"Ciptaan-Nya terlalu sempurna, dengan senyum merekah di wajahnya. Hanya Nindya seorang yang menjadi pujaan hati " -Rifaul Haechan Andriansah
.
.
Haechan berjalan menuju kantin dengan seorang gadis di sampingnya. Teman-temannya sudah menunggu dia sejak keluar lab, katanya dia izin mau menghampiri gadisnya terlebih dahulu. Selama ini Haechan belum pernah memperkenalkan pacarnya, ya walaupun sekali dua kali kepergok pergi jalan berdua tapi dia belum pernah mengajak pacarnya untuk lebih dekat dengan teman-temannya.
Alasannya karena keduanya memiliki kesibukan sendiri-sendiri, kadang Haechan sibuk kelompokkan begitu pula sang gadis. Kini saatnya memperkenalkan pada teman-temannya mumpung keduanya lagi beristirahat, sekaligus biar lebih akrab sama teman segengnya kan enak kalo pergi nongkrong Haechan nggak sama Hyunjin lagi.
Sudah ada tujuh temannya yang sedang menunggu, mereka bahkan belum memesan makanan karena menunggu Haechan datang. Setia kawan kalo kata Yeri walaupun beda ras dan budaya. Dih sa ae.
"Eh abah udah dateng bawa si eneng," celetuk Jaemin.
"Bentar bentar kayak nggak asing," ujar Hyunjin memperhatikan gadis di samping Haechan.
"Njirrr lu kan nindya bukan," lanjutnya setelah mengingat-ingat.
"Lo akhtar yang dulu mantannya seoyeon ramadhani waktu smp kan," ujar Somi.
"Nggak usah diperjelas anjirr,"
"Kamu kenal memble be?" Tanya Haechan sambil menarik Somi untuk duduk di kursi.
"Temen sekelas pas waktu smp be, kayaknya kelakuannya tetep sama deh, pecicilan ya," secara serempak yang lain mengangguk.
"Bacot juga," timpal Nada.
"Eh kenalin dong namanya siapa," ujar Suhyun.
"Gue nindya somi pratiwi, kalian bisa panggil nindya atau somi, terserah." Ujar gadis yang memiliki postur tubuh tinggi dan rambut yang lurus panjang itu, padahal jika di bandingkan dengan Haechan jauh berbeda. Haechan yang lagaknya sok keren dan sok kegantengan kalo kata Yeri, berbanding terbalik dengan Somi yang terlihat anggun. Ya belum tau juga sih gimana kelakuannya Somi.
"Gue jaemin cowo paling cakep digeng ini," ujar Jaemin menyerobot uluran tangan Somi.
"Yeee hendra nggak usah lama-lama pegangnya, calon bini nih aww…" Belum selesai Haechan ngomong, Somi dengan kesalnya mencubit lengannya, dia malu.
"Kenalin gue felix," Somi menerima uluran tangan Felix.
"Lo kan udah kenal gue, mau kenalan ulang," ujar Hyunjin.
"Ga usah, ga guna," ujar Somi singkat yang lain tertawa keras, Haechan sampai mensukuri Hyunjin yang kini tengah mengelus dadanya.
"Gue nada, kalo lo ada masalah sama paul bisa curhat ke gue," ujar Nada.
"Yeee lu mah yang cari masalah bakpao," ketus Haechan bersiap menempeleng kepala Nada, tapi Nada segera menghindar.
"Gue suhyun anggep aja paling normal diantara mereka," ujar Suhyun.
"Normal kalo diliat pas lagi tidur," sahut Felix diikuti tawa yang lainnya, Suhyun mendengus kesal.
"Gue viona, nggak usah dengerin kata manusia-manusia biadap kayak mereka som," ujar Viona, Somi yang merasa kalo teman-teman pacarnya itu asik tanpa canggung mereka mengobrol bersama walaupun random.
"Gue jadi mikir, kok lu suka sih sama modelan kek gini jangan-jangan lu dipelet ya som," Yeri membelalakkan matanya sambil menutup mulut pura-pura shock. Haechan yang kesal menoyor gadis di depannya.
"Gue juga bingung yer," ujar Somi lalu beralih ke arah Haechan.
"Kenapa aku bisa suka sama kamu ya be," Somi mengernyitkan dahinya sambil menatap ke arah Haechan. Haechan yang gemas sendiri mencubit pipi gadisnya.
