tangan yang tepat dan tidak dapat melihat apa yang akan kulakukan, aku segera menghampiri Rico dan meninju mukanya. Aku tidak berpikir dua kali untuk menahan emosiku yang sudah memuncak dan siap untuk meledak. Aku memukulnya sebanyak yang kumau. Rico hendak melawanku namun aku terlalu marah untuk membiarkannya membalas seranganku. Pandanganku menjadi merah karena emosiku yang memuncak.

"Jangan pernah! *punch* Menemui! *punch* Drea lagi!*punch* Kau mengerti!" Teriakku di tengah-tengah pukulan.

"Revan cukup!" Teriak Kyla menghentikan pukulanku.

Aku melepaskan genggamanku dari kerahnya dan menjatuhkannya ke lantai. Aku menetralkan kembali nafasku yang memburu sambil melihat kesal ke arah tubuh Rico yang sudah dipenuhi memar karena pukulanku. Setidaknya dia mempunyai tubuh yang cukup atletis sehingga memar ditubuhnya akan cepat hilang dan aku tidak akan terkena masalah karenanya. Aku cukup pintar untuk tidak memukul wajahnya yang akan menimbulkan memar atau bekas luka jika kupukul. Wajahnya tidak tersentuh sama sekali olehku selain robekan di bibirnya. Aku cukup yakin dirinya tidak akan melaporkan hal ini ke guru.

Setelah yakin nafasku sudah kembali normal, aku segera berlari menuju parkiran bus. Aku segera menghampiri Drea yang tengah terduduk di kursinya sambil tertawa pelan akibat tingkahku yang khawatir akan dirinya. Aku sama sekali tidak mengerti mengapa dirinya bisa tertawa atas rasa khawatirku terhadapnya.

"Aku baik-baik saja Raf. Tenanglah." Serunya dan aku sangat yakin kalau sebenarnya dirinya tidak baik-baik saja.

Tanpa pikir panjang aku segera mengangkat Drea dari kursinya dan mendudukannya dipangkuanku. Aku memeluknya dengan sangat erat. Dia sama sekali tidak memcoba melepas genggamanku. Seperti yang kuduga dirinya tidak baik-baik saja. Aku mengumpat pelan saat merasakan tubuhnya yang gemetar karena kedinginan. Aku sangat yakin Drea mendengarnya dan sepertinya dia terlalu lelah untuk memarahiku kali ini.

Aku tertawa pelan saat dirinya mencari tempat nyaman dalam dekapanku dan memelukku dengan erat. Why this girl can be so adorable? Dia terlihat sangat nyaman berada di dalam pelukanku dan itu membuat jantungku berdetak lebih kencang dari biasanya. Dia menutup matanya dan menghirup nafas dalam-dalam. Aku dapat merasakan tubuhnya lebih tenang sekarang.

"Kau tadi menghajar Rico separah apa Rev?" Tanya Aldo memecah kesunyian yang nyaman ini. Saat ini Aldo sedang duduk bersama Tio di seberangku, sementara Alex dan Kyla berada di belakang mereka. Kyla sedang menyandarkan kepalanya di dada Alex dan memeluknya erat. Sepertinya semua orang sangat lelah sekarang, terlebih gadisku ini.

"Dia menghajarnya habis-habisan Do." Jawab Tio sambil mengalihkan perhatian dari handphonenya.

"Jika kau terkena masalah karena ini aku tidak akan membantumu." Seru Aldo.

"Tenang Do. Revan cukup pintar untuk tidak menghajar bagian mukanya. Dia hanya sekali meninju mukanya di awal." Jawab Alex dengan nada yang bangga kepadaku.

"Walaupun begitu, masih ada kemungkinan dirinya akan melaporkan hal ini kepada guru." Balas Aldo.

"He won't, Do. Aku cukup yakin anak br*ngs*k itu tidak akan melaporkannya kepada guru. Dia memiliki ego yang cukup tinggi." Jawabku dengan nada dingin sambil terus memainkan rambut Drea.

"Hei Rev! Aku tersanjung padamu. Kau masih dapat berpikir ditengah kemarahanmu yang memuncak itu. Jika aku menjadi kau, aku sangat yakin mukanya sudah di penuhi luka lebam." Tutur Alex sambil terkekeh pelan.

