webnovel

Bab 31. Where Are You

Dirobeknya selimut itu menjadi beberapa bagian panjang dan diikatkan dengan kuat dari masing-masing sisi. Kain dibuatnya cukup panjang sehingga bisa digunakan sampai ke lantai bawah. Yang diperlukannya saat ini adalah menunggu waktu yang tepat untuk menggunakannya. Samar-samar masih terdengar suara percakapan pengawal yang berjaga di depan pintu kamarnya. Ia berjalan ke arah balkon dan melihat beberapa orang penjaga berpatroli di sekitar bangunan kamarnya. Penjagaan terlihat sangat ketat. Ia menghela napas kecewa. Sepertinya ia harus menunggu saat penjagaan mulai longgar. Disembunyikannya selimut yang dirobek itu dan ia mencoba menutup matanya untuk tidur sejenak.

*****

Fleur melangkah dengan cepat menuju jalan kecil yang terlihat kumuh. Ia menaikan jubahnya sehingga wajahnya tidak terlihat saat beberapa orang berpapasan dengannya. Seekor kucing yang keluar dari tong sampah membuatnya terkejut. Segera ia menghela napas lega. Ia menoleh dengan waspada ke arah kanan dan kiri dan memastikan tidak ada seorang pun yang mengikutinya sebelum masuk ke sebuah pintu belakang rumah di pinggir jalan. Rumah itu terlihat seperti rumah pada umumnya. Tidak ada yang mencurigakan. Sesampainya di dalam ruangan, ia membuka jubahnya. Segera sosok bayangan berjubah hitam muncul dan membungkuk memberi hormat.

"Putri, apa yang harus kita lakukan sekarang?" ujar orang itu.

"Sebaiknya sesuai dengan rencana awal. Informasikan ke orang-orang kita di Amartha bahwa tidak ada perubahan rencana."

"Apakah tidak ada masalah dengan gadis yang bersama putri?"

Wajah Fleur mengeras dan suara yang keluar dari mulutnya terdengan sangat meyakinkan.

"Tidak."

Orang berjubah hitam itu membungkuk kembali.

"Baik, Putri."

*****

Arlen sedang memandang wajahnya di depan cermin. Senyuman merekah di bibirnya. Bola matanya yang keemasan menatap penampilannya yang terlihat elegan. Ia mengenakan kemeja putih dengan sebuah permata saphir di bagian tengah kerah baju dengan pita yang menjuntai ke bawah. Sebuah rompi berwarna biru membungkus tubuhnya serta tepian kerahnya dihiasi benang emas yang membentuk pola indah. Penampilannya sangat elegan sehingga setiap orang yang melihatnya pun akan bisa menebak jika ia seorang bangsawan. Setelah puas memandang dirinya di cermin, tangannya menyisir rambut emasnya yang panjang. Tak sabar hatinya menemui Ana. Ia membayangan wajah Ana yang akan memberondongnya dengan berbagai pertanyaan tentang sihir dan wajahnya yang takjub mendengar penjelasan Arlen muncul di benaknya. Ia pun bisa mencibir Ana dengan puas. Kepalanya mengangguk-angguk dengan senyuman yang masih tersungging di bibirnya. Tiba-tiba senyuman dari wajahnya menghilang. Alis matanya berkerut. Raut wajah kesal muncul di depan cermin.

"Kenapa aku tersenyum?"

Seperti tersadar dari mimpi buruk ia melihat kembali baju yang dikenakan.

"Kenapa aku berdandan rapi untuk bertemu dengannya? Konyol," monolognya sendiri sambil mengibaskan tangannya, tak percaya dengan apa yang dilakukannya.

"Aku kan mau menyelediki sihir yang muncul di penginapan itu," sergahnya pada dirinya sendiri.

Ia berpaling dari cermin, melepaskan baju yang dikenakannya dan berganti dengan kemeja putih polos serta celana panjang coklat. Baju sederhana seperti yang dikenakan banyak orang sehingga tidak menyebabkan kecurigaan. Rambutnya pun diubah dengan gaya rambut pendek.

Suara ketukan pintu terdengar. Nazriel, pengawalnya masuk ke dalam ruangan sambil menghormat sejenak.

"Yang Mulia, kereta sudah siap."

Arlen berbalik dan menatap Nazriel

"Ayo pergi."

Arlen berjalan keluar dari kamarnya sedangkan Nazriel mengikutinya dari belakang.

Mereka keluar dari penginapan itu. Seorang kurir tergopoh-gopoh menyambutnya.

"Tuan muda, mari silahkan masuk," ujarnya mempersilahkan mereka masuk.