"Hihhh kok kamu gitu sih…" rengek Haechan.
"Najis bucin!!" ketus Jaemin.
"Iri bilang bos jangan cuma tebar pesona doang yang diandelin,"
"Ckk bacot lu," tak sengaja saat Jaemin beralih menatap gadis yang duduk di samping Viona, tiba-tiba gadis itu menoleh ke arahnya. Nada langsung memalingkan pandangannya karena tatapan Jaemin yang sangat dalam.
Jaemin menghela nafas berat lalu beralih ke arah minuman yang ada di depannya. Akhir-akhir ini Jaemin berpikir keras, dia masih belum bisa mengutarakan perasaannya. Bingung gimana caranya agar tidak mendapat penolakan dari sang gadis. Ya dia sadar diri kalo selama ini dia agak sedikit centil, centil bukan berarti dia playboy, apalagi kalo ada cewe cakep lewat kelas mereka pasti Jaemin dan Hyunjin saling saut-sautan tebar pesona.
Laki-laki itu menggusak rambutnya frustasi, sambil sesekali mencuri pandang ke Nada yang sama sekali tidak menghiraukannya.
Somi pamit setelah makan bersama teman-teman Haechan, sebagai pacar yang baik tentunya Haechan menghantarkan Somi kembali ke kelasnya yang berada di gedung yang berbeda. Haechan tak henti-hentinya berbicara random di jalan menuju kelas, itu adalah salah satu hal yang Somi suka dari Haechan, dia tuh humble nggak ngebosenin makanya awet pacarannya dari awal kelas sepuluh sampai sekarang.
Bahkan mereka kuliah di institut kesehatan ini mendaftar bersama karena tidak ingin bersekolah di kampus yang berbeda, memang sebucin itu seorang Rifaul.
Setelah berpamitan dengan Somi, Haechan kembali ke teman-temannya yang sudah berada di kelas karena materi kedua akan di mulai.
♥♥♥♥♥
Bu Moonbyul dosen Kimia Dasar keluar kelas setelah mendapat salam dari mahasiswanya. Haechan beranjak dari tempat duduknya lalu berpamitan dengan teman-temannya, dia akan menjemput Somi karena mereka telah berjanji untuk pergi ke suatu tempat.
"Hey bala-bala gue balik dulu, ada kepentingan sama neng nindya," ujar laki-laki itu.
"Bucin aja terussss," seru Nada.
"Iri tanda tak mampu mbul, makanya cari jodoh jangan keluar sama vio terus dikira lesbi lo nanti," Haechan tertawa kencang setelah berseru ke Nada, dia berlari keluar sebelum mendapat tinjuan dari Nada yang kini tengah bangkit untuk mengejar Haechan.
Viona yang hanya diam saja sejak tadi, ketika mendengar seruan Haechan, gadis itu langsung berteriak "Awas aja lu dateng ke rumah gue lagi paulllll!!!"
"Noh dengerin paul, cari jodoh," celetuk Jaemin yang tiba-tiba sudah berdiri di samping Nada.
"Lo juga, diem!!" kesal Nada lalu menyerobot tasnya dan segera pergi meninggalkan teman-temannya yang masih tertawa.
"Lo pulang sama siapa bakpao…" Teriak Viona saat Nada menutup pintu kelas lumayan keras.
Nada tidak menghiraukan teriakan Viona, dia benar-benar sudah kesal dengan Haechan. Sekarang Nada malah bingung pulang dengan siapa, karena tadi dia berangkat dengan Viona. Dan kini Viona belum juga sampai di parkiran, memang penyesalan datang terakhir.
Seorang laki-laki menghampiri Nada yang kini sedang duduk dengan wajah cemberut di ruang duduk parkiran bawah.
"Pulang bareng gue yuk, vio lagi ada urusan sama jeno," ujar Jaemin, gadis itu menoleh ke arah sumber suara. Jaemin menatap gadis di depannya dengan senyuman manis, Nada agak merasa deg-degan dipandang seperti itu.
"O-oh oke," Nada beranjak dari tempat duduknya dan mengikuti Jaemin yang sudah berjalan dahulu menuju motor Ninjanya.
