webnovel

AndroMega

(Slow Update!) Seorang kapten dari Organisasi NEBULA menuntut Rickolous Dattora atas penyalahgunaan sebuah gelang bersistem AndroMega, yang dikenal dapat menyimpan senjata dalam bentuk virtual. Rick marah, karena gelang itu merupakan satu-satunya peninggalan ayahnya. Karena melihat ada peluang baik pada Rick, sang kapten memberi keringanan dengan menawarkan pekerjaan sebagai Agent organisasi. Walau ragu, Rick menerima tawaran itu. Di sana, ia bekerja bersama empat Agent lainnya sebagai tim. Apa saja yang dikerjakan Rick DKK di sana? Masih banyak hal yang perlu ia cari tahu, seperti tentang Virtozous, GIGAS, Sistem AndroMega, terutama masa lalu kelam ayahnya. (Catatan : Walau disebut Sistem AndroMega, cerita ini sama sekali tidak mengambil konsep Sistem pada umumnya, seperti karakter OP, dunia lain, dewa, DLL) ***** AndroMega by. Korona Noire

Korona_Noire · Ciencia y ficción
Sin suficientes valoraciones
37 Chs

Chapie 15 : Tugas Kantoran

Sepasang mata hijau terus saja melihat lurus ke arah beberapa monitor besar yang tersedia di hadapannya, menampilkan berbagai macam hal terjadi di seluruh planet yang mereka tempati ini. Untuk sementara, mereka hanya fokus pada satu planet untuk diawasi, tidak seperti pada tugas awal mereka yang menargetkan banyak galaksi di dalam hubungan Serikat Galaksi.

Mereka masih belum cukup persiapan untuk aksi besar di alam semesta. Perlu banyak hal lagi untuk dipertimbangkan olehnya.

"Pergerakan dari Organisasi NEBULA masih membosankan…." Salah seorang pria berjas laboratorium berdiri di sampingnya, ikut melihat ke arah beberapa monitor. "Mereka juga baru saja mulai menugaskan Agent-Agent baru."

"Bagaimana soal tugas Positif dan Negatif, Profesor Satan?"

"Seperti biasa, lancar," jawab Satan santai, "Media cukup lambat untuk menyebarkan ke publik perihal hancurnya Kota Wiise hingga masalah ini belum juga tercium oleh pihak Serikat Galaksi."

"Itu sebabnya Organisasi NEBULA dan aliansi lainnya belum bergerak?"

"Menurut mereka, ini 'hanya' soal kehancuran satu kota." Satan memperbaiki posisi kacamata berbingkai merahnya. "Cukup menugaskan pihak kepolisian atau satu tim dari salah satu aliansi untuk menyelidikinya. Aku pun sudah meminta Positif dan Negatif untuk tetap di sana dan membuat kerusuhan di sekitar."

"Dan soal penugasan Agent baru organisasi." Sosok itu bersedekap. "Nampaknya putramu mulai ditugaskan di sana, Dragon…."

Ia menoleh ke arah sosok itu, sosok pria bemantel merah dengan topeng naga yang masih terpasang melindungi wajahnya, duduk di sudut ruang tanpa peduli tayangan-tayangan dari semua monitor itu.

Pria bermantel hitam itu menghela nafas sesaat, mata hijaunya kembali memperhatikan monitor. "Satu lagi keturunan Dattora…. Tidak ada keturunan Dattora yang boleh bersekutu dengan Serikat Galaksi."

Tubuh Dragon spontan menegang kala mendengar kata-kata sang pria, tatapan mata biru di balik topeng naganya membelalak sempurna. Dia merasa tidak suka dengan perkataan itu, sontak Dragon berdiri menghampirinya.

"Apa maksudmu, Obsidian?" ucap Dragon dengan nada bicara tegas. "Kau tidak boleh bertindak macam-macam terhadap Rickolous. Biarpun dia berasal dari klan Dattora, dia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang— Arrrgh!"

