webnovel

|15| Konspirasi

Hari senin telah tiba waktunya semua siswa berangkat lebih pagi dari biasanya. Vellice kini berdiri menatap masam seisi kamarnya. Tadi ia sudah turun dan melihat bensin dalam mobilnya habis. Lalu setelah mengobrak abrik kamarnya, ia berharap menemukan uang. Hasilnya adalah nihil. Tidak ada sepeserpun uang yang tersembunyi di sana. Semua uangnya berada di ATM yang ia berikan pada Anna.

Vellice keluar, memilih berjalan kaki. Matahari sudah mulai terik, membuatnya begitu kepanasan. Berkali kali ia mencari jalanan yang tidak terkena matahari. Di bawah pohon, berjalan dibawah atap-atap toko yang berjejer. Ahh jangan lupakan kakinya. Memang sudah sedikit membaik setelah seharian kemarin terus diberi obat-obatan aneh sama Arlan.

Kini begitu sampai sekolah, sesuai tebakannya. Pagar sekolah sudah di tutup. Ada beberapa siswa yang ikut terkunci di luar gerbang. Ya, tentu saja mereka adalah para manusia gila yang selalu mengikuti kemanapun Vellice pergi.

“Ataganagadragon! Lo jalan kaki Vel!? Gila! Kayak gembel lo” ucap Angel.

“Rambut lepek, keringetan. Mana muka udah kayak mayat lagi!” sahut Lara.

“Tambahin, jalan pincang” sahut Alfa.

“Hahhhh....” ucap Vellice keras. Ia langsung duduk sembarangan di atas aspal.

“Capek banget. Kabur ke UKS ga bisa?” tanya Vellice.

“Ck! Kalo bisa kita dari tadi gitu! Tahu nggak? Tempat yang biasa kita pakai buat manjat? Panjatan kayunya di rusak! Udah ga bisa buat naik pager lagi” gerutu Shelly.

“Terus? Kita nunggu upacara selesai gitu?” tanya Vellice.

“Cabut aja yuk!” sahut Lara.

Mereka saling pandang. Perlahan tapi pasti senyuman terbit di bibir mereka.

“Tunggu apa lagi!”sahut Lara. Ia langsung berdiri dari jongkoknya.

Vellice ikut berdiri, mereka pun berjalan menjauhi pagar menuju tempat Lara memakirkan mobilnya.

“Pada bawa mobil?” tanya Vellice.

“Bawa semua sih. Tapi lagi males nyetir nebeng Lara aja lah” sahut Angel.

“Yang paling deket juga mobil Lara” sahut Alfa.

“BERHENTI KALiAN!” seru seseorang dari arah gerbang. Otomatis mereka langsung lari tanpa menoleh ke belakang.

“Tungguin! Aelah!” seru Vellice. Jarak mereka berlari memang tidak terlalu jauh. Tapi tetap saja Vellice yang berada di baris terakhir.

Tiba-tiba saja Vellice merasa melayang. Reflek tangannya langsung memeluk leher siapapun itu.

“Mau kemana kamu” ucap Arlan melotot pada Vellice. Vellice hanya mencebikkan bibirnya kesal.

“Balik ga kalian! Setia kawan dong!” seru Arlan.

“Sorry Lan! Berhubung lo sekarang sayang sama Vellice. Kita titip Vellice ya! Daahhh!!!!” teriak Lara. Mereka tetap berlari menuju mobil Lara.

“Turunin...” ucap Vellice.

Arlan langsung membawa Vellice masuk.

“Kok lewat sini?” tanya Vellice. Pasalnya dari gerbang seharusnya mereka lurus untuk menuju lapangan. Lalu, Arlan malah menggendongnya ke arah kiri. Tempat di mana tempat parkir motor berada.

“Lo mau bawa gue kemana sih?” tanya Vellice lagi. Kini mereka belok ke arah kanan. Jalan sempit selebar 1 meter mereka lalui. Vellice bahkan baru tahu ada gang kecil ini di sekolah. Begitu keluar dari gang itu mereka langsung dihadapkan dengan UKS.

“Kok UKS?” tanya Vellice.

Masih sama seperti tadi, Arlan hanya diam tidak mejawab.

Berbeda dengan Vellice yang dari tadi tidak peduli apapun. Arlan, laki-laki itu diam-diam masih terus memikirkan ucapan Lara tadi.

"Kaki kamu udah sembuh?" tanya Arlan.

"Hmm" sahut Vellice sambil menendang kakinya ke udara.

"Heh!" sahut Arlan melotot tajam.

"Nih nih!" sahut Vellice sambil menendang nendang kaki ke depan. Arlan langsung memegang kaki itu. Posisinya, Vellice sedang duduk di atas kasur menghadap Arlan yang ada di depannya sedang duduk di kursi.

"Sakit lagi baru tahu rasa!" seru Arlan.

"Lo kasih apaan sih Lan? Nyeri ilang pegel semua iya. Jadi sering kesemutan nih kaki gue" sahut Vellice.

"Udah makan belom?" sahut Arlan membuat Vellice melotot. Ditanya apa dijawab apa.

