webnovel

Bonus Chapter 1

~Andrea~

Sudah sejak lama aku tidak menerima telephone dari Rafa, dia semakin disibukkan dengan aktifitasnya. Mau tidak mau aku harus menerima kekecewaan yang ada dan move on dengan semua ini. Aku tidak bisa terus menerus melakukan self-pity. Kalau dirinya tidak bisa menemui diriku dalam waktu 3 tahun, sebaiknya aku yang akan pergi menemuinya.

Aku tidak bisa berharap dirinya akan bisa memenuhi ekspetasiku, itu sangat tidak adil bagi dirinya.

Lagian tidak baik jika harus terus berharap kepada manusia. Kalaupun Rafa tidak memenuhi janjinya aku tidak boleh kecewa akan hal itu, lagian aku yang menuntutnya untuk datang dalam 3 tahun.

Aku menghembuskan nafas panjangku. Aku sedang disibukkan mengurus tugas-tugas akhir semesterku. Saat ini aku sedang mengerjakan salah satu tugas kelompok. Aku tidak terlalu menyukai tugas kelompok. Bukan karena hal yang sama dengan dulu, sekarang aku bisa bergaul dengan lancar dengan yang lain. Aku tidak takut akan kecacatanku, semua orang di kampus menerimanya dan menganggapku layaknya orang normal. Awalnya memang berat, aku hampir mau berhenti dan menyerah akan semua ini, namun teman-teman kampuskulah yang membantuku.

"Drea, sehabis menyelesaikan ini maukah kau meminum teh dengan ku?" Tanya salah satu teman laki-lakiku dan dengan gampangnya mengalungkan tangannya di leherku. Inilah alasan kenapa aku tidak suka bekerja kelompok, hampir semua laki-laki di jurusan perfilman adalah playboy dan senang mencari perhatian wanita termasuk diriku.

Dengan kasarnya aku melepaskan tangannya dan meletakannya di atas meja. Aku menatap dirinya dan tersenyum paksa. Dirinya hendak mengalungkan kembali tangannya di leherku namun salah satu teman wanitaku menyelamatkanku, dia memukul perut pria ini dengan kencang.

"Hei, Brandon! Jangan ganggu Andrea dia sudah memiliki pacar!" Seru temanku sewot.

"Ayolah Ayu.... aku tahu Andrea belum punya pacar. Itu hanya alasan yang kalian, para wanita, ciptakan untuk menjauhkan Andrea dari para cowo. Bilang saja kalau kalian semua cemburu." Seru Axel salah satu teman laki-laki. Aku memutar mataku kesal.

"Aku memang sudah punya pacar dan namanya adalah Rafael." Seruku dengan keras sambil tetap mengerjakan pekerjaanku tanpa mempedulikan mereka.

"Tapi kau belum pernah menunjukannya dan kami tidak pernah tahu apa-apa soal laki-laki ini!" Keluh teman yang lain. Aku hanya mengabaikkan rasa penasaran mereka terhadap Rafa. Bahkan teman-teman perempuanku belakangan ini bertanya-tanya mengenai dirinya. Mereka mulai tidak percaya terhadap diriku.

Pernah suatu hari aku menunjukan foto Rafa kepada salah satu temanku namun dirinya tidak mempercayainya. Lagipula itu bukan urusan mereka untuk mengetahui siapa pacarku.

Mengingat soal Rafa aku semakin kangen terhadap dirinya. Entah kapan aku dan dia dapat bertemu secara langsung. Aku sangat merindukan tatapan dan sentuhannya terlebih bau tubuhnya yang sangat ku rindukan itu.

"Bet! Bet! Kau lihat group line? Katanya ada model tampan di depan kampus!" Teriak Ayu kepada Betty, membuat Betty dan Ayu berteriak senang bersama. Mereka mengingatkanku akan Kyla, jika dia di sini saat ini dirinya pasti akan seantusias ini. Sayangnya dia ada kelas saat ini.

"Hei kalian mau ke mana! Pekerjaan belum selesai!" Seru Axel memanggil mereka. Mereka hanya mengabaikan pertanyaan dan pergi, membuat Axel bersungut-sungut dan pergi mengejar mereka. Meninggalkanku sendirian dengan Brandon yang menyebalkan. Aku harus pergi dari sini, sebelum laki-laki ini membuat moodku semakin hancur.