Mendadak kepalanya merasakan rasa sakit yang luar biasa, seperti ditusuk oleh ribuan jarum sampai ke saraf-saraf. Dragon ambruk di hadapan Obsidian sambil meremasi kepalanya, tanpa sadar topeng naga yang ia kenakan lepas, memperlihatkan rupa yang masih rupawan walau di usianya yang telah mencapai setengah abad.

Rasa sakit ini… rasa sakit yang paling ia benci selama bertahun-tahun dan membuatnya sangat tersiksa.

"Dragon…. Dragon…." Sosok Satan melangkah pelan menghampiri Dragon sambil memberi seringai lebarnya. "Atau yang bisa kupanggil… Geraldine… Dattora?"

Dari pintu ruangan, masuk dua gadis menghampiri Gerald. Mereka berdiri di sisi kanan dan kirinya, menodongkan masing-masing senjata mereka ke arahnya, satunya menodongkan sebuah pedang Rapier merah muda, dan satunya menodongkan Blaster hijau.

"Sudah diduga, pria ini mulai berani melawan Master," kata gadis berpedang merah muda. "Perlukah kita tahan dia?"

Satan mengangkat telunjuknya. "Tidak perlu, Sharon, Venezea. Master Obsidian masih memerlukannya untuk berbagai macam hal."

Sepasang mata biru itu menatap nyalang pada sosok Satan yang kini tengah berjongkok di hadapannya. Tanpa peduli tatapan kebencian itu, Satan mengacak-acak puncak kepala Gerald hingga rambut pirang panjangnya semakin berantakan.

"Kau adalah salah satu aset berharga sindikat. Jangan berani melawan kalau tidak ingin ingatanmu dipermainkan."

Dengan suara meninggi, Gerald bicara, "Aku tidak akan membiarkanmu melakukan hal yang buruk pada putraku, Obsidian! Argh!!!"

Saat Satan menekan tombol perintah sebuah program pada tab yang ia pegang, kepala Gerald mendadak merasakan rasa sakit seperti sebelumnya. Dia sungguh tidak suka rasa sakit ini. Dia sungguh tersiksa.

Satan memberi aba-aba pada Sharon dan Venezea untuk membawa Gerald pergi dari ruangan tersebut. Setelah mereka pergi, Satan dan Obsidian kembali memperhatikan semua layar monitor.

"Bagaimana menurut Anda, Master?" tanya Satan sopan.

Masih menyaksikan hal-hal dalam monitor, Obsidian menjawab dengan nada dalamnya, "Untuk saat ini, fokus pada misi-misi seperti biasanya. Soal Rickolous Dattora, mungkin bisa dipikirkan belakangan."

~*~*~*~

Pagi yang cerah menjelang siang ketika mentari mulai meninggi, suasana Kota Galeno masih saja dipadati berbagai kendaraan dan transfortasi di sana-sini. Di jam-jam begini, memang waktunya untuk setiap orang melakukan aktivitas, seperti sekolah hingga bekerja. Tapi tidak dengan lima pria yang ini.

Mereka berlima hanya bisa bermalas-malasan selama dua hari di dalam ruang asrama. Seperti sekarang, mereka berkumpul di ruang kumpul sambil menonton acara televisi yang tengah menayangkan serial drama kacangan.

Bukan berarti mereka demen serial drama, tapi memang tidak ada acara seru untuk ditonton di jam segini.

"Haaah…. Membosankan…." Rick merengek saat ia merentangkan kedua tangannya di sandaran sofa. "Regan, kau yakin kita cuma bisa makan roti tawar doang?"

Regan yang baru saja kembali dari dapur sambil membawa sebotol air menjawab, "Ya, cuma itu aja yang ada di sini." Ia duduk di sofa tunggal, kemudian meminum airnya. "Kafetaria sudah tidak menyediakan makanan gratis lagi, gaji kita juga belum dikasih Kapten Golden."

"Lagian 'tuh Pak Tua pakai cuti segala, sih…! Coba aja kasih gajinya dulu sebelum pergi," omel Rick tidak terima. Rambut pirangnya jadi semakin acak-acakan saat ia garuk terus karena frustasi.

