BAB 9
Lagi-lagi Dokter Us menjadi sasaran. Apo tidak tahu kapan Mile memiliki nomor lelaki itu, yang pasti Mile tidak lupa meminta maaf setelah Us memeriksa Apo. Sang dokter paham meski baru dimaki-maki, lalu memandang Apo dan Mile bergantian. "Terserah mau kalian dengarkan atau tidak, tapi kusarankan banyak istirahat mulai sekarang," katanya saat sudah fokus kepada Apo. "Kekuatan rahim Omega biasa dengan yang workaholic beda jauh. Minimal tidur 8 jam, dan makan teratur. Kalau tidak, resiko keguguran sangat besar."
"Kau pikir aku tidak mau begitu?" batin Apo, andai dia pantas mengatakannya secara langsung.
"Apalagi janin ini masuk minggu ketiga, kan? Hamil muda. Kalau dianalogikan dengan perempuan beta, berarti sudah dalam rentang 6-12 minggu. Sangat rawan," kata Dokter Us. "Toh ini pengalaman pertamamu. Harus lebih hati-hati karena belum tahu banyak liku-liku prosesnya."
Dokter Us pun menepuk bahu Apo dengan senyuman sebelum pergi. Dia tahu ini juga sulit bagi sang CEO, karena karyawannya saja heran kenapa ada dokter menerobos tiba-tiba ke kantor mereka. Apa yang sudah terjadi? Tuan Natta punya penyakit atau semacamnya? Mereka mungkin berpikir begitu.
"Kau mau menasihatiku juga? Katakan saja. Mumpung telingaku masih utuh," kata Apo sinis.
Mile justru mengunci pintu lounge itu dari dalam. Lalu berjongkok di depan Apo tanpa sungkan. "Aku senang kau masih baik-baik saja," katanya, walau sedikit heran kenapa Apo berubah drastis? Mile sampai tidak pernah mendengar Apo memaki-maki sebrutal di pesawat semurka apapun dia.
Kemana Apo yang waktu itu? Mile lebih baik diteriaki daripada diberi batasan dinding tak terlihat.
Pakh!
"Aku tak masalah kalau bocah ini gagal. Dia mengganggu pekerjaanku," kata Apo yang menolak tangannya disentuh.
"Apo ...."
"Aku bukan kau yang punya saudara, Mile. Kakakmu kecelakaan, masih ada kau yang kuat menggantikan. Aku ini anak tunggal! Tunggal! Ayahku juga punya jantung lemah. Aku tidak mau membebaninya dengan bermanja setiap detik. Jadi, kau tak bisa memaksaku."
Ada kesakitan di dalam mata Apo. Dan Mile tidak diizinkan masuk ke dalamnya. Meskipun begitu, Mile tetap mengurung Apo diantara lengan-lengannya. "Aku mau minta maaf," katanya sambil menatap dari mata ke mata. "Aku bahkan belum mengatakannya sejak saat itu. Jadi, aku benar-benar minta maaf."
"Kau mau menebus kesalahanmu? Jangan berkomentar saja kalau aku berangkat ke rumah sakit besok pagi."
DEG
"Tunggu dulu, mau apa?"
"Kau paling tahu aku mau apa."
Wajah Mile pun menggelap. "Kalau itu aku takkan mengizinkannya."
"Siapa yang butuh izinmu? Memang kau ikut merasakan kalau aku muntah-muntah? Aku bingung pekerjaanku jadi lambat, Mile. Aku khawatir ada yang keliru atau salah langkah. Dan aku akan mengeceknya ulang sampai aku yakin semuanya benar."
Mile mengepalkan tangan di sisi tubuh Apo, tapi bibirnya justru mencuri lumatan dari sang Omega.
"Mn—hei, Mile. Dengarkan perkataanku—mn."