Memang sebagian besar mahasiswa yang berkuliah di institut ini memiliki kendaraan yang mewah, tak jarang banyak yang membawa mobil mewah maupun motor Ninja, bahkan ada yang membawa motogp lama-lama kampus menjadi tempat cirkuit balap motor, entahlah. Kampus ini termasuk kampus swasta jadi wajar saja kalo sebagian besar mahasiswanya memiliki keluarga dengan penghasilan yang besar maupun konglomerat.
Jaemin dan Nada meninggalkan halaman belakang kampus, sedangkan Viona dia masih berada diluar kelas karena Jeno memanggilnya waktu Viona ingin menghampiri Nada di parkiran. Akhirnya Viona meminta Jaemin untuk memberi tumpangan Nada karena Jeno ingin membicarakan sesuatu hal.
Mereka berdua duduk dikursi depan kelas.
"Kenapa jen? Tumben lo udah selesai kelas biasanya anak fkg pulang hampir maghrib," ujar Viona karena melihat tas yang ada di punggung Jeno. Asal kalian tau tas Jeno itu gede banget kayak backpaker Viona, padahal Viona kalo praktikum saja tidak seberlebihan itu walaupun sedikit rempong dengan kotak praktiknya, mungkin karena bawaan dan alat-alat dental lebih banyak jadi Jeno membawa tas yang lebih besar dari biasanya.
"Hari ini dokter taemin izin karena ada seminar jadi jam kosong," sahut Jeno.
"Lo setelah ini sibuk nggak," lanjut laki-laki itu.
"Nanti malem sih mau keluar sama ahsan, karena kemarin dia rengek-rengek minta ditemenin jalan,"
"Oh ya udah," Jeno agak sedikit kecewa namun dia tetap tersenyum setelah mendengar penuturan Viona.
"Kenapa sih?" Tanya Viona heran karena tidak biasanya Jeno tiba-tiba menghampirinya di kelas.
"Gue mau ngajak lo jalan sih, tapi ya udah besok-besok aja hehe," Jeno memperlihatkan eye-smilenya sampai-sampai matanya menghilang, hanya terlihat seperti garis diwajahnya.
Viona sedikit terkejut mendengar ajakan Jeno apalagi dengan wajah seperti itu kan jadi deg-degan atuh. Viona menelan saliva untuk menetralkan kegugupannya.
"Kok tumben," ujar Viona senormal mungkin agar tidak terlihat kalau dia sedang salah tingkah.
"Lagi pusing gue, banyak tugas huft…" Jeno menyandarkan kepalanya di dinding terlihat agak frustasi ketika melihat bawah matanya yang menghitam.
"Tenang nggak usah terlalu berlebihan kalo belajar, usaha boleh tapi juga harus mengerti kekuatan diri sendiri kalo lo capek istirahat aja dulu nggak usah dipaksain, jalan masih panjang kali jen," ujar Viona menenangkan, gadis itu memberikan senyuman hangat dan manis karena dimplenya.
Viona sangat sering memberikan support system ke sahabat-sahabatnya, dia dan Suhyun juga sering menenangkan Nada dan Yeri kalo mereka dalam keadaan yang down karena kelelahan praktikum, sering sekali sahabatnya menghampiri dirinya untuk meminta saran dan menenangkan diri, bahkan Felix dan Hyunjin yang notabennya Hyunjin agak pemalas, mereka berdua sering bertukar curhat ke Viona.
Jeno mengangguk pelan mendengar ucapan menenangkan dari Viona.
"Hmm yuk," ujar Viona.
"Hah? Kemana?" Jeno kembali menatap Viona, ketika gadis itu mulai berdiri.
"Katanya mau jalan, mumpung belum terlalu larut," Viona melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul 15.30 p.m.
"Kerumah dulu ya naroh kotak, motor sama tas, itu tas juga gede banget," ujar gadis itu sambil menunjuk ke kotak praktiknya dan tas punggung Jeno. Laki-laki itu mengangguk senang dan segera berdiri dari tempat duduknya. Mereka berjalan bersama ke parkiran.
Haechan dan Somi sekarang mereka berada di sebuah toko alat kesehatan, Somi memerlukan stetoskop bioculer dan tensimeter untuk praktikum besok, makanya dia meminta Haechan untuk mengantarkannya.
"Bagusan warna yang mana be," ujar gadis berambut coklat itu sambil menunjukkan stetoskop berwarna biru dan merah muda di kedua tangannya.