"Enggak perlu ngomel gitu, ah. Macam emak-emak aja," kata Horu saat ia tengah sibuk dengan laptopnya. "Yang musti kita pikirin itu, bagaimana nantinya kita makan siang. Kan kita enggak punya makanan atau bahan makanan buat diolah."

"Aduh…. Pusing eike…." Rick menghela nafas, ia mendongak sambil menepuk-nepuk kepalanya.

"Xeno lapar, Pyo…!" rengek Xeno kesal karena sarapan mereka sedikit dan ia masih lapar.

Rick pun memandang Xeno kesal. "Ini anak…. Minum air aja, sono! Biar kenyang."

Xeno merengut kesal sambil memeluk erat bantal sofa, bahkan ia sempat menggigiti bantal itu saking kesalnya.

Satu-satunya yang terlihat diam hanyalah Kobra. Dari tadi pria Emo itu hanya disibukan dengan duduk manis di sofa tunggal sambil mendengarkan musik rock kesukaannya lewat earphone.

"Hai! Anak-anak didik Golden!"

Pintu otomatis ruang asrama tiba-tiba terbuka, menampakan sosok wanita bermantel kuning dengan wajah jutek khasnya.

"GYAAAAAAAHHH!!!!!"

Ketika menoleh, mereka berlima berteriak histeris saat mengetahui siapa yang membuka pintu ruang tanpa izin. Mereka langsung bersembunyi di balik sofa, kecuali Kobra yang masih keasikan mendengarkan musik. Melihat Kobra sama sekali tak merespon, Regan menarik-narik jaket hitam kulitnya hingga si Emo menoleh ke arah pintu. Tanpa perlu teriak, wajah Kobra memucat ketika sadar siapa wanita itu. Ia juga ikut-ikutan bersembunyi di balik sofa sambil menyenggol kawan-kawannya.

Sang wanita menaikan sebelah alisnya karena heran melihat perilaku kelima pria itu mendadak takut melihatnya. Bagaimana tidak takut? Reputasinya sebagai salah seorang kapten pembimbing tergalak benar-benar membuat hampir semua Agent di seluruh cabang organisasi di Galeno takut padanya.

"Kenapa pakai sembunyi gitu?" Wanita itu bersedekap santai, bersender di dekat pintu. "Macam lihat hantu saja."

"Kurang lebih— Hmph!"

Mulut Rick langsung dibekap Regan karena dia tidak ingin sang ketua tiba-tiba bicara pakai bahasa binatang seperti biasa. Berhadapan dengan kapten pembimbing mereka saja, Rick sering bermulut racun. Takutnya dia juga bakal mengata-ngatain kapten wanita ini juga. Bisa berabe nanti.

"Eee…. Omong-omong, ada perlu apa Anda kemari, Kapten Amber?" tanya Kobra memberanikan diri.

Amber bertepuk tangan singkat walau wajahnya masih terlihat judes. "Tim kalian tidak ada kerjaan, kan? Aku punya tugas mudah untuk kalian."

Sejenak mereka berlima saling berpandangan, bingung sekaligus penasaran dengan tugas macam apa yang diberikan Amber pada mereka.

~*~*~*~

"As-ta-GAH?!!!"

Rick, Horu, Regan, Kobra, dan Xeno kini telah memasuki sebuah ruang perkantoran yang dipadati oleh Agent-Agent seperti mereka tengah bekerja. Tak disangka kalau mereka bakal dibawa ke bagian kantornya. Mereka benar-benar bingung dengan apa yang akan mereka lakukan di sini.

"I-Ini…." Rick menunjuk-nunjuk kaku seisi ruangan. "Ini… kenapa kami di sini…?"

"Ya kerja, lah…!" ucap Amber masih dengan wajah judesnya. "Sebagai Agent, selain menjalankan tugas lapangan, kalian juga musti mengerjakan tugas kantoran pula. Menyelesaikan segala tugas-tugas, laporan-laporan, sampai program-program layaknya pegawai kantor biasa. Kalian bakal mendapatkan tugas ini kalau tim kalian tidak mendapatkan misi apapun keluar sana."