Mile tetap mencium Apo berkali-kali. Dia memejamkan mata dan membuat Apo bersandar di sofa, lalu menumpukan satu lutut agar lidahnya menjangkau lebih dalam. "Lihat ini, Omega yang memikirkanku sampai dia sendiri kesusahan," katanya. Mile memandang baik-baik wajah Apo yang mendongak. Dan menikmati keindahannya. "Aku belum suka dia, dan aku merasa banyak yang lebih mengagumkan. Tapi ... aku juga penasaran. Kalau yang seperti ini sampai kulepaskan, apakah ada yang lebih serius di tempat lain?"
"Kau ...."
"Ini namanya deep-talk, paham? Kau tahu apa yang kupikirkan, dan aku juga akan tahu yang kau pikirkan," kata Mile. "Lupakan soal fancy dinner yang tadi kurencanakan. Di sini juga tak masalah. Yang penting kita bisa bicara."
Apo pun membuang muka, tapi Mile menarik dagunya agar mereka tetap saling fokus. "Aku tidak suka yang seperti ini. Kau takkan benar-benar paham isi pikiranku."
"Masalahnya kau keras kepala sekali," kata Mile frontal. "Padahal kalau mau jujur dan biarkan aku membantumu, takkan ada drama kelelahan atau cemas. Kau bisa datang pada Alpha-mu kapan pun butuh ketenangan. Dan aku bisa mengerjakan sisa tugasmu kalau butuh istirahat cepat. Jadi, bisa pikirkan solusi yang kukatakan?"
"Ini lamaran kedua?" tanya Apo dengan tatapan tajamnya.
"Kalau ya?"
"Kau sebegitunya ingin menikahiku karena rasa penasaran, Mile," kata Apo. "Kau sama saja dengan yang lainnya."
"Kau dulu menolak karena khawatir aku tidak menikahi orang yang kusuka, kan?" kata Mile. "Terus apa bedanya dengan aku yang masih bisa bersama Omega lain? Sementara kau tidak bisa? Anakku sekarang sedang butuh aku."
"Jadi maksudmu, kalau suatu satu sudah ada Omega yang kau sukai, kau akan dengannya, begitu? Bagus sekali mulutmu, Mile. Aku sangat-sangat kagum," kata Apo dengan suara yang goyang. "Aku kemungkinan cerai denganmu, lalu anak itu takkan punya ayah lagi. Intinya pasti lebih banyak drama di masa depan."
"Ssh ... ya ampun ...." Mile sempat memuntir lehernya yang terasa ngilu seketika. Krakh! "Siapa sih yang berpikir cerai denganmu?"
"Sekarang tidak, tapi nanti bisa jadi."
"Apo ...." kata Mile memohon. Padahal, Apo lah yang mencintai dirinya setengah mati. Tapi, kenapa dirinya yang mengejar karena takut kehilangan? Mile tidak paham tingkahnya sendiri. "Beri aku kesempatan sekali saja, oke? Cukup sekali sampai kukubuktikan prasangkamu itu tidak benar. Usahaku ini jangan ditolak terus, ya Tuhan. Tentu makin sulit kalau seperti ini."
Apo diam sebentar, lalu mengatakan sesuatu dengan tegas. "Tidak. Hubungan kita harus tetap dilakukan dengan caraku," katanya. "Karena aku tidak mau jadi istri menyedihkan seperti di series murahan, paham? Takkan kubiarkan siapa pun mempermainkanku. Bahkan kau."
Mulai habis kesabaran, Mile pun meremas lengan atas Apo. "Baik, kalau begitu setidaknya jangan ada rahasia," katanya. "Kau harus berani menunjukkan diri sebagai Omega, dan milikku. Kalau perlu anak itu sekaligus. Di depan orangtuaku, di depan orangtuamu, di depan semua karyawan dan orang-orangmu, jadi tidak ada salah paham kalau aku mendekatimu."
DEG
Mata Apo pun menyipit. "Harus ya, begitu?" tanyanya.
"Harus. Agar hubungan kita jadi semakin mudah," kata Mile. "Lagipula kenapa terus bersembunyi? Apa kau malu hanya karena menjadi Omega? Dulu kau merahasiakannya karena takut dijajah Alpha tak bertanggung jawab. Tapi memangnya aku seperti itu? Tidak, kan? Aku sekarang ada untukmu. Jadi ini saat yang tepat untuk jadi diri sendiri."