"Yang kanan, kamu cocok kalo make warna pink," sahut Haechan. Somi mengangguk setelah itu dia meminta tensimeter ke penjaga toko alat kesehatan.
Haechan membayarkan alat kesehatan Somi, bukan berarti Somi yang mau, Haechan tadi uring-uringan agar dia saja yang membayar. Akhirnya Somi mengiyakan dari pada Haechan terus-terusan merengek, Somi bukan tipe cewe yang setiap keluar beli barang harus cowo yang bayar. Mereka berdua selalu bergantian, kalau kali ini Haechan yang bayar berarti nanti waktu makan Somi yang membayar.
Mereka keluar dari toko alat kesehatan dan segera meninggalkannya.
"Mau makan dimana be?" Tanya Haechan sedikit berteriak karena sedang di jalan.
"Bu retno aja yuk, mau geprek," sahut Somi, kepalanya sedikit maju ke bahu kiri Haechan agar laki-laki itu mendengar ucapannya.
"Kamu tadi belum makan nasi cuma ngemil doang, masa mau makan pedes sih," Haechan sedikit memelankan suaranya karena mereka sampai dilampu merah.
"Ini kan mau makan juga, pengen geprek beeee," rengek Somi sambil meremas-remas pinggang Haechan. Dengan berat hati Haechan menggangguk, gadisnya itu memang menyukai makanan yang pedas, sering kali Haechan mengomeli kalau perut Somi mulai sakit tapi gadis itu tetap saja mengulanginya.
====
Viona dan Jeno sampai di taman Sekar Taji, tujuannya mereka ingin berburu makanan di sekitaran taman itu sekalian jalan-jalan sore. Jeno memarkirkan motornya di tempat parkir yang memfasilitasi taman itu. Kedua mahasiswa itu berjalan dipinggir trotoar yang banyak sekali stand-stand makanan dan minuman.
"Jen kesitu yuk," Viona menunjuk salah satu stand yang menjual telur bihun, Jeno mengangguk mengikuti Viona.
"Lo mau bihun telur?" Jeno mengangguk untuk yang kedua kalinya.
"Oke, telur bihun dua puluh ribu jadi dua ya kak," ujar Viona.
"Iya kak, silahkan duduk dulu kak," sahut penjual telur bihun, Viona mengangguk.
Mereka duduk dikursi yang telah disediakan penjual telur bihun, tiba-tiba seorang gadis cantik datang menghampiri mereka.
"Hai jen," sapa gadis itu, Jeno yang tengah menatap Viona pun beralih ke sumber suara.
"Eh tzuyu," sahut Jeno. Tzuyu tersenyum dan kini beralih ke arah Viona.
"Uh kamu bukannya yang dulu minta sign pas waktu ospek ya," ujar Tzuyu mengingat waktu ospek dulu Viona pernah mendatanginya untuk meminta tanda tangan.
"Bentar nadira savella tzuyu bukan?" Tzuyu mengangguk dan tersenyum sangat manis.
"Oh dulu lo juga minta sign tzuyu?" Tanya Jeno.
"Iya hehe…" Ringis Viona.
"Dari mana tzu?" Jeno beralih ke Tzuyu yang masih berdiri didepannya.
"Habis nganterin nancy pulang terus gue pengen telur bihun, eh ada elu jen," ujar Tzuyu.
"Kak ini pesanannya," penjual telur bihun itu memberikan satu kantong plastik ke Viona. Viona ingin membayar tapi Jeno mencegahnya, sebenarnya Viona sungkan kalau Jeno yang bayar sedangkan sekarang ada temannya sekelas tapi mau bagaimana lagi Jeno sudah membayarnya. Viona hanya menurut.
"Gue sama viona duluan ya tzu," ucap Jeno, dan hanya mendapat anggukan dari Tzuyu. Viona dan Jeno berjalan meninggalkan stand telur bihun.
"Gue ganti ya jen," ucap Viona seketika Jeno menggeleng.
"Anggap aja itu hadiah dari gue karena lo udah nemenin gue ya," sahut Jeno, wajahnya kini tengah berbahagia tidak seperti tadi.
"Iya iya, makasih ya jen," Viona tersenyum bahagia.
"Mau minum?"