"Jadi, kami harus kerja di sini juga?" tanya Horu meyakinkan.

"Itu sebabnya aku menyuruh kalian memakai pakaian formal seperti ini."

Pantas saja sebelum kemari mereka disuruh untuk memakai pakaian formal yang telah dibagikan oleh petugas-petugas robot. Tahu-tahu malah disuruh kerja di bagian kantornya. Mereka memang baru ingat kalau selain bekerja dalam misi-misi atas perintah kapten pembimbing masing-masing, para Agent juga diwajibkan untuk bekerja di bagian kantor.

"Untung tersedia jas dan kemeja yang pas untukmu, Xeno," kata Amber sambil menyentuh jas formal yang dikenakan Xeno.

Sebelum kemari, mereka sempat dipusingkan dengan Xeno yang belum juga mendapatkan pakaian formal sesuai ukurannya. Untunglah mereka bertemu dengan Silver. Pria itu bersedia meminjamkan pakaian formalnya yang sesuai dengan Xeno. Toh sekilas postur tubuh mereka sama besar dan tingginya.

"Iya, Pyo…!" sahut Xeno, "Xeno bakal cari yang ukurannya pas buat Xeno, biar bajunya bisa Xeno balikin ke Kapten Silver, Pyo."

"Tenang saja." Amber mengibaskan tangannya santai. "Soal pakaian formalmu, nanti aku atur."

Xeno mengangguk senang mendengarnya. Ternyata di balik sifat judes dan galaknya, Amber punya sifat yang baik pula.

Setelah melihat-lihat suasana kantor, Rick menghela nafas, "Haaah…. Ya sudahlah. Setidaknya kami bakal digaji juga 'kan buat kerja di bagian sini?"

Amber mengangguk pada Rick. "Oh, iya. Tapi, beda dengan gaji misi yang bakal dikasih setelah misi terselesaikan, gaji kerja kantor kalian akan dikasih setiap sebulan sekali, seperti pegawai kantor biasa."

Digaji sebulan sekali seperti pegawai kantor biasa. Mendengar kata-kata itu membuat wajah Rick merengut jengkel. Ia langsung menghadap ke tembok terdekat, mencakar temboknya, sambil mengumpat pakai bahasa-bahasa binatang khasnya.

Rick sama sekali tidak terima, di saat gaji misi pertama mereka belum diserahkan juga, mereka musti kerja kantor dimana gajinya musti nunggu satu bulan lagi.

Melihat Rick merajuk begitu, Regan menanggapi, "Rick, setidaknya ini lebih mending daripada kerja kantoran biasa. Cuma lagi apes aja, gaji misi belum keluar-keluar juga."

"Hah? Masa?" Amber jadi penasaran dengan tanggapan Regan tadi.

Regan pun menyahut Amber, "Iya, Kapten. Sampai sekarang, Kapten Golden belum juga mencairkan gaji kami setelah misi pertama. Keburu dia ambil cuti tiga hari. Padahal kami sedang kere-kerenya."

"Ahahahaha…!" Amber tertawa cukup keras sampai tanpa sadar memegangi perutnya yang mulai keram. "Golden…. Golden. Memang kapten kalian yang satu itu dari kerja sebagai Agent sampai naik pangkat jadi Kapten pembimbing enggak pernah konsisten. Masa gaji pertama tim didikan sendiri kagak dicairkan juga? Timku saja sudah dua misi terselesaikan, langsung aku cairkan gaji-gaji mereka."

"Ya elah, Cuk! Enak banget…!" rengek Rick iseng-iseng menggigiti jasnya seperti anak kecil tak terima permennya direbut, "Tim mereka 'dah dua misi selesai, gaji mereka langsung dikasih. Ish! Si Pak Tua itu emang ngeselin! Enggak peduli sama nasib Agent-Agentnya sendiri."

"Yang sabar, Rick…." Amber menepuk-nepuk bahu Rick. "Golden emang begitu. Enggak nyangka ya dia bakal tega sama tim didikannya sendiri."

