"First scar ...."
[ANGELIC DEVIL: The Crown]
15 Tahun Lalu ....
___________________
Usai mengobati, Mew pamit mengurus keperluan sekolah yang rusak. Dia meminta pelayan untuk menjahitkan seragam baru. Plus beli LKS yang robek di sana sini. Mereka pun bergerak setelah diberi uang. Satu ke tempat penjahit, satunya lagi mewakili orangtua demi menemui TU. Tentu saja keperluan Amaara ditanggung Mew juga. Omega itu sibuk menyalin catatan di meja belajar. Sebab buku lamanya rusak terlalu parah.
"AYO! AYO! AYO! CEPAT NAD!" teriak teman-teman Nadech di halaman rumah. Usai memberesi piranti kejutan ultah, mereka pun menunggu Nadech di tepian jalan. Kelihatannya memang akan karaoke setelah ditolak Mew begitu saja. Namun, mereka tetap tersenyum sambil membawa sebuah gitar milik Nadech.
"SEBENTAR!" teriak Nadech yang belum menyusul. Sangking kencangnya teriakan mereka, Amaara pun melongok ke balkon untuk melihat kejadian. Di sana Nadech ternyata berlari-lari. Menemui Mew, lalu mereka bicara cukup lama.
Entah apa topiknya. Yang pasti Mew terlihat risih, tapi dia kemudian mengangguk. Nadech sendiri terus bicara dengan gerakan tangan yang aktif. Dia mendeskripsikan sesuatu, tetap tersenyum. Lama-lama me-notice Amaara juga di atas sana. "OH, HEI AE RI!" teriaknya. "KAMI NANTI JUGA PERGI KE SEBUAH PET-SHOP! TEMANKU BILANG DIA AKAN MEMBERI ANAKAN KUCING! KAU MAU JUGA TIDAK??!" teriaknya agar Amaara dengar.
Anakan kucing? Siapa yang tidak mau. Pastinya lucu sekali ....
"Iya!" teriak Amaara balik. Dia refleks tersenyum kecil, yang tentunya dibalas senyum juga oleh Nadech Kugumiya.
"OKE!" kata Nadech. Lalu lari lagi untuk gabung masuk taksi. Namun, sebelum benar-benar pergi, dia justru menoleh kembali. "MEW, JANGAN LUPA!" katanya sambil mengisyaratkan telepon dengan tangan. "NANTI KUKASIH TAHU KELANJUTANNYA!" Dia pun berlalu setelah sang sepupu menyentakkan tangan seolah mengusir hewan.
"Sana!" kata Mew.
Saat itu, Amaara menggambarkan mereka seperti saudara. Mungkin kakak ke adik karena sama-sama anak tunggal. Mungkin Nadech yang menginginkan seorang adik? Atau Mew yang ketiban untung punya sosok kakak baik? Yang pasti Amaara senang karena hubungan mereka baik-baik saja.
Nadech juga menepati perkataannya pada sore hari, padahal Alpha itu belum pulang ke rumah. Dia membawa 3 kitten di sebuah kandang mungil. Turun taksi. Lalu membaginya satu-satu
Yang bulu putih untuk Amaara. Bulu hitam untuk Mew, dan yang cokelat untuk dirinya sendiri.
"Senang?" tanya Nadech. Dia menatap Mew dan Amaara bergantian. Lalu nyengir-nyengir karena kitten di bahunya merosot ke dalam saku.
"Senang, terima kasih ...." kata Mew. "Kau juga tidak perlu memberikan kado lagi. Ini cukup. Aku dan Ae Ri akan merawatnya nanti."
Nadech justru tertawa lepas. "Ha ha ha ha! Tidak lah ... ini kan pemberian orang, terus kuberikan padamu," katanya. "A birthday gift means it's come from me, ok? Jangan meremehkan momen karena ultahmu adalah hari berharga." Dia lantas mundur untuk naik sepeda. Pamit pulang. Tidak lupa melambaikan tangan kepada Amaara. "KAU JUGA! CEPAT SEMBUH! JANGAN MENYERAH DAN KALAHKAN ZETA AGAR DIA MAKIN KESAL. HA HA HA HA!"
Amaara tidak tahu apa yang terjadi, yang pasti dia benar-benar bersemangat karena perkataan Nadech. Dia yang tadinya ingin menyerah, justru makin terpacu belajar rajin agar harga diri Zeta terinjak. Lagipula hanya itu yang bisa dia lakukan. Rasa malu di hadapan orangtua akan membuat Zeta terjatuh, toh mengamuknya dia justru pertanda dia kalah.
