webnovel

Bab. 24 The Marquess Liere Castle (I)

Kuda pengawal Ernan berpacu dengan cepat. Karena lokasi pertemuannya dengan Ana masih di wilayah sekitar kediaman Marquess maka hanya dalam waktu beberapa menit saja, mereka sudah sampai di depan kastil milik Marquess. Para pengawal yang berada di depan kastil memberi hormat padanya. Ernan mengangguk sejenak pada mereka dan memacu kudanya melewati gerbang kastil, melalui jalanan yang dihiasi dengan pagar tanaman berdaun merah sepanjang jalan menuju pintu utama kastil. Sesudah sampai di depan kastil, Ernan turun dari kudanya. Ia berpaling dan mengulurkan tangannya untuk membantu Ana turun dari atas kuda. Ana memandang pemuda itu. Saat itulah, ia dapat melihat wajah sang pengawal dengan jelas. Barulah ia menyadari bahwa pengawal berbaju merah itu masih sangat muda, usianya tidak jauh berbeda dengannya, mungkin hanya terpaut satu atau dua tahun diatasnya. Pengawal itu bertubuh tegap, rambut berwarna coklat kehitaman, bermata coklat gelap dan memiliki garis wajah yang jelas. Wajahnya cukup tampan dan gagah.

Ana mengerjap melihat tangan pemuda itu masih terulur. Namun, ia memilih turun dengan melompat dari kuda tanpa meraih tangan pemuda itu. Kakinya menyentuh tanah dengan pasti. Ernan menarik tangannya. Ana memandang Ernan dengan jengkel.

"Kenapa kau membawaku?"

"Marquess melihatmu terluka. Tuan mengundangmu dan aku harus membawamu," ujarnya dengan tenang, "Mari, aku antarkan ke dalam," lanjutnya dengan sopan dengan tangannya mempersilahkan Ana masuk ke dalam.

"Aku sungguh tidak apa-apa, ini hanya luka goresan saja."

Ana masih merasa enggan sambil menunjukan luka di lengan tangannya. Beberapa goresan telihat di balik baju kemejanya yang sobek. Sebenarnya, baju yang dikenakan memang sudah tipis dan mudah sobek. Ernan tidak bergeming sedikitpun. Ia masih dengan wajah datarnya.

"Siapa namamu?"

"Ana, Ana Meyer."

"Mari, Ana. Kami obati lukamu."

Ana membuang napas. "Baiklah," ucapnya lirih.

Kakinya melangkah ke depan melewati Ernan sambil melirik ke padanya. Ernan mengangguk dan menunjukan jalanan. Mereka memasuki pintu gerbang kastil dan disambut oleh beberapa orang pelayan kastil yang berseragam hitam putih. Ana melihat mereka. Baju seragam mereka bahkan lebih indah dan mahal dari pada baju yang biasa dikenakan Ana. Seorang wanita tua muncul dari dalam kastil tergesa-gesa menghampirinya. Wanita tua itu mengenakan seragam yang berbeda dengan para pelayanan di dalam kastil. Gaun panjang berwarna biru dengan pita di depan dada dan korset di pinggang terkesan lebih elegan. Wanita itu menggelung rambutnya kebelakang dan dihiasi pita kecil. Kaca mata di wajahnya memperlihatkan kesan akademis. Wanita itu menghampiri mereka.

"Ibu, Tuan Marquess mengundangnya."

Wanita Terkejut. Segera tanganya menutup mulutnya yang terbuka lebar. Keterkejutan itu beberapa detik saja, raut wajah wanita berubah lembut. Wanita itu menarik tangan Ana dengan lembut.

"Ayo, aku antarkan ke dalam. Kau terluka, harus diobati terlebih dahulu." Wanita itu menunjukan jalan padanya. Ana menoleh ke belakang melihat Ernan yang mengangguk sopan kemudian pergi meninggalkan meneraka. Ana dan wanita itu berjalan melewati koridor panjang. Suara sepatu mereka terdengar di keheningan koridor. Ia memandang sekilas ke arah wanita itu dengan waspada.

[Mau dibawa kemana aku?] pikirnya.

Tanganya menggengam erat tas kecil yang berisi belati dari ayahnya. Ia memang bisa berkelahi tetapi dengan penjagaan yang ketat dan banyak pasukan yang terlatih tentu akan sulit baginya untuk kabur. Ana mengerutkan alisnya. Mereka bukan seperti orang-orang Wayshire atau gerombolan orang yang mengejarnya di Perlaine. Wanita itu berhenti melangkah.