"Bran, aku perlu mencari buku di perpus." Ucapku. Dirinya langsung berdiri dengan senyum lebar bersiap untuk mendorongku.

"Tidak perlu. Aku akan ke sanah sendiri. Lagian tidak ada yang menjaga barang-barang kita, dan jika yang lain kemari mereka akan bingung dan mencari kita. Lebih baik aku pergi sendiri." Seruku tegas tanpa meninggalkan ruang untuk dirinya beragumen. Dirinya mengangguk diam dan membiarkanku sendiri.

Aku segera mendorong kursi rodaku menuju perpustakaan. Aku tidak berbohong kepadanya. Aku memang membutuhkan salah satu buku untuk menjadi bahan presentasi kami mengenai script writing. Untung saja jarak dari taman dengan perpustakaan tidak terlalu jauh.

Sesampai di perpus aku langsung mencari buku yang kuperlukan, dan tidak lama aku langsung mendapatkannya. Aku enggan untuk langsung kembali ke taman berdua dengan Brandon. Untung saja sebuah pesan dari Kyla, mengalihkan perhatianku.

Kayla

Kau tidak akan percaya siapa yang menghubungiku baru saja?

Andrea

Bukannya kau sedang ada kelas?

Kyla

Itu tidak penting! Rafa menghubungiku, dia bertanya tentang dirimu.

Membaca hal itu, detak jantungku serasa terhenti. Dia menanyakan kabarku, setelah sekian lama? Akankah dia masih memikirkanku? Tapi mengapa dia bertanya kepada Kyla dan tidak bertanya kepadaku? Mungkin dirinya merasa bersalah karena tidak menghubungiku selama ini. Betapa aku sangat merindukan Rafa.

Andrea

Bagaimana kabarnya? Apa dia baik-baik saja?

Kyla

Aku kira begitu, dia tidak lagi membalas pesanku. Mungkin dia sangat sibuk.

Tenanglah Dre, jika dia masih bertanya mengenai dirimu, artinya dia masih sayang padamu.

Mungkin dia malu dan merasa bersalah karena tidak dapat menghubungimu selama ini. Oleh karena itu dia lebih memilih untuk menghubungiku.

Andrea

Thanks buat infonya.

Fokus kembali ke kelasmu sanah!

Aku mengunci handphoneku dan menutup mataku sejenak, membiarkan pikiran-pikiranku mencoba meluruskan perasaanku yang kusut ini.

Aku tidak tahu status kita seperti apa sekarang, namun yang jelas aku masih menyangi dan peduli padanya dan sepertinya dirinya juga begitu. Aku perlu mengetahui alasan kenapa dirinya menghilang begitu saja dan tidak membalas pesan-pesanku, dan itu adalah pertanyaan pertama yang akan aku katakan jika aku bertemu dengan dirinya nanti.

Sebuah tangan menutupi mataku saat ini, aku terkejut akan hal itu. Aku memukul tangan orang itu dan mencoba melepaskannya. Tidak ada tanda-tanda suara dan sesuatu yang dapat aku kenali dari orang itu, tebakanku dia adalah Brandon yang menyusulku ke mari.

"Bran lepas!" Seruku kesal. Aku tidak mendengar tawa atau apapun dari orang di belakangku, dan itu sangat aneh.

Aku dapat merasakan orang itu mendekat dan mensejajarkan tubuhnya denganku. Kepalanya tepat berada di belakang kepalaku. Deruhan nafasnya dapat aku rasakan menggelitik telingaku.

"Siapa Bran?" Sebuah suara serak berbisik dengan nada ketidaksukaan ditelingaku. Suara yang sangat aku kenal.

Diriku terdiam tidak mempercayai hal ini. Apakah aku sebegitu rindu terhadap dirinya sehingga aku memimpikan hal ini. Aku tidak lagi dapat memisahkan mana realita dan juga imajinasiku. Sepertinya aku benar-benar sudah gila.

"Aku berharap ini nyata dan kau benar-benar ada di sini." Bisikku dan mencoba untuk mendekap tangannya yang ada di mataku. Aku dapat mendengar tawanya dengan suara rendah.

"Bubblegum ini nyata. Aku di sini. I miss you too so much until its hurt." Bisiknya dengan suara rendah dan menarik tangannya dari mataku dan membalikan diriku untuk menghadapinya. Ke dua mata hijau gelap yang sangat ku rindukan menatapku dengan sangat intense.