"Emang ngeselin tuh Pak Tua! Pengen aku injek-injek muka sok gantengnya itu."

"Oh, iya! Beneran ngeselin dia! Mukanya itu pantes diulek-ulek jadi rujak sambel terasi, biar bau!"

"Dipukul pakai duren, bagus 'tuh!"

"Dilendes pakai bulldozer baru bagus!"

Regan yang menyaksikan interaksi heboh antara Rick dan Amber hanya bisa melongo tak mampu berkata-kata lagi. Kelihatannya, mereka berdua benar-benar jengkel dengan sosok Golden. Makanya, mereka satu pemikiran.

"Hahaha…! Lama-lama aku jadi suka sama orang ini," puji Amber sambil menunjuk Rick, "Kenapa kau tidak satu tim sama timku aja, sih?"

"Ya…. Mau bagaimana lagi? Dah takdir di bawah bimbingan Pak Tua Kampret."

Tuh 'kan! Karena satu pemikiran soal meledek Golden, mereka jadi mudah akrab. Regan menggeleng-gelengkan kepalanya, bingung harus menanggapi seperti apa lagi keakraban keduanya.

"Ya, sudah! Kalian langsung kerja aja. Itu kebetulan ada lima meja kosong. Kalian tempati saja meja masing-masing. Kalian juga bisa taruh barang-barang pribadi kalian di sana," jelas Amber sambil menunjuk ke arah barisan meja kantoran yang masih kosong, "Setelah itu, Agent lain nanti bakal ngasih beberapa tugas dan laporan yang mungkin belum diselesaikan kepada ketua. Nanti ketuanya langsung membagikan ke rekan-rekan timnya, ya?! Oke! Sampai jumpa nanti sore!"

Setelah menjelaskan tentang tugas mereka, Amber pergi dari ruang kantor tersebut. Rick hanya bisa menghela nafas pasrah. Menjadi Agent dengan misi penuh aksi memang suatu kesenangan tersendiri untuknya, tapi kalau kerja kantoran seperti ini sama sekali bukan keahliannya.

Mereka berlima mulai duduk di kursi kerja masing-masing. Wajah-wajah itu terlihat lesu akibat tidak cukup sarapan dan agak bingung dengan kerja kantor dadakan begini. Mau bagaimana lagi? Sudah bagian dari tugas Agent.

Saat Rick baru saja duduk, mata birunya sempat menangkap sosok pemuda berkacamata di meja samping seberang tengah sibuk dengan komputernya. Dia terlihat benar-benar serius mengerjakan segala pekerjaan yang ada di komputer tersebut. Iseng-iseng Rick menyapanya.

"Hei, Garuda!"

Beberapa kali Rick menyapa Garuda, namun sama sekali tidak direspon karena ia terlalu sibuk. Akhirnya, Rick pun menggebrak mejanya sambil meneriaki Garuda.

"Woi, Garuda Kampret!"

"Eeee! Gravitasikuantumsistematiskinetika!!!"

Seketika Garuda latah ketika mendengar gebrakan sekaligus teriakan Rick di seberang sana. Rick menaikan sebelah alisnya, heran dengan ucapan latah Garuda yang tidak biasa. Aneh, karena di saat-saat sibuk ngantor begini, latah Garuda isinya tentang fisika dan matematika.

"Ei, Garuda! Aku manggil!"

Garuda sedikit melorotkan kacamatanya, memastikan kalau Rick memanggilnya. Ia pun membalas dengan senyuman sambil melambaikan tangan.

"Kita ketemu lagi, nih," sapa Rick terkesan lebih ramah, "Gimana kabarnya, Cuk?"

"Emm…. Itu…." Sesaat Garuda memperbaiki posisi kacamatanya. "Lumayan baik, lah. Aku lagi sibuk, nih. Mohon jangan diganggu."

"O-Oh…."

Keduanya berhenti saling mengobrol karena kesibukan Garuda. Pemuda itu lebih memilih fokus mengerjakan pekerjaannya ketimbang berbasa-basi dengan teman bekas satu kamar sendiri. Rick hanya menggaruk-garuk kepala melihatnya. Mungkin Garuda tipikal pemuda yang rajin dalam bekerja.