"Ya, untung saja aku tidak sebodoh dirimu. Jika orang-orang melihat luka lebam di wajahnya, aku yakin sebentar lagi aku akan berurusan dengan guru mengenai hal itu." Balasku.

"Yayaya... Terserah kau saja, aku mau tidur sekarang." Serunya sambil mendekap erat Kyla yang sudah tertidur terlebih dahulu.

Aku terkekeh pelan dan mengalihkan perhatianku terhadap gadis yang sedang tertidur dalam pangkuanku. Aku tersenyum kecil dan menutupi tubuhnya dengan jaketku sebagai selimutnya. Aku merasa seseorang memperhatikanku dan saat aku menengok, aku melihat Aldo sedang menatapku dengan senyum menyebalkan di wajahnya. Aku hanya memutar ke dua bola mataku dan mengabaikan tatapan menyebalkannya itu.

Tak lama kemudian teman-teman yang lain datang dan menuju kursi mereka masing-masing. Mereka memandangku dengan pandangan penasaran sementara aku hanya memberikan tatapan garang ke arah mereka. Perhatianku teralihkan saat Drea bergerak dalam pangkuanku. Aku tersenyum kecil melihat wajah pulasnya saat tertidur. Untung saja kali ini guru-guru tidak berkeliling dalam bus. Aku tidak tahu apa yang akan kukatakan jika mereka melihat Drea tertidur dipangkuanku seperti ini. Aku sudah menetapkan pikiranku bahwa aku akan menembaknya akhir minggu nanti. Tidak peduli apapun yang terjadi nanti dia harus menjadi milikku.

Perjalanan yang cukup lama ini berakhir. Endingnya aku tidak membeli oleh-oleh apapun karena Rico sialan itu. Aku menunggu yang lain turun dari bis untuk memasuki hotel dan membangunkan Drea dengan pelan. Dia menggerang pelan saat aku menggoyangkan bahunya perlahan dan kembali menyusupkan kepalanya ke dalam pangkuanku. Aku tertawa melihat dirinya yang begitu lucu.

"Drea bangun. Kita sudah sampai." Seruku agak keras tepat di telinganya. Dia yang terkaget langsung terduduk tegap dipangkuanku. Dengan muka memerah dia langsung berdiri dan meninggalkanku keluar dari bis dengan cepat tanpa menoleh sedikit pun kepadaku. Aku melihatnya yang salah tingkah seperti itu hanya tertawa sambil menggeleng-gelengkan kepalaku.

Aku segera menyusulnya ke dalam hotel dan menuju kamarku sendiri untuk packing, sehabis makan malam kami langsung berangkat pulang. Intinya saat pulang nanti, aku harus meminta bantuan yang lain untuk menembak Drea pada hari sabtu ini. Hari ini hari kamis, jadi aku masih memiliki waktu 2 hari lagi untuk persiapan. Seperti apa nantinya, aku sendiri belum tahu, semoga saja nanti Drea bisa menerimaku.

Setelah selesai memasukkan semua hal yang kubawa ke dalam tas, aku segera menghampiri kamar Aldo bersama dengan Tio. Sesampai di sana aku hanya melihat Andre berada di kamar sedang berbaring di kasurnya dengan malasnya. Sepertinya dirinya masih belum mengemas barang.

"Andre, kemana yang lain pergi?" Tanya Tio.

"Mereka sudah duluan ke aula untuk makan." Jawabnya dan secara otomatis aku melirik garang ke arah Tio. Gara-gara dirinya yang terlalu lama mengemas pakaian, Alex dan Aldo meninggalkanku. Dirinya yang menyadari lirikanku langsung tersenyum penuh penyesalan.

Aku dan Tio pun menyusul ke area aula. Di sana sudah banyak anak-anak yang kelaparan mengantri di meja untuk mengambil makanan. Aku segera ikut mengantri, sementara Tio langsung mencari Alex dan Aldo.

Selesai mengambil makanan, aku langsung mencari ketiga temanku. Aku menemui mereka dan langsung melihat Tio mencoba mencuri makanan dari Aldo, sementara Alex melindungi piringnya dari tangan Tio. Aku hanya terkekeh melihatnya.