Sore itu, Amaara dan Mew pun masuk untuk menidurkan kitten. Mereka menghabiskan malam bersama. Main kucing. Sesekali memotret mereka karena gemas. "Ha ha ha ha ha! Mew, dia bersin! Ya ampun lucunyaaa!" katanya sambil berguling di ranjang kamar. Di sebelahnya ada Mew dengan kitten hitam. Sayang suasana itu tidak terlalu lama. Keduanya pun tersentak karena suara mobil masuk gerbang. Pertanda orangtua Mew pulang lebih cepat daripada jadwal.
SRAAAAAAAAAKHHHH!
BRAAKKKHHHHH!
BRRRMMMMMMMMM!
DEG
"Ae Ri ...."
"Mew ...."
Mereka pun langsung duduk karena debaran jantung. Sebab sejak awal hubungan mereka tidak disukai orangtua. Dan benar saja ... saat Mama Mew sudah masuk rumah, dia pun mengamuk karena kabar anaknya babak belur di sekolah.
"MEW! TURUN KAU! MAMA INGIN PENJELASAN KETERANGAN WALI KELASMU TADI!"
DEG
"Mew ...." gumam Amaara ketakutan. Dia meremas lengan Mew dengan jari-jari terlukanya, tapi sang Alpha tentu berusaha tenang. "K-Kau bilang mereka pulangnya seminggu lagi ...."
"Sssh, tunggu," kata Mew. "Ini, bawa kucingku dulu.Aku akan menemui mereka di bawah."
"Oke ...."
BRAKHHH!
"MEW! MAMA BILANG TURUN! AKU TIDAK SUKA YA KAU BERKELAHI TERUS MENERUS! APALAGI KARENA BOCAH MISKIN ITU! MERAH SEMUA CATATAN SEKOLAHMU SETAHUN INI, ASTAGA!"
BRAAKKKHHHHH!
Entah apa penyebab kegaduhan di bawah, yang pasti Amaara merinding karena aroma Alpha dominan lainnya. Itu pasti milik Papa Mew yang juga pulang. Dan Amaara langsung merinding karena tekanan feromon darinya.
"Dia rasanya dekat sekali. Aku tahu dia di sini ...." kata Papa Mew, yang langsung di-notice istrinya.
"Apa?! Di sini?!"
"Ya."
Padahal Mama Mew tadi hanya fokus mengomeli, tapi kini semakin geram pada puteranya. "MEW! JANGAN BILANG KAU MEMBAWANYA KE RUMAH!" teriaknya penuh rasa jengkel.
DEG
"Tidak, Ma--"
PLARRRRRRRRRR!
"TIDAK TAPI AWAS SAJA KALAU SAMPAI IYA!" kata wanita itu keras. Dia memang sudah habis kesabaran. Karena catatan Mew semakin buruk di sekolah. "KEMANA, PA? CEPAT TEMUKAN OMEGA ITU UNTUKKU! SEKARANG!" katanya.
Hal yang membuat Mew ikut mengamuk, sayang langsung dipegangi para pelayan. "HRRGHH! HRRRGHHHHHHH!" Mew pun menendang-nendang sembari menyumpah panik. Dia kesal karena orangtuanya mulai menaiki tangga. Lalu mengikuti aroma Omega Amaara. "JANGAN MA! JANGAN DIA, KUMOHON! MA! HRRRGHHHHH! HRRRGGHHHH!"
Namun, tentu saja semua itu tak diindahkan. Tahu-tahu ada jeritan Amaara di lantai dua. Digampar, dijambak, diseret. Lalu dilempar keluar kamar.
BRAKHHHHHH!
"AKKHHH!!"
"PERGI KAU JALANG! PERGI! TERSERAH PACARI SIAPA SAJA TAPI JANGAN ANAKKU!" tegas Mama Mew dengan mata yang berapi-api. Sang suami juga menundukkan Omega itu. Semua agar istrinya leluasa mengusir keluar. Wanita itu pun membawa Amaara pergi. Melewati Mew. Lalu menyuruh sang suami memberangus puteranya. "PAPA! PEGANGI DIA! JANGAN LEPAS! POKOKNYA AKU TIDAK MAU TAHU--!"
"HRRRGHHHH! AE RIII! KIM AE RI!! JANGAN, MA!"
"MEEEEEWWW!" teriak Amaara sebelum digelandang jauh. Satunya keluar, satunya lagi dikekang Papa sendiri. Lalu mendengar suara mobil berlalu pergi.
BRRRRRRMMMMM!
"AE RIIIIIIII!"
"DIAM!"
PLARRRRRRRRRR!
Mew pun baru patuh setelah Papa-nya bertindak. Rambutnya semerawut karena digampar terlalu keras. Jelas karena tenaga Alpha beda dengan milik sang ibu.
Telinga Mew bahkan berdarah. Menetes-netes, dan seketika pusing menyerangnya tanpa ampun.