"Hmm tapi gantian gue ya yang bayar," gadis itu sedikit mendelik sambil memerjapkan matanya berulang-ulang.
"Ya udah deh iya," ujar Jeno lalu tersenyum tipis melihat Viona yang langsung semangat.
"Mau americano," ujar gadis itu setelah beberapa detik memilih menu yang tertempel disamping gerobak minuman.
"Oke satu americano satu lagi latte ya bang," pesan Jeno kepada penjual minuman. Sang penjual mengiyakan.
"Lo juga suka americano kayak jaemin ya," lanjutnya beralih ke Viona.
"Ehee iya malah akut gue," sahut Viona sambil meringis.
"Jangan sering-sering nggak baik ihh, jaemin aja sering gue marahin tapi ya tetep aja,"
"Ya gimana namanya orang kalo udah suka tuh susah berhenti atuh jen," Viona menyomot satu tusuk telur bihun, lalu memberikan satu tusuk lagi ke Jeno.
'Iya bener, kalo udah suka emang susah berhenti,' batin Jeno.
"Tapi kan nggak baik buat perut," Jeno mengambil telur bihun dari tangan Viona.
"Iya nanti dikurangin," ujar gadis itu sambil menatap Jeno dengan tatapan meyakinkan. Jeno hanya terkekeh melihat Viona manggut-manggut lucu.
Setelah kedua mahasiswa itu puas berjalan keliling taman, mereka memutuskan pulang karena sebentar lagi maghrib. Jeno menghantarkan Viona pulang, dia lalu pamit untuk pulang ke kosan setelah menerima tasnya dari Viona karena dia tidak terlebih dahulu mampir.
"Bang jeno lagi kak?" Tanya Jisung setelah melihat Viona kembali ke dalam rumah.
"Iya," sahut Viona singkat.
"Udah official dek," sahut Doyoung yang tengah membawa segelas jus jeruk.
"Ngadi-ngadi dah, enggak ihhh,"
"Kayaknya bang jeno suka kakak deh," Jisung mengambil americano yang Viona letakkan diatas meja ruang tamu karena mengambil tas Jeno tadi.
"Ngawurrrr, dah ah mau mandi, nanti jadi nggak dek kalo nggak jadi mau tidur capek," sungut Viona sambil merenggangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
"Jadi lahh," seru Jisung.
"Kemana kalian?" Tanya ayah Changwook yang baru datang dari dapur diikuti bunda Sooyoung di belakangnya.
"Ahsan mau—" ucapan Viona terpotong.
"Mau cari bahan-bahan buat tugas ahsan yah," Jisung menatap tajam ke arah kakaknya, Viona hanya menahan tawa lalu meninggalkan ruang tamu.
Malam harinya Jisung ke kamar Viona agar gadis itu segera keluar. Dengan wajah sedikit kusut Viona keluar, dia sebenarnya cukup lelah itu menemani adiknya jalan-jalan karena praktikum resep hari ini cukup membuatnya pusing, apalagi tadi Sanha dan Han memecahkan gelas ukur alhasil kelompok dialah yang harus mengganti, apalagi yang dipecahin itu merk Pyhrex yang jelas-jelas itu mahal.
Mereka udah mohon-mohon untuk minta maaf dihadapan Hyunjin dan Nada setelah keluar lab, karena Hyunjin dan Nada memberondong dengan sangat kesal, Viona hanya memerhatikan cek cokan mereka tanpa mengindahkannya kan memang sudah terjadi harus bagaimana lagi. Mereka tuh memang suka heboh sendiri kalo lagi ngambil bahan obat dan nggak pernah hati-hati dengan disekitarnya, kadang Viona harus menegur Sanha kalau laki-laki berambut ikal itu meletakkan gelas ukur dipinggir meja.
Ya mau nggak mau dia harus menuruti Jisung agar anak laki-laki itu tidak merengek semalaman, Viona pernah tidak menggubris ajakan Jisung karena waktu itu dia kelelahan pulang latihan taekwondo alhasil Jisung terus-terusan merengek di kamarnya dan berakhir Viona menenangkannya sampai Jisung benar-benar tertidur pulas di ranjang.
Jisung segera menarik tangan kakaknya, lalu menuntunnya ke bawah.
I tagged this book, come and support me with a thumbs up!
Like it ? Add to library!
Have some idea about my story? Comment it and let me know.