Ana berlari menerobos pohon-pohon di dalam hutan itu. Napasnya terengah-engah. Matanya menoleh ke belakang untuk memastikan sang singa tidak mengejarnya. Setelah beberapa saat berlari dan singa itu tidak muncul juga, ia memperlambat larinya. Langkah kakinya berhenti. Tubuhnya menunduk dengan kedua tangan memegang lututnya. Diaturnya pernapasannya sehingga menjadi lebih tenang. Kepalanya kembali menoleh ke belakang dan hanya bisa melihat kesunyian hutan. Tubuhnya terasa lemas dan tanganya bersandar pada sebuah pohon. Perlahan-lahan ia terduduk di tanah. Keindahan singa itu benar-benar membuatnya terpukau sehingga ia melupakan ketakutannya. Saat ini, keberanian yang dimilikinya ketika menghampiri singa itu memudar. Meskipun singa itu terluka, tetapi seekor singa tetaplah singa. Hewan itu dapat mengoyak tubuhnya dan membunuhnya. Rasa ketakukan mulai merayap di hatinya.
Tujuan awalnya pergi ke hutan untuk mencari jamur terlupakan. Ia mendengus kesal. Terlalu banyak waktu yang dihabiskannya untuk mengobati sang singa. Ia berdiri dari tanah dan kakinya mulai melangkah berjalan mencari jamur itu kembali. Tak jauh dari tempatnya berdiri, beberapa buah jamur tumbuh di bawah pohon besar bergetah. Senyuman merekah di wajahnya. Segera kakinya menuju jamur itu dan mengambilnya.
Hari sudah mulai gelap. Sinar matahari sudah terbenam dan menyisakan sedikit semburat kemerahan di langit. Ia harus bergegas keluar dari hutan. Saat kakinya melangkah menjauh dari jamur itu tiba-tiba terdengar suara pekikan hewan yang sangat nyaring.
"Zkaaaaaaaaaa…..Z!"
Suara itu sangat keras hingga membuat Ana mengangkat kedua tanganya dan langsung menutupi telinganya.
"Suara apa itu?" gumamnya pada dirinya sendiri.
Beberapa menit kemudian suara itu pun berhenti. Ana menurunkan tanganya. Suara pekikan mengerikan itu digantikan oleh suara riuh hewan-hewan di dalam hutan yang berseru dengan nyaring. Bunyi kepakan-kepakan burung-burung keluar dari sarangnya dengan ketakutan terdengar. Ia menengadah ke atas. Terlihat pemandangan ratusan burung melintas di atas kepalanya. Matanya terbuka lebar terkejut melihatnya. Tak beberapa lama, ratusan burung itu sudah terbang pergi menjauh. Hutan kembali sunyi. Kesunyian yang aneh seperti keheningan sebelum terjadinya badai.
Kembali pekikkan seekor hewan buas yang tidak ia ketahui terdengar dengan nyaring. Ia menutup telinganya sambil melangkah menuju pinggir hutan. Dari kejauhan terlihat asap mengepul dari arah kota tempat ia tinggal dan kilatan cahaya api memenuhi kotanya. Mata Ana terbuka lebar. Segera ia berlari secepat yang ia bisa menuju kotanya. Sesampainya di jalan setapak keluar dari hutan. Terlihat pemandangan mengerikan di depan matanya. Tubuhnya membatu. Di langit yang berwarna abu-abu kemerahan terdapat sebuah lingkaran besar berwarna hitam yang membawa orang-orang masuk ke dalamnya. Lingkaran itu seperti lubang hitam yang tdk terlihat kedalamannya. Orang-orang kota yang terbawa masuk ke dalam lingkaran hitam itupun lenyap.
Mulut Ana terbuka lebar. Matanya terbelalak tidak percaya apa yang ia lihat. Ia langsung berlari menuju rumahnya yang berada paling dekat dengan hutan. Sesampainya disana, rumah itu sudah porak poranda. Pagar rumahnya yang terbuat dari kayu roboh. Sebagian bangunan rumahnya rusak.
"Ibu.. ! Jenice… !"
Ia berteriak sambil mengelilingi rumahnya untuk mencari mereka namun, tidak ada siapapun di rumah itu. Segera kakinya berlari keluar dari pekarangan rumah dan menuju pusat kota. Ana masih terus berlari sambil terus menengadah melihat lingkaran hitam itu. Lingkaran hitam di langit itu tepat berada di atas bangunan akademi dan bangunan pemerintahan kota. Lingkaran yang berbentuk lubang itu masih terus mengeluarkan kilat hitam yang menyambar orang-orang kota masuk ke dalamnya. Jeritan-jeritan warga kota yang penuh dengan ketakukan terdengar dengan jelas saat tubuh mereka menghilang di dalam gelapnya lingkaran hitam.
Pemandangan yang mengerikan itu membuat siapapun yang melihatnya akan percaya bahwa mereka sedang bermimpi. Kejadian khayalan dan mimpi buruk yang mereka alami pada waktu tidur. Namun sayangnya, hal itu sungguh nyata dalam kehidupan mereka. Bukan sebuah mimpi yang akan hilang saat mereka terbangun.
Mata Ana tidak lepas melihat ke atas langit. Alhasil kakinya terdandung sesuatu. Tubuhnya jatuh berguling-guling ke tanah. Debu tanah memenuhi badannya namun tidak dihiraukannya. Ia segera bangkit dan melihat benda yang membuatnya terjatuh. Terlihat seorang lelaki tua yang tergeletak di tanah dengan darah yang bersimbah di tubuhnya. Bekas cakaran-cakaran binatang memenuhinya. Ana mengenalnya sebagai salah satu pasukan keamanan kota itu. Segera dihampirinya lelaki itu.
"Paman, sadarlah, apa yang terjadi?" serunya kebingungan.
Ia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, karena saat itu, ia sedang berada di hutan mencari jamur. Lelaki tua itu tidak dapat berkata apa-apa. Mulutnya penuh dengan darah. Tangannya hanya menunjuk ke arah langit dengan lingkaran hitam besar yang masih menyambar orang-orang kota.
Tangan Ana mencoba menekan pendarahan pada luka lelaki tua itu, namun sia-sia saja, lelaki itu menghembuskan nafas terakhirnya.
Tangan Ana memukul tanah karena kemarahannya. Diambilnya pedang yang ada di samping tubuh penjaga kota itu dan berlari menuju akademi. Sampainya di dekat bangunan itu, Ana menghentikan langkahnya dan segera bersembunyi di sebuah reruntuhan bangunan. Ia menyapu pemandangan di sekelilingnnya. Bangunan akademi yang kokoh terbuat dari batu itu sebagian runtuh dan terbakar. Percikan-percikan api masih terlihat dengan jelas. Gedung pemerintahan