"Kau ini tolol atau bagaimana, hah?!" bentak Papa Mew. "Lupa belajar! Pacaraaaaaaaan terus! Rangking turun! Berkelahi! MALU PAPA!" katanya. Lalu menunjuk keluar pintu. "KAU ITU TIDAK LIHAT NADECH APA, HAH?! Semua hal bisa! PINTAR! Jadi Ketua OSIS, aktif organisasi majalah ... padahal keluarganya tidak semampu kita! TAPI KAU? PAPA KURANG APA, MEW? Semua fasilitas sudah Papa kasih! Les ada! Jadwal privat ada! Motor ada! Mobil ada! Uang jajan tidak kurang-kurang! Mau liburan, staycation, Papa juga tidak pernah melarang! Hahh ... hahh ... hahh ...."
"...."
"CUMA JANGAN PACARAN TERUS OKE?! KAU INI SUDAH SMA! HAMPIR KULIAH!" tegas Papa Mew lagi. "WAKTUNYA UNTUK MEMIKIRKAN MASA DEPAN! JANGAN MAIN-MAIN ATAU BERMALAS-MALASAN! KARENA INI TIDAK BISA DISAMAKAN DENGAN SEWAKTU SMP!"
Mew pun dilepaskan para pelayan setelah tidak menggeram. "Apa Papa pernah memikirkan aku?" tanyanya. "Apa Papa pernah peduli padaku melebihi Nadech-Nadech itu? Aku yang anakmu, Pa! Tapi kau selalu membanggakan dia--hkkhh!"
"Oh, benar. Tapi pecundang jika kau sendiri turun, tapi malah mengkambing hitamkan orang dengan penuh pencapaian," kata Papa Mew sam. "MAKANYA ITU BELAJAR! Jangan menuntut perhatian Papa saat kau sendiri jatuh. DAN TUNJUKKAN KALAU BISA MENYAINGINYA!"
"PAPA!"
"MEW SUPPASIT JONGCHEVEVAT!" bentak Papa Mew balik. "Namamu itu diberikan bukan tanpa tanggung jawab, oke? Jadi SADAR!!" katanya. "JANGAN MALAH BIKIN GARA-GARA DENGAN ZETA! MERUSUH! KARENA PAPA DAN MAMA PUN SEDANG BERUSAHA NAIK LAGI!"
BRAKHHH!
"HRRGHHHHHHH!" geram Mew saat punggungnya digebrak ke dinding.
"DASAR BOCAH! ALPHA TAPI TERUS MENERUS MERENGEK! ALPHA TAPI TIDAK BISA MIKIR!" bentak Papa Mew. "JADILAH SEMAKIN DEWASA, OKE?! KAU ITU HARUS BERDIRI DENGAN KAKIMU SENDIRI!"
BRUGHHH!
Mew pun terlempar ke lantai usai didorong Papa-nya. Dia lemas karena kalah feromon, padahal Amaara dibanting dalam mobil yang menuju pelabuhan Khlong Toei, Bangkok Selatan.
"AMAARA!"
BRUGGHHH!
"POKOKNYA JANGAN BIARKAN MEW KELUAR DARI RUMAH APAPUN YANG TERJADI!"
Seketika teriakan Nadech kalah keras dengan suara Mama Mew. Padahal Alpha itu baru turun sepeda, tapi Amaara sudah diseret ke dalam mobil.
"TOLOOOOONNNG!"
Brakh! Brakh! Brakh! Brakh!
Brakh! Brakh! Brakh! Brakh!
"TOLOOOONG! LEPAS! JANGAN PEGANGI BADANKU! PERGI! AKU TIDAK MAU DIBAWA KALIAN! KUMOHON! ARRRRRGHHHH!"
Brakh! Brakh! Brakh! Brakh!
Brakh! Brakh! Brakh! Brakh!
Amaara pun terus memberontak di dalam sana. Dia memukul dan menendang bodyguard yang memberangus, tapi Nadech dilarang mendekat.
"AMA--"
"HEI KAU, DIAM!" bentak Mama Mew dengan pelototan mata galak. "Jangan ikut-ikutan urusan kami, atau kuberi pelajaran orangtuamu untuk kedua kali ...." katanya begitu tegas.
Nadech pun menyaksikan Amaara dibawa pergi. Lalu para bodyguard menghadangnya agar tidak ikut campur.
BRRRRRMMMMMMM!!!
"TOLOOOOOOOOOnnnnngg ...."
Suara Amaara otomatis menjadi kecil. Sebab mobilnya terus menjauh. Nadech juga melihat rumah Mew mulai ditutup. Dari jendela, pintu, rooftop, bahkan gerbang sekali pun ... tapi untung dia dibiarkan masuk.