"Hai." Bisiknya sambil mengangkat tangannya dan mengelus pipiku. Aku hanya bisa terdiam tak berkata menatapnya. Selama beberapa menit kami hanya terdiam menatap satu sama lain, mempelajari garis muka dan setiap detail dari diri kami masing-masing.

"Apa kita hanya akan menatap satu sama lain seperti ini sepanjang waktu?" Bisik Rafa sambil terkekeh pelan. Dia menarik tubuhku ke dalam pelukannya dan menghirup aromaku sama seperti yang aku lakukan.

Aku masih tidak bisa mempercayai dirinya ada di sini. Dirinya di sini bersama denganku! Aku melepaskan pelukan kami dan mendorong bahunya menjauh.

"Kau nyata! Kau di sini!" Seruku terkesiap kaget, membuat dirinya tertawa geli.

"Kau baru menyadarinya. So adorable." Ucapnya dibawah nafasnya. Dia kembali menarikku masuk ke dalam pelukannya yang hangat. Aku merasa lengkap. Akhirnya aku kembali dalam pelukannya.

"I miss this, i miss us, please don't go again, Raf. Please. I can't take it, it's hurt!" Ucapku sambil memeluknya dengan sangat erat, takut jika aku melepaskan eratanku dirinya akan menghilang. Aku mulai menitikkan air mata. Aku tidak bisa menghitung tangisan yang keluar dari mataku akibat merindukannya. Aku tidak bisa jika harus menjalankan hariku tanpa ada kabar darinya, lagi.

"Ssshhh... Aku tidak akan kemana-mana. I love you bubblegum, and I'm sorry to leave you behind like this." Bisiknya. Aku masih terisak dalam pelukannya, mencengkram dirinya begitu kuat dan melepaskan semua kerinduanku ke dalam tangisan ini.

Dirinya menunggu aku tenang dan mengontrol kembali emosiku. Sebuah kecupan mendarat di keningku dan dirinya menarik aku keluar dari pelukan hangatnya. Sebuah senyuman menyambutku dan tangan hangatnya mengusap jejak air mata yang mengalir. Aku membalas senyum indah itu dan dirinya mencium kedua tanganku.

"Siapa bran?" Tanyanya membuatku terkekeh pelan.

"Kau benar-benar menanyakan hal itu disaat seperti ini Raf?" Godaku, aku merasa puas dengan sifat cemburunya itu. Dirinya masih sama seperti yang kuingat.

"Ayolah Dre, kau hanya tinggal menjawab pertanyaanku. Aku akan mencoba untuk menerima setiap jawaban darimu. Walaupun bukan salahku jika mukanya akan lebam-lebam jika kau bertemu dengannya nanti." Tuturnya tersesat dalam pikirannya sendiri. Aku mencoba menahan tawa melihat dirinya seperti ini. Aku benar-benar rindu akan situasi seperti ini bersama dengan dirinya.

"Kau mau tahu soal Brandon tidak? Atau kau hanya akan terus memikirkan setiap cara untuk menghancurkannya." Seruku memberhentikan gumamannya.

"Brandon, jadi itu namanya?" Seru Rafa membuatku hanya menggelengkan kepala. Dirinya hanya mendengarkan nama Brandon dan tidak mendengarkanku dengan baik.

"Brandon teman satu jurusanku. Kau tidak perlu cemburu akan dirinya Raf, aku hanya memiliki sepasang mata yang hanya tertuju padamu." Ucapku dengan muka datar. Mendengar perkataanku dirinya langsung melihatku dengan senyum lebar dimukanya. Aku baru menyadari perkataanku dan mukaku memerah secara langsung.

"I forgot how I miss you so much." Serunya sambil kembali menatapku dengan tatapan penuh cinta yang membuat mukaku semakin memerah seperti kepiting rebus.

"Apa yang kau lakukan di sini Raf?" Tanyaku kepadanya. Apa dia hanya mengunjungiku untuk waktu sebentar? Aku harap dia bisa berada di sini untuk waktu yang lama.

"Aku ingin menemui pacarku yang cantik. Tapi sepertinya dirinya tidak menyukainya karena bertanya pertanyaan yang konyol." Rajuknya.

" Aku rasa pacarmu hanya ingin memastikan apakah kamu bolos dari kuliahmu atau tidak." Jawabku.