"Kita sudah sampai," ujarnya tersenyum.

Ana menghentikan langkahnya. Sebuah pintu ruangan yang besar di depannya terlihat. Wanita itu tersenyum dan membukakan pintu kamar. Kamar itu sangat luas, bahkan luasnya sama dengan luas rumah kecilnya di Kota Wayshire. Sebuah tempat tidur besar berada di tengah-tengah ruangan dengan dihiasi kelambu berwarna putih berujung renda. Jendela yang besar dengan balkon berada di kanan tempat tidur. Di sisi kiri tempat tidur terdapat meja dan kursi serta cermin untuk berdandan. Alamari besar berada disampingnya. Di depan tempat tidur, terdapat sofa panjang yang empuk dan beberapa kursi berbentuk kotak. Di depan kursi, terdapat meja kayu yang terbuat dari kayu ulin. Di sudut jendela terdapat meja dengan hiasan bunga lili putih. Wanita itu mengajak Ana duduk di sofa.

"Aku ketua pelayan di kastil ini, kau bisa memanggilku Rosseta."

Wanita tua itu memperkenalkan diri dengan sopan. Ana membalasnya dengan tersenyum

"Ana Meyer." Ia memperkenalkan namanya dengan disingkat.

Pada saat itu terdengar suara ketukan di pintu. Mereka berpaling.

"Masuklah," seru Rosseta.

Seorang pelayan berseragam hitam putih masuk ke dalam ruangan sambil membawa obat dan perban. Ia meletakannya di meja kemudian menghormat pada wanita tua itu kemudian mengundurkan diri. Rosseta mengambil obat salep itu. Ana melihatnya dan mencoba menjelaskan.

"Sepertinya ada kesalahpahaman. Lukaku ini benar-benar hanya luka yang kecil," Ana tersenyum sungkan. Namun, wanita itu mengangkat tangannya meminta Ana berhenti berbicara.

"Jangan khawatir, Tuan Marquess sangat baik, ia pasti tak tega melihatmu terluka," jelas Rosseta,

[Benarkah?] tanya Ana dalam hati.

"Sini, biar aku bersihkan dahulu lukamu."

Wanita tua itu melihat lengan Ana dan mulai membersihkan lukanya. Dengan perlahan-lahan ia mengoleskan obat itu. Ana mengernyitkan alis sejenak menahan nyeri. Setelah luka itu terperban dengan rapi, kembali suara ketukan pintu terdengar. Kali ini dua orang pelayan masuk ke dalam ruangan.

"Nyonya," seru mereka menghormat sambil membawakan pakaian dan peralatan make up.

"Ah, akhirnya sudah datang," seru Rosseta senang.

Rosseta berjalan menghampiri baju yang dibawakan oleh pelayanan tadi dan tersenyum puas. Namun, saat melihat perhiasan yang dibawanya ia membuang napas.

"Bukan kalung yang ini, ambilkan yang berwarna biru. Kalung itu akan bercahaya terang di bawah bulan purnama."

Pelayanan itu mengangguk dan keluar dari ruangan. Rosseta segera berbalik menatap Ana dan tersenyum.

"Baju yang akan kau kenakan nanti," ujarnya tersenyum.

Ana segera bangkit dari kursinya terkejut.

"Apa? Aku menggenakan itu? Bua tapa?"

Matanya memandang gaun biru gelap dengan butiran bercahaya di bagian pinggang dan bagian bawah gaun. Gaun indah seperti putri bangsawan. Cengiran kengerian muncul di wajahnya. Ia tidak menyukai gaun seperti seorang bangsawan.

"Terima kasih banyak, tapi aku memilih tidak," tolaknya sambil mengangkat tangannya.

"Ana, kau tidak perpikir untuk menemui Marquess dengan baju yang sobek kan?" tanya Rosseta menyipitkan matanya sambil memilihat lengan baju Ana yang sobek. Ana melihat penampilannya sendiri. Ia menyadari jika akan menemui orang dengan kedudukan yang tinggi seharusnya menggunakan baju yang layak. Meskipun bajunya terkesan murah tetapi tidak ada yang salah dengan penampilannya. Penampilannya normal.

"Em, Aku tidak biasa menggunakan gaun. Apa tidak bisa bajuku dijahit saja?"

"Tidak. Ini sudah sempurna," tegas Rosseta.

Baru saja Ana akan menolaknya kembali, Rosseta serta seorang pelayan lainya langsung menyerbunya.