"Sana beliin makan" sahut Vellice.

"Jangan kemana mana!" sahut Arlan. Ia segera keluar dari UKS.

"Lagian mau kemana lagi coba. Males banget masuk kelas ga ada mereka " gumam Vellice.

Ia merebahkan dirinya di atas kasur. Baru saja punggungnya menyentuh kasur. Suara ribut langsung terdengar.

"Minggir minggir! Ada yang pingsan!" seru seorang siswa yang tak lain adalah Atta pada Vellice.

"Ada kasur laen!" seru Vellice.

"Yang sakit 3!" sahut Ashad.

Vellice langsung merengut sebal. Ia langsung bangkit dari tidurnya. Ia melihat Anna yang mukanya sudah sangat pucat pingsan.

Lalu ada 2 siswa lain. Mereka tidak pingsan hanya saja sama sama memiliki muka yang pucat.

"Kenapa dateng bisa samaan coba" gerutu Vellice.

"Salahin tu kepsek! Gila parah! Pidato lama banget. Sampe banyak yang tumbang! Yang laen pada di taruh di koridor. Yang dibawa kesini yang pucet banget aja" sahut Ari.

"Nih minyak kayu putih" ucap Ashad memberikan minyak kayu putih pada Atta yang berdiri di samping Anna.

Atta langsung memiringkan minyak kayu putih itu tepat di depan hidung Anna.

"Lo mau ngebunuh orang!?" seru Vellice. Ia langsung merebut minyak kayu putih itu.

"Jangan langsung di gebyur gitu bego! Gini! Gini! Di olesin!" omel Vellice. Ia meneteskan minyak katu putih di ujung jarinya, lalu jarinya mengoles hidung Anna. Hanya satu olesan jangan lebih karena akan perih. Lalu mengoleskannya di kepala Anna.

Mereka menunggu Anna hingga ia terbangun.

"Kakak?" gumam Anna. Matanya yang sayu itu melihat ke arah Vellice.

"Lain kali kalo ga kuat ga usah dipaksain! Kabur aja kalo udah capek! Bukannya nunggu pingsan!" bentak Vellice langsung.

"Orang baru bangun bukannya ditanyain kabar malah di omelin" ucap Atta. Tangannya menyentil dahi Vellice.

"Lo kenapa disini!? Itu tas lo kan?" tanya Ashad. Ia menunjuk tas Vellice yang ada di atas nakas.

"Ya terus gue harus gimana? Kaki gue sakit bego" sahut Vellice .

"Sakit apaan! Berdiri normal gitu!" protes Ari.

"Ga percaya banget jadi anak" sahut Vellice malas.

"Siapa juga yang bakal percaya sama lo. Mana ada orang sakit teriak teriak terus" sahut Ari.

Vellice hanya melotot membalasnya.

"Minggir minggir!" seru Vellice mengusir Atta. Ia langsung duduk di kursi samping Anna.

"Kenapa jadi rame banget?" tanya Arlan menatap Vellice.

"Temen lo lemah semua" sahut Vellice acuh. Ia kembali berkutat pada handphonenya. Tentu saja memarahi teman temannya yang meninggalkan dirinya terkurung di sekolah sendirian.

"Lo habis pingsan?" tanya Arlan pada Anna.

"I-iya kak " sahut Anna.

"Lo belum sarapan kan? Tuh dibeliin Arlan" sahut Vellice. Dagunya mengendik mengarah ke nampan yang dibawa Arlan.

"Nggak! Enak aja, ini buat kamu. Udah aku beliin susu cokelat juga" ucap Arlan.

"Ar! Sana beliin mereka makanan!" lanjutnya.

Hal aneh terjadi padanya. Bukan bukan tapi sekitarnya. Vellice dapat mengingat dengan jelas. Tadi Arlan memberikan bubur itu kepadanya. Namun, kini yang ia lihat adalah Ashad yang sedang mengomeli Atta karena Atta akan menumpahkan minyak kayu putih ke hidung Anna.

"Lo mau ngebunuh orang!?" seru Ashad. Ia langsung merebut minyak kayu putih itu.

"Jangan langsung di gebyur gitu bego! Gini! Gini! Di olesin!" omel Ashad. Ia meneteskan minyak katu putih di ujung jarinya, lalu jarinya mengoles hidung Anna. Hanya satu olesan jangan lebih karena akan perih. Lalu mengoleskannya di kepala Anna.

Mereka menunggu Anna hingga ia terbangun.

Vellice diam mematung di tempat. Tubuhnya terasa kaku berdiri di ujung ruangan.

Mulutnya terbuka. Ia belum pernah melihat adegan yang ada di dalam novel sedekat ini.

Arlan datang membawa nampan berisi bubur dan susu cokelat.

"Anna belum bangun?" tanya Arlan. Vellice semakin terkejut mendengar nada lembut itu.

Mereka berbincang seolah tidak ada dirinya disana. Bukan hanya mereka. Tapi seluruh penghuni UKS seperti tidak menyadari keberadaanya.