"Aku, hm ... sebenarnya akan memberikan kado Mew," kata Nadech sambil menunjukkan paper bag-nya. "Dan titipan tugas dari Mr. Johan--"
"Temui saja," kata Mama Mew sembari berlalu. "Kalau perlu ajari dia paham dunia. Biar tahu mana hak mana kewajiban. Dan pukul saja kalau itu memang perlu ... harrrgh!" keluhnya penuh rasa lelah.
Nadech pun mengekori langkahnya perlahan. Lalu menemui Mew yang semakin babak belur. Sang sepupu kini duduk sambil memegangi telinga. Tampak meringis, tapi para bodyguard membiarkannya begitu saja.
Pelayan yang membawa kotak P3K malah takut-takut. Tidak mau mendekat. Lalu meletakkan benda itu di sebelah sang majikan. Siapa tahu mau dipakai sendiri, kan? Mew seumur itu sumbu pendeknya memang keterlaluan.
"Mew--"
"PERGI!" Mew pun menatap tajam Nadech Kugumiya. Dia tampaknya dendam sekali. Apalagi baru dibandingkan dengan sang sepupu lagi. "Mau apa kau kemari? Menghinaku?" katanya. "Puas kau jadi junjungan Papa Mamaku? Apa lagi yang mau kau ambil sekarang?!"
Nadech ternyata tetap mendekat. Lalu meletakkan tiga paper-bag warna oranye. "Oh, tidak. Aku hanya ... ini. Papa dan Mama titip hadiah untukmu. Satunya lagi dariku, yang kecil," jelasnya. "Terus, LKS Fisika-mu juga sudah dinilai. Tapi Mr. Johan tadi memberikan tugas lagi."
"...."
"Halaman 79, oke? Ada 25 soal," kata Nadech lagi. Seolah-olah tidak terpengaruh sedikit pun oleh amarah Mew. "Yang pilihan untuk ulangan harian. Lalu ROM B jika ingin tambah nilai. Karena besok jam beliau juga ada. Siapa tahu kau ingin mengumpulkan seperti yang lain."
Mew pun menatap buku itu. Dia mengepalkan tangan tapi diam saja. Masih kurang paham kenapa Papa dan Mama Nadech perhatian padanya. Alpha muda itu juga tampak tertekan. Meninju lantai. Lalu meremas rambutnya sendiri.
BUGH!
"ARRRRRGHHHH!" teriak Mew tak terkontrol. Hatinya lelah karena tidak mendapatkan safezone. Alhasil diam saja saat diobati Nadech. Dia sibuk memaki di dalam hati. Sangat kesal, tapi ancaman sang ibu soal membuang Amaara sepertinya tidak main-main. "Sial, sial, sial, sial ...." desisnya. "Kenapa tidak kau saja yang anak mereka, hah? Kenapa harus aku yang ada di sini." Saat itu dia tak menangis, tapi mata berkacanya menatap Nadech penuh iri dengki.
"I don't know," kata Nadech sambil meniupi lutut sepupunya. "Banyak orang sepertiku, yang ingin orangtua sepertimu. Tapi mereka tidak mendapatkannya."
"Ha ha ha ha ha ...." tawa Mew. "Dan ada juga orang sepertiku. Yang tidak ingin berada di tempat ini. Tapi justru mendapatkannya."
...
....
Setelah jeda yang cukup lama, tatapan Nadech pun semakin dalam. Gejolak dalam mata itu sangat bisa dimengerti, bahkan meski Mew tidak menanyakannya. "Kalau sudah menyerah bilang saja padaku ...." katanya, lalu beranjak berdiri. "Ingat kau selalu punya pilihan. Tapi aku tidak akan memaksamu sampai kapan pun."
"...."
".... ya, kecuali ada hal yang tidak bisa kutoleransi di masa depan."
Mew pun mati rasa saat Nadech berbalik. Dia benci karena bahu itu sangat tegap, padahal Nadech bukanlah siapa-siapa di sini. Hal yang membuatnya ingin meludah. Jungkir balik, dan tentunya makin membenci diri setiap harinya.
"Hei, tunggu ...." kata Mew tiba-tiba. Dia pun membuat Nadech berhenti. Menyimaknya. Lalu mendengarkan tiap kata yang dia janjikan. ".... kalau begitu kejar Omega-ku. Lindungi dia, dan bawa padaku suatu hari."
"...."
"Pokoknya jangan biarkan siapa pun menyakiti dia sampai aku naik kursi," tegas Mew. "Dan tentunya dia harus hidup sampai aku melihatnya kembali."
Mendengarnya, Nadech pun mengepalkan tangan tanpa sadar.
"Itu saja?"
".... ya."
"Lalu kau akan dengannya lagi?"
".... tidak."
"Berapa persen aku bisa memegang kata-katamu?"
Mew pun terdiam mendengarnya. Tampak berpikir. Barulah berkata tanpa emosi. "Kau bisa datang padaku kapan pun setelah itu."