"Maklumi anak itu. Dia emang konsisten kalau soal pekerjaan."

Pandangan Rick teralih pada pria seusianya tengah berdiri di samping meja kerjanya sambil membawa sebuah tab. Rick sempat heran dengan penampilan pria itu sekilas, karena dia terlihat memakai topi kupluk ungu dan headphone ungu menggantung di leher saat masih memakai pakaian formal. Terkesan kurang cocok gayanya, mungkin itu sudah jadi kebiasaan.

"Kau dan timmu baru hari ini kerja di kantor sini?" tanyanya pada Rick. "Aku sempat melihat timmu saat latihan pertama kali di lapangan belakang asrama."

Rick ingat siapa pria ini. Dia sempat terlihat tengah dilatih oleh Amber bersama teman-temannya. Rick yakin kalau pria ini adalah salah satu anggota tim bimbingan Amber, sama seperti Garuda.

"Oh…. Iya. Aku sempat melihat tim kalian juga saat dilatih Kapten Amber."

"Hehehe…." Pria itu tertawa canggung sambil menggaruk tengkuknya, malu karena latihan konyol tim mereka sempat dilihat tim Rick. "Omong-omong, aku Derby Zeckolyn. Anggota dari Tim Amber. Panggil saja aku Derby."

"Oh? Kalau aku Rickolous Dattora. Ketua dari Tim Golden. Biasanya lebih sering dipanggil Rick."

"Oke, salam kenal, Rick."

"Salam kenal juga, Bung."

Derby dan Rick saling berjabat tangan saat memperkenalkan diri mereka.

"Jadi, kau ketua tim Golden? Baguslah kalau begitu."

Tab yang ada di tangan Derby segera diserahkan pada Rick. Ia memperlihatkan banyak dukumen dan file di dalam tab tersebut. Karena bingung, Rick memandang tanya Derby.

Mengetahui maksud pandangan Rick, Derby pun menjelaskan, "Itu dokumen-dokumen dan file yang musti kalian kerjakan. Kau harus membagikannya pada anggota timmu yang lainnya."

"Se-sebanyak ini…?" tanya Rick agak syok.

Derby mengaguk, "Iya. Itupun masih belum seberapa, sih. Coba digulir ke atas."

Jari Rick mulai menggulir layar sentuh tab. Ia langsung menganga lebar tidak percaya saat melihat jumlah dokumen dan file-nya ada ratusan bahkan ribuan yang harus tim mereka kerjakan.

"Bangke! Ini tugas kantor atau mau melumpuhkan otak kami, sih?!"

Sontak Derby terkejut saat lengannya dipukul Rick, ia menatap Rick ragu-ragu sambil mengelus lengannya. "Yaaa…. Dah segitu tugas yang masih belum dikerjakan. Kami pun kewalahan dikasih tugas lebih banyak dari itu, Rick…."

Rick memijit pelipisnya, pusing sendiri karena disuruh mengerjakan dokumen kantoran. Dia yang cuma lulusan SMA dan masuk organisasi karena beruntung lewat rekomendasi kapten benar-benar buntu dihadapkan dengan tugas begini.

"Ada apa, nih…? Enggak sanggup, ya…?"

Lagi-lagi muncul seorang wanita yang dari cara bicara dan gaya berjalannya saja saat menghampiri sudah membuat Rick memutar bola matanya risih. Wanita itu terlihat berdandanan cukup menor dengan rambut pirang bergelombang yang sering sekali ia kibaskan. Saat wanita itu menghampiri, Derby terlihat tersenyum bahagia menyambutnya.

Rick yang melihat perilaku Derby jadi secerah itu sempat menatapnya heran seakan-akan berkata, 'Nih orang sehat apa kagak demen sama cewek menor kek begitu?'

"Siang, Montanna…," sapa Derby mendayu-dayu, "Kita balikan, yuk!"

Mata biru Montanna mendelik jengkel pada Derby. "Ish! Balikan? Ogah banget! Mana mau aku balikan sama cowok yang semrautan kayak kau. Mending juga sama pria mapan nan gagah."