"Kau tahu, aku menelantarkan dirinya agar aku bisa lulus dengan cepat. Sekarang aku ada di sini untuk menebus kesalahanku, namun sepertinya dirinya tidak akan memaafkanku karena aku mengabaikannya terlalu lama." Katanya dengan nada penyesalan. Aku melembutkan pandanganku dan hatiku terharu setelah mendengar penjelasan darinya.

"Aku tidak mungkin tidak memaafkanmu. Kau bekerja sangat keras agar bisa bersama denganku sekarang, dan aku tersentuh akan perbuatanmu. I love you Raf." Aku memajukan kepalaku untuk mengecup pipinya.

"And I love you too bubblegum." Ucapnya sambil mencium keningku.

"Sepertinya aku harus kembali, aku sudah pergi cukup lama akibat dirimu. Kau mau ikut?" Tanyaku bersiap-siap untuk kembali ke kelompokku.

"Tentu saja, aku tidak akan melewatkan kesempatan untuk menunjukan jika kau adalah milikku kepada si Brandon itu." Ucapnya, mencium pipiku dan mendorongku keluar dari perpustakaan. Aku hanya tertawa ringan mendengarnya.

"Kau tahu, tidak ada yang percaya jika aku mempunyai pacar. Mereka akan sangat terkejut melihatmu." Ucapku sambil tertawa membayangkan wajah mereka.

"Sekarang mereka akan tahu untuk tidak mengganggumu."

"Kau akan tinggal di sini sampai kapan Raf?" Tanyaku gugup.

"Bukankah aku sudah berjanji untuk menemanimu sampai kau lulus. Setelah itu aku akan menculikmu kembali ke Australia." Ujarnya membuatku kaget.

"Hei sejak kapan aku setuju untuk pergi bersamamu ke Australia!" Aku tidak pernah menyetujui atau mendengar tentang hal ini.

"Tenang saja aku pembujuk yang handal. Kau bisa melihatnya nanti kalau kau akan ikut denganku pulang ke Autralia." Serunya dengan yakin. Entah apa yang membuatnya seyakin ini tapi aku duga dia telah menjalankan rencana bersama dengan ke dua orang tuaku.

"Terserah kau saja." Ucapku. Tak lama kemudian kami sampai ke area taman, dan benar saja teman-temanku sudah berkumpul.

"Yang mana kelompokmu? Yang itu? Atau yang itu?" Rafa menunjukan ke arah beberapa orang. Taman saat ini cukup ramai oleh beberapa kelompok belajar. Aku mengabaikan pertanyaan Rafa dan menunggunya untuk melewati grupku.

"Hai! Kalian sudah ketemu modelnya tadi?" Tanyaku menarik perhatian mereka. Mereka sedikit terkejut ketika melihatku, aku sedikit bingung namun aku ingat jika mereka hanya terkejut melihat Rafa.

"Drea, modelnya ada di belakangmu." Seru Axel. Sejak kapan Rafa menjadi model?

"Kau menjadi model sejak kapan Raf?" Tanyaku membalikan kepalaku ke arah Rafa.

"Aku bukan model kok. Kenapa kalian semua mengira aku adalah model?" Tanyanya bingung.

"Tapi salah satu mahasiswi di sini pernah melihatmu di majalah." Seru Alex menjelaskan.

"Aku memang pernah masuk dalam majalah bisnis, tapi aku memang bukan model." Ucap Rafa menjelaskan.

"Siapa kau?" Tanya Brandon yang selama ini hanya menonton.

"Perkenalkan aku Revan dan aku adalah pacarnya Andrea." Ucapnya dengan senyum bangga.

"Lihatkan, Andrea tidak berbohong saat dirinya bilang sudah punya pacar." Seru Ayu ke pada yang lain. Dirinya terlihat bangga karena mempercayai dan mendukungku.

"Raf, aku harus melanjutkan kerja kelompokku. Kau akan menunggu di sini atau?" Tanyaku mangabaikan teman-temanku yang mulai beradu mulut karena Rafa.

"Aku akan menunggu di luar, lagian ada sesuatu yang harus aku lakukan." Bisiknya, mencium puncak kepalaku dan pergi meninggalkanku.

Sepanjang hari, aku terus tersenyum seperti orang bodoh. Aku bahkan tidak dapat konsentrasi saat mengerjakan tugas besarku. Teman-temanku sepertinya teralihkan dengan keberadan Rafa, hampir sepanjang hari mereka menanyakan tentang dirinya dan bagaimana kisah cinta kita.