"Ambil makananmu sendiri Yo. Dan jangan berani mengambil makanan dariku!" Seruku saat melihat tangannya menuju piringku. Dia langsung menarik tangannya kembali dan memanyunkan bibirnya. Aku hanya memutar bola mataku melihat tingkah menyebalkannya itu.

"Hei, anak kecil! Belajar untuk mandiri!" Seru Alex meledek Tio yang mengakibatkan dirinya mendapat pukulan ringan dari Tio. Sementara aku dan Aldo hanya menggeleng-gelengkan kepalaku dan melanjutkan makan kami.

Tidak lama kemudian Kyla dan Drea datang dengan membawa piring mereka. Dengan segera Tio langsung menuju piring Kyla, namun dirinya mendapat pukulan ringan dari Kyla. Aku yang melihat itu hanya tertawa pelan melihat Tio mendapat pelototan dari Kyla. Para gadis pun duduk di sebelah kami. Aku sengaja mengganti posisi dudukku menjadi tepat di sebelah Andrea. Dia makan dengan diam sambil sesekali tertawa melihat Tio dan Kyla yang masih terus bertengkar.

"Kakimu tidak apa-apa?" Tanyaku membuka pembicaraan. Secara otomatis dia melihat ke arahku dan tersenyum simpul.

"Tidak terlalu Raf. Aku masih sering merasakan sengatan-sengatan kecil. Sepertinya aku harus memeriksanya sepulang dari sini." Jawabnya. Mendengarnya aku menjadi khawatir akan dirinya.

"Kau benar-benar tidak apa-apa?" Tanyaku meyakinkan diriku sendiri.

"Aku tidak apa-apa Raf, tenang saja. Memang hal apa lagi yang dapat terjadi pada diriku?" Katanya sambil tersenyum, namun aku dapat melihat senyum kecutnya itu. Aku mangangkat tanganku dan mengacak-ngacak rambutnya.

"Berhentilah berpikir seperti itu." Perintahku. Drea hanya menghela nafas panjang dan duduk dengan tegak sambil tersenyum kepadaku.

"Dre.. Weekend ini kamu sibuk gak?" Tanyaku.

"Entahlah, aku tidak tahu. Memang ada apa? Kalian mau main?" Tanyanya bersemangat.

"Bisa dibilang seperti itu. Nanti kalau sudah pasti tolong hubungi aku ya..." Pintaku. Aku benar-benar berharap dirinya dapat kosong hari itu. Drea hanya menjawab dengan menganggukan kepalanya.

Aku baru menyadari selama ini para cowok menyebalkan itu mendengar percakapan kami. Tio dan Aldo mengedip-ngedipkan matanya kepadaku sambil tersenyum lebar, sementara Alex sudah tersenyum puas dengan senyum khas menyebalkannya itu. Aku membalas kedipan mata mereka dan mengucapkan 'tolong' tanpa suara yang dibalas mereka dengan acungan jempol.

Selesai makan, kami dikumpulkan di aula sambil membawa barang bawaan kami. Setelah selesai diberi pengarahan untuk perjalanan pulang, kami mulai memasuki bis. Aku langsung menduduki kursi di sebelah Andrea. Saat aku melihat ke arahnya, aku melihat Drea sedang menatap mukanya ke arah pahaku dengan muka yang memerah. Sepertinya dirinya mengingat mengenai kejadian yang tadi. Aku tertawa pelan atas tingkah lucunya itu.

"Kau bisa duduk di sini kembali, jika kau mau." Godaku. Akibatnya mukanya semakin memerah dan segera mengalihkan perhatiannya ke arah jendela.

"Aku hanya bercanda Drea." Seruku sambil mengacak-acak rambutnya. Dirinya tidak membalasku dan tetap memandang ke arah jendela. Sepertinya dirinya sangat malu saat ini. Aku membiarkannya tetap seperti itu sambil memainkan rambutnya yang masih sedikit basah akibat keramas.

"Dre.. Kau tidak mau melihat ke arahku lagi?" Rajukku setelah dirinya mendiamiku selama beberapa menit. Dengan perlahan dirinya menengok ke arahku dan mukanya kembali memerah secara perlahan. Aku terkekeh pelan karenanya.

"Dre.. Kau tidak perlu malu seperti itu. Jika kau mendiamiku karena hal itu aku akan mendiamimu balik." Ancamku main-main. Dia yang mendengar hal itu segera membelalakan matanya.