"Sama pria mapan dan gagah?"

Derby, Montanna, maupun Rick melihat ke meja kerja milik Regan yang agak jauh dari seberang meja kerja Rick. Mereka masih bisa mendengar ia bicara biarpun jaraknya sejauh itu.

"Prianya sendiri mau kagak sama kau?" tanya Regan terkesan meledek pada Montanna. "Sok cantik begitu, selera sok ditinggi-tinggi'in."

Sontak Rick berusaha menahan tawanya. Entah mengapa untuk kali ini, Rick setuju dengan ledekan Regan.

Montanna yang tidak terima diledek demikian balas teriak pada Regan, "Hei, ubanan! Jangan asal ngomong, ya?! Gini-gini juga aku 'dah punya banyak mantan. Sudah jelas terbukti bahwa aku ini adalah wanita paling cantik di planet ini."

"Paling cantik, katanya." Regan mencibir santai sambil mengaktifkan tabnya, "Murahan, iya!"

"Bwahahahaha!!!" Rick sudah tak mampu menahan tawanya lagi. Dia benar-benar suka melihat Montanna yang sok cantik itu dibully Regan, apalagi melihat muka merengut jengkelnya.

Karena tidak mau sang pujaan hati terus dibully, Derby pun menengahi, "Sudah. Sudah…. Daripada entar pada berantem, mending balik lagi kerja, ya. Entar kita diomeli Kapten Amber, bisa gawat nanti."

"Ish! Kau ini!" Montanna menoleh pada Derby, mengomeli sambil menunjuk-nunjuknya, "Katanya kau suka sama aku! Minta balikan terus! Tapi, masa bela aku aja enggak bisa?!"

"Ngapain minta dibela-bela, Neng…?" Kali ini, Horu yang duduk di sebelah meja kerja Rick bicara, "Toh kamu tak mengharapkan Derby, kan…?"

"Huuuuuu!!!"

Satu ruang kantor langsung menyoraki Montanna, membuat wanita berambut pirang itu semakin jengkel dan memutuskan keluar dari ruangan sambil menghentak-hentakan kakinya sebal. Dari belakang, terlihat wanita bertopi koboi hendak mengejar, namun terhenti di depan meja kerja Rick.

"Oh, iya, Bung. Maaf soal Montanna tadi," kata wanita bertopi koboi itu pada Rick, dia terlihat lebih santai ketimbang Montanna, "Dia orangnya emang gitu. Maklum, mantan model."

"Dia mantan model?" tanya Regan heran, "Kok penampilannya gitu-gitu amat?"

"Yaaa…. Namanya juga mantan, Cuy," sahutnya pada Regan.

Rick mengibaskan tangannya sesaat. "Ya, enggak apa-apa, lah. Santai aja…. Lumayanlah buat hiburan ngeliatin orang ngambekan kayak gitu."

"Hehe…." Sesaat wanita itu terkekeh, lalu mulai mengulurkan tangannya tuk bersalaman pada Rick. "Aku Qory Jack. Anggota Tim Crystal. Salam kenal, Bung."

"Rickolous Dattora, ketua dari Tim Golden." Rick membalas uluran tangan Qory. "Panggil aja Rick."

"Woooh…. Ketua, toh?" ucap Qory kagum setelah melepas jabatan tangan mereka. "Montanna juga ketua tim kami. Enggak nyangka juga sih kenapa musti dia yang harus jadi ketua."

"Oh, ayolah, Qory…." Derby bersedekap, menatap Qory jengkel karena tidak terima Montanna dikata begitu, "Mungkin Montanna dipilih sebagai ketua tim kalian karena Kapten Crystal menyukainya."

"Yaaa…." Qory memutar mata hijaunya. "Itu karena mereka punya kesamaan."

"Daripada itu, sebaiknya kita balik kerja aja."

Tanpa bicara apa-apa lagi, Derby segera melangkah menjauhi meja Rick. Keduanya hanya bisa menatap heran kepergian Derby. Pria itu terlihat sempat merengut sebelum tiba di meja kerjanya.