Arlan mendekati wajah Anna. Tangannya memijat kepala Anna perlahan. Perlahan mata itu terbuka.

"Kak Arlan?" gumam Anna. Ia menatap tepat ke arah mata Arlan.

"Ini aku bawain susu cokelat kesukaan kamu sama bubur ayam" ucap Arlan.

Vellice berlari mendekati mereka. Menarik bahu Arlan hingga berbalik ke arah ya dengan kasar.

"ARLAN!" seru Vellice.

Seketika mereka merasa linglung. Anna, Atta, Ashad, Arlan dan Ari.

"A-ah!" ucap Arlan terkejut. Ia tiba-tiba memegangi kepalanya yang terasa sangat pusing.

Vellice melihat ke arah Anna yang hidungnya sudah meneteskan darah.

"Lo mimisan!" seru Vellice panik. Ia langsung mengambil tisu menutup hidung Anna. Ia langsung ikut duduk di atas kasur dengan kaki menjuntai ke bawah.

"Argh!" seruan Ari terdengar. Ketika Vellice menoleh. Dapat ia lihat dengan jelas. Ari, Ashad, Atta dan Arla sedang kesakitan dan memegang kepalanya.

Apakah ini salahnya?

Ia hanya ingin mencoba sesuatu. Ia hanya ingin memastikan sesuatu.

Vellice merasa sangat bingung. Anna mulai menangis dengan tangan yang memegang kepalanya.

Tiba-tiba Vellice merasa bahunya memberat. Arlan menaruh kepalanya di sana. Tangannya mencengkram erat seragam Vellice. Dapat Vellice rasakan betapa sakitnya Arlan.

Melihat mereka kesakitan seperti ini. Perlahan air mata mulai mengalir di pipinya. Ia merasa sangat bersalah.

Tubuh Arlan bergetar hebat. Seperti menahan sakit.

"Akhh!" pekik Anna.

"Argghh!!!" pekik Atta, Ashad dan Ari terus menerus. Mereka bertiga sudah meringkuk di atas lantai.

"Ma-maaf...." Ucap Vellice sendu.

Vellice langsung menoleh ketika merasa seragamnya basah.

Ada darah disana. Ia melihat itu, darah yang jatuh dari hidung Arlan. Tangan kirinya masih terus menutup hidung Anna.

Teriakan mereka masih terus terdengar. Hanya Arlan yang diam. Tapi tubuhnya terus bergetar hebat.

"Maaf..." ucap Vellice. Air matanya terus menerus turun. Tubuhnya ikut bergetar menahan suara tangisannya agar tidak keluar. Tangannya balik mencengkram seragam Arlan erat.

"Salahku... Ini salahku...." Ucap Vellice.

Dapat ia lihat, bahkan untuk mengucapkan sepatah katapun Arlan sudah tidak kuat lagi. Kini Arlan menopangkan seluruh tubuhnya ke Vellice. Dalam kondisi masih berdiri.

"Aku mohon... kembalikan... kembalikan waktu.... Aku mohon... buat mereka tidak menyadariku lagi.... Aku mohon.... hiks hiks" ucap Vellice lirih. Sangat pelan. Mungkin hanya Arlan yang mendengarnya. Karena kepala laki-laki itu ada di bahunya.

Tangan Arlan semakin mencengkram erat seragam Vellice. Dapat Vellice rasakan kepala Arlan sedikit menggeleng.

Arlan perlahan menjauh dari Vellice. Namun, tetap kedua tangannya mencengkram seragam Vellice sebagai tumpuannya berdiri.

Matanya menatap mata Vellice sendu.

Air mata Vellice semakin deras. Tubuhnya bergetar hebat. Bukan karena sakit. Tapi karena perasaan sesak yang memenuhi rongga dadanya.

Matanya melihat kondisi Arlan. Seragamnya yang kusut karena cengkraman tangannya. Lalu hidungnya yang masih terus mengeluarkan darah. Matanya yang memerah sembab. Juga hidungnya yang memerah.

"Aku mohon.... Kembalikan.... Aku janji tidak akan mengacau.... Aku janji akan pergi.... Aku mohon.... kembalikan...." ucap Vellice lirih sambil memejamkan matanya. Ia tidak ingin melihat tatapan mata Arlan yang terus terlihat memohon. Memohon kepadanya agar tidak menginginkan hal tersebut.

Vellice kembali membuka matanya ketika merasa cengkraman di bajunya tidak terasa. Tubuhnya tersentak terkejut.

"Kenapa?" tanya Arlan. laki-laki itu duduk di bawahnya. Vellice masih duduk di atas kasur.

"Aku beliin makan dulu. Jangan kemana mana!" ucap Arlan. laki-laki itu segera keluar dari UKS.

Pada saat itulah, Vellice melakukan peran yang seharusnya ia lakukan.

Perempuan itu segera berlari keluar dari ruang UKS. Tidak peduli kakinya yang masih kesemutan.

Sedikit pencerahan. Yang terjadi kepala mereka sakit semua sampe hidung berdarah itu nyata. Tapi dengan kebaikan author dari novel yang di masuki Vellice. Dia bisa membalik waktu.