Percayalah, dari sekian omongan Mile yang sok puitis (setidaknya bagi Apo) Cuma barusan lah yang paling masuk di akal. Apo pun terdiam lama hingga Mile mengambil jarinya. Lalu mengecup di sana. Cup.
"Pakai cincin dariku, Apo. Jangan biarkan orang lain tahu kau masih sendiri," kata Mile. "Tapi tidak masalah kalau jawabannya tetap 12 Oktober. Sekarang kau harus kupaksa juga kalau begitu."
"...."
"Bukankah hubungan terjadi karena tidak hanya satu orang? Kau harus tahu mauku juga."
Apo pun tertegun melihat kesungguhan di mata Mile. Dia ingin mengatakannya tipuan lagi, tapi Mile yang sekarang terlalu serius untuk dia tuduh seperti itu.
"Oke. Kalau begitu kita buat mudah saja," kata Apo. "Ada pertunangan formalitas. Dengan begitu undangan disebar dan pemberitahuannya jadi tidak sulit untukku."
Mile menggeleng dan membenarkan. "Tidak, tidak. Bukan formalitas, tapi resmi. Lagipula siapa yang tidak mau dipermainkan di sini?"
Apo menahan napas tanpa sadar mendengarnya. "Oke."
Senyum Mile langsung mengembang puas. "Bagus," katanya. Walau batin lelah karena percakapan ini lebih seperti kesepakatan bisnis daripada hati ke hati. "Nanti kuurus semuanya. Kau tinggal ikut denganku saja."
"Tidak, tanggalnya jangan dalam waktu dekat. Setidaknya beri waktu aku seminggu," kata Apo. "Harus ada jeda agar Pa dan Ma menerima kabar yang akan kukatakan."
"Oke, deal," kata Mile. "Aku juga kalau begitu." Sang Alpha lalu tertawa kecil sambil menepuk dada bidangnya. "Sekarang kemarilah, Apo. Tempat ini sepenuhnya privilege Chief Apo Nattawin Wattanagitipat."
DEG
"APA KATAMU BARUSAN?!" bentak Apo yang refleks merona tak tertolong.
"Kenapa? Kan sekarang aku Alpha-mu yang diakui," kata Mile.
Apo malah mendorong Mile hingga sang Alpha terjengkang ke belakang. Brugh! "Minggir kau, najis," katanya. "Aku lapar dan harus segera makan." Langkahnya mendadak terlihat gugup sampai Mile tertawa-tawa melihatnya seperti itu. "Bayimu ini entah monster entah apa. Perutku rasanya dicakari terus dari dalam."
"Ha ha ha ha ha."
Apo pun melewati Mile sambil tetap mendumal sepanjang jalan. "Sial sekali punya ayah tukang makan. Jangan-jangan keluarnya pun mirip denganmu. Cih, rugi besar."
"Ha ha ha, shit. Tunggu, Apo. Bukannya tadi kau sakit? Atau sebenarnya hanya ingin bertemu denganku?" goda Mile yang tak tahan mengejar.
"Brengsek, enyah kau."
"Ha ha ha ha ha."
Sore itu, pukul 3. Apo dan Mile berjalan keluar berdampingan untuk pertama kali. Mereka tampak mengobrol biasa seperti rekan kolega kerja, walau senyum Mile yang kelewat cerah diperhatikan beberapa orang. Lebih-lebih Alpha tampan itu sering mendahulukan Apo dalam hal apapun. Masuk lift, keluar lift. Lalu mendorong pintu putar agar mereka lewat bersama—hei, siapa yang berani berinteraksi seperti itu dengan Apo Nattawin seolah mereka bukan rekan lagi?
Hanya seorang Mile Phakphum. Yang seminggu kemudian namanya benar-benar di undangan hingga ada karyawan yang tersedak minum karena menerima undangan itu.
Bersambung ....