Selesai kerja kelompok, aku langsung menghubungi Kayla. Biasanya setiap hari kita akan pulang bersama. Entah aku yang akan menunggunya selesai kelas, atau dia yang akan menunggu aku selesai kelas, kita tidak keberatan akan hal itu.

Andrea

Kau sudah selesai?

Kayla

Dre! RAFA ADA DI SINI!

Andrea

Aku sudah bertemu dengannya

Kayla

Aku kira dia belum menemuimu.

Kami ada di parkiran.

Oh dan siap-siap akan semua mata penasaran yang tertuju kepadamu!

Andrea

Aku sudah terbiasa dengan sorotan mata penasaran.

Kau tidak ingat saat pertama kali masuk kelas?

Semua orang melihatku dengan kursi roda ini.

Kyla

Ingat, ingat.

Tapi kali ini sorotan matanya akan berbeda.

Mereka akan menatapmu dengan sorotan mata cemburu.

Lagian Revan sudah ada di sini.

Andrea

Baiklah aku segera ke sanah.

Aku menutup ponselku dan segera menuju parkiran. Sesampainya di sana, Rafa langsung tersenyum mendekatiku dan mengacak-ngacak rambutku gemas. Aku yang melihat hal itu hanya tersenyum sambil mencubit tangannya yg masih ada di atas kepalaku. Aku menggenggam tangannya dan menaruhnya di dadaku. Aku benar-benar merindukan sentuhannya di atas kulitku.

"Kyl, aku culik Andrea dulu ya." Seru Rafa kepada Kyla sambil menggendongku masuk ke dalam mobil.

Aku berteriak pelan dengan gerakan Rafa yang tiba-tiba menggendongku. Sudah lama aku tidak merasakan hal ini, semenjak kuliah aku selalu mandiri saat melakukan apapun, termasuk mobil. Keadaan ini menjadikan semuanya canggung, namun aku menikmatinya.

"Culik saja dia sesukamu. Aku tidak akan peduli dengannya." Balas Kyla sambil tertawa.

Kita pun berpisah, Kyla pergi pulang dengan mobilnya, sementara aku masih tidak tahu akan kemana. Terkadang aku merasa sedih dengan Kyla. Saat Rafa sudah kembali ke sampingku seperti ini, Kyla masih harus menunggu Alex yang sampai saat ini masih belum bisa di kontak. Tapi bagaimana pun aku pun berhak untuk menikmati momen ini bersama dengan Rafa.

"Kau akan menculikku kemana?" Tanyaku.

"Apa kau lapar?" Tanyanya balik tanpa menjawab pertanyaanku.

"Kau belum menjawab pertanyaanku." Rajukku.

"Baiklah, kita ambil makanan dlu." Serunya tanpa mempedulikanku sama sekali. Aku berteriak kesal menanggapinya dan akan terus mendiaminya selama perjalanan. Sementara dirinya malah tertawa pelan melihatku merajuk seperti itu.

"Aku akan membawamu ke apartemenku. Setelahnya diner romantis dengan lilin aroma terapi yang kau suka dan semua makanan yang kau suka, tak lupa matcha kesukaanmu, setelah itu cuddling bersama sambil menonton film favoritmu. Jadi jangan merajuk bubblegum ku sayang." Serunya sambil mencium tanganku.

Aku lupa betapa cheese-nya Rafa. Pipiku memerah seperti kepiting rebus, dan terus mengabaikan dirinya. Hatiku tidak kuat dengan dirinya yang begitu manis di depanku. Aku sangat menantikan untuk menghabiskan waktu bersama dengannya.

"Aku lupa betapa cheese-nya dirimu." Seruku, membuatnya kembali tertawa.

"Aku terluka bubblegum, kau melupakan karakterku yang paling kau suka." Komentarnya sambil memegang hatinya yang pura-pura sakit.

"Tapi aku tidak bisa melupakan seberapa seringnya kau menjahiliku." Komentarku kembali sambil tertawa.

"Aku sangat merindukan hal ini bersamamu." Katanya lagi dengan ke-cheese-annya.

"Aku juga merindukanmu, sangat merindukanmu." Bisikku sambil tersenyum manis kepadanya, meluapkan semua perasaanku kepada dirinya melalui perasaanku.

"Aku berjanji setelah ini akan selalu bersamamu, selalu." Serunya sambil kembali mencium tanganku.

"Selalu." Kami saling mengaitkan jari kelingking kami.