Nazriel mempersilahkan Arlen naik ke dalam kereta kuda tetapi dia ikut duduk di depan kereta bersama sang kurir. Kereta kuda itu melaju dengan santai mengarah ke penginapan Someday. Sebenarnya bisa saja berteleportasi ke tempat itu seperti yang pernah dilakukan sebelumnya, tetapi akan sangat merepotkan jika orang-orang yang mencurigakan di penginapan merasakan kekuatan sihir mereka. Kereta yang disewanya cukup sederhana dengan tidak menggunakan simbol apapun. Setelah beberapa saat kereta itu berjalan, sampailah mereka ke penginapan. Penginapan itu terlihat tidak begitu ramai tetapi beberapa orang memang berada di depan penginapan. Kereta kuda itu berhenti. Nazriel yang bertugas sebagai pengawalnya turun dari kereta dan membukakan pintu kereta dan Arlen keluar dari kereta itu kemudian berjalan menuju penginapan.

Sang pemilik penginapan yang berada di lobi menyambut mereka dengan ramah.

"Ada yang bisa kami bantu?"

"Aku sudah ada janji dengan teman," ujarnya singkat.

"Ah, silakan menunggu di lobi," ujar pemilik penginapan.

Pemilik penginapan itu mempersilakan Arlen dan Nazriel untuk duduk di meja yang berada di sebelah selatan ruangan. Mereka pun duduk di kursi berhadapan. Namun, sang pemilik penginapan tidak beranjak dari samping mereka dan memandang mereka dengan mata yang berbinar-binar seakan berkata, "Mungkin anda ingin memesan sesuatu?"

Arlen yang memahami tatapan matanya dengan cepat berkata,

"Ah, bisa bawakan kami minuman dingin dan daging?"

"Segera, tuan," seru pemilik penginapan dengan semangat sambil membungkuk hormat. Ia segera berlari menuju dapur.

Arlen melihat ke sekelilingnya. Lobi itu ramai pengunjung tetapi tidak ada tanda-tanda kekuatan sihir yang ia rasakan sebelumnya. Beberapa menit berlalu dan sorang pelayan menyajikan minuman dingin serta steak daging untuknya. Mereka menikmati minuman serta makanan sambil mengamati sekeliling dan menunggu Ana muncul. Namun, setelah dua jam berlalu, Ana tetap tidak terlihat. Ia hanya melihat gadis yang bersama dengan Ana sebelumnya kembali ke penginapan. Gadis itu langsung naik ke atas lantai dua untuk menuju kamarnya.

Raut wajah Arlen menjadi masam. Kekesalan menyelimuti hatinya,

"Dimana dia? Bukankah aku mengataan dengan jelas bahwa aku akan menemuinya hari ini? Tapi dia malah tidak terlihat dimana pun? Menyebalkan," protesnya.

"Kau yakin yang mulia, gadis itu mendengar ucapan yang mulia?" ujar Nazriel.

"Tentu saja. Aku mengatakannya dengan keras."

Ia mendengus kesal. Imajinasi yang muncul di benaknya saat bertemu Ana sebelum ia berangkat ke penginapan itu hancur. Ana tidak nampak batang hidungnya. Perlahan-lahan kekecewaan memenuhi kalbunya.

Melihat wajah masam Arlen, Nazriel bangkit dari kursinya dan berjalan menuju ke meja pemilik penginapan. Sang pemilik penginapan menatapnya dengan antusias.

"Ada yang bisa kubantu?"

"Apa kau tahu kemana Ana Meyer pergi?"

Sang pemilik penginapan mengerjapkan matanya dan berpikir sejenak.

"Oh! gadis bertubuh kecil itu, gadis itu teman yang kalian tunggu? aku tidak melihatnya."

Arlen yang mendengar ucapannya, bangkit berdiri dari tempat duduk dan menghampiri pemilik penginapan itu.

"Dia tidak meninggalkan pesan?"

"Tidak. Gadis kecil itu datang berdua dengan seorang temannya, mungkin kau bisa bertanya padanya, atau ada pesan untuknya?"

Arlen berpikir sejenak. Sebenarnya ia bisa dengan gampang mengetahui keberadaan Ana saat ini juga jika dia mau. Nazriel menatapnya dan menunggu jawaban darinya. Saat ia akan menjawab pertanyaan pemilik penginapan itu, seseorang melintas di belakangnya. Arlen mengernyitkan dahinya. Sekilas ia merasakan sihir dan ia yakin itu adalah sihir hitam.

"Ah, tidak perlu. Kami akan kembali saja besok," ujar Arlen tersenyum singkat kemudian berpaling meninggalkan pemilik penginapan itu. Nazriel yang berada di samping Arlen mengucapkan selamat tinggal sambil berusaha tersenyum juga.

"Sampai jumpa."

Arlen dan Nazriel memandang sosok lelaki yang mengenakan jubah hitam yang sedang berjalan keluar dari penginapan itu. Mereka berusaha mengikutinya.