"Ti! Tidak! Jangan! Maaf!" Serunya spontan. Aku kembali mengacak-ngacak rambutnya.

"Kau tidak perlu meminta maaf. Aku hanya main-main Dre.." Kataku sambil terkekeh.

"Aku tidak bermaksud untuk mengabaikanmu." Katanya meminta maaf.

"Iya-iya, aku mengerti Drea. Kau hanya malu karena kejadian tadi siangkan. Kau tidak perlu malu kepadaku. Soal pendapat orang lain, jangan kau dengarkan." Tuturku sambil mencubit pipinya pelan. Dirinya menghela nafas panjang dan menutup matanya untuk beberapa menit.

Drea menyandarkan dirinya kembali ke kursi dan menatap jendela. Aku hanya menggelengkan kepala kebingungan harus berbuat apa lagi untuk berinteraksi dengan dirinya. Kadang-kadang perempuan memang sulit untuk dimengerti. Aku melihat ke belakang dan menemukan Alex dan Tio yang sedang asyik dengan handphone mereka sendiri. Baiklah sepertinya aku sendirian saat ini. Sama sekali tidak ada orang yang ingin berkomunikasi denganku saat ini.

Aku mengeluarkan handphoneku dan menchat Aldo. Untung saja dirinya meresponse chatku dengan sangat cepat. Aku segera membicarakan mengenai rencanaku untuk hari sabtu nanti. Aku benar-benar membutuhkan semua teman-temanku saat ini. Aldo segera membentuk grup baru dengan tambahan anggota Kyla. Dia memberi nama "Revan Dating Plan".

Grup langsung ribut dengan celotehan Kyla yang tidak percaya bahwa sabtu ini aku akan menyatakan perasaanku terhadap Drea. Ditimbali dengan ocehan-ocehan Tio dan Alex yang tidak berguna. Yang lebih menyebalkannya dari Tio dan Alex adalah mereka mengganti nama grup ini menjadi "Suicide Plan". Mereka sepertinya bersengkokol meyakini bahwa aku akan ditolak oleh Drea. Mereka bilang persentasenya sangat-sangatlah kecil, mengingat sifat Drea yang seperti itu. Hal itu membuatku benar-benar ragu. Aku tahu bahwa mereka hanya main-main, tapi tetap saja aku tidak bisa menepis perasaan khawatirku.

Belum lagi Aldo yang ikut-ikutan ke dua idiot ini. Aldo mengomporiku dengan menyebut-nyebut nama cowok br*ngs*k itu lagi. Hal itu benar-benar membuatku muak. Aku sempat keluar dari grup ini dan tak lama kemudian aku kembali dimasukkan oleh Aldo yang meminta maaf dan mengatakan bahwa kali ini kita akan serius membahas hal ini. Namun itu tidak berlangsung lama, celetukan-celetukan dan guyonan kembali dilontarkan oleh si duo idiot ini. Bahkan Kyla tidak berkomentar sama sekali kecuali memang hal itu diperlukan.

Karena terlalu asyik merencanakan untuk nanti, aku melupakan gadis tercantik yang ada di sebelahku ini. Ternyata dirinya sedari tadi sudah tertidur dengan menyandarkan kepalanya di kaca jendela. Aku yang melihat hal itu, segera mematikan handphoneku dengan arah pandang mata yang terus tertuju kepada dirinya. Aku memajukan badanku pelan dan dengan ragu-ragu, aku membenarkan letak rambut yang menghalangi mukanya. Setelah memandanginya cukup lama, akhirnya aku menutupi tubuhnya dengan jaketku. Dirinya benar-benar kelelahan akan aktifitas hari ini. Aku hanya berharap besok dirinya akan baik-baik saja.

Aku kembali menyalakan handphoneku dan meneruskan obrolanku dengan yang lain. Setelah kurasa bahwa mataku sudah lelah dan siap untuk istirahat, aku menarik diri dari obrolan chat dan memastikan bahwa gadis di sebelahku baik-baik saja. Aku memejamkan mataku yang sudah mengeluh sejak tadi. Hari memang sudah malam, kira-kira pukul sembilan tepat saat ini dan perkiraanku kita akan sampai di sekolah pukul sebelas nanti karena jalanan yang macet ini. Tak menunggu lama, aku sudah tertidur lelap.