Qory mengibaskan tangannya sesaat. "Aish! Sudahlah…. Derby memang begitu kalau urusan Montanna. Mereka pernah pacaran selama tiga tahun, putus oleh keputusan Montanna, dan dia ngotot minta balikan." Ia sempat menepuk-nepuk bahu Rick, berusaha bertingkah lebih bersahabat pada pria pirang itu. "Kalau gitu, aku balik kerja dulu. Sekali lagi, senang bertemu denganmu, Rick."

"Senang bertemu denganmu juga, Qory. Lain kali kita sempatkan jalan-jalan bareng."

"Yo'i!" ucap Qory dari kejauhan, lalu mulai duduk di kursi kerjanya.

Melihat keakraban antara Rick dan Qory, membuat Horu berdehem padanya. Spontan Rick berbalik pada Horu, menadapati pria berambut bob itu menaik-turunkan alisnya seakan-akan berusaha menggoda Rick.

Mengetahui maksud Horu, dengan santai Rick menjawab sambil membaca tab yang sempat diberikan Derby padanya. "Ayolah, Bences…. Qory bukan tipe cewek idamanku. Dia terlalu tomboi."

"Bagaimana kalau dia?"

Jari telunjuk Horu menunjuk ke arah salah satu meja kerja agak jauh di seberang sana, tepatnya ke arah seorang gadis berambut hitam panjang yang sibuk bertanya-tanya pada beberapa Agent. Selain punya rambut hitam panjang yang indah, dia juga punya ukuran dada yang besar.

Untuk kesekian kalinya, Horu menaik-turunkan alisnya ketika melihat Rick terpana pada gadis itu. "Tipemu, kan?" bisiknya, "Gadis manis, pemalu, tapi yahut."

"Ei, Tuyul!" Karena tidak terima digoda Horu, Rick memukulnya menggunakan tab. "Balik aja kerja, sono! Enggak usah pakai mojokin ketua sendiri!"

"Eh? Tapi mukanya kok merah, sich…?"

"Kulindes kepala kau pakai bulldozer, pecah kau ditempat!"

Sambil menertawakan tingkah malu-malu Rick, Horu kembali duduk tegap di mejanya dan mulai mengaktifkan komputer. Dia hanya bisa geleng-geleng kepala. Sungguh, menggoda Rick yang tipikal punya emosi labil adalah suatu kesenangan tersendiri bagi Horu.

Tab tadi kembali Rick baca. Dia menghela nafas, berusaha sabar atas pekerjaan banyak yang diserahkan padanya. Dia mentransfer dokumen dan file-file tersebut ke dalam komputer, mulai membagikannya pada rekan-rekan tim. Namun sebelum dikirimkan, Rick berusaha membagikan jumlah dokumennya sesuai kemampuan timnya masing-masing.

"Regan dan Horu yang paling cerdas kalau soal beginian," gumam Rick seraya menggigit jari, "Jadi, mereka agak banyak dapatnya."

Rick mengirimkan banyak dokumen dan file pada komputer Regan dan Horu. Syukurlah, keduanya sama sekali tidak protes saat menerimanya. Mungkin karena mereka menganggap tugas-tugas tersebut dibagikan secara merata.

"Kobra mungkin bisa, tapi enggak usah terlalu banyak dokumen yang ia kerjakan."

Ia kembali mengirimkan beberapa dokumen ke komputer Kobra.

"Kalau Xeno, sudah pasti bego mengerjakan yang kayak begini. Takutnya komputer di mejanya malah rusak ancur lebur."

Rick hanya mengirimkan tiga dokumen yang dirasa paling mudah dikerjakan ke komputer Xeno.

Kini tinggal sekitar lima dokumen dan file yang ada di komputernya. Rick menyeringai licik ala tokoh kartun antagonis. Ia hanya akan mengerjakan lebih sedikit tugas ketimbang Regan, Horu, dan Kobra.

Sungguh ketua tim yang tidak bertanggung jawab.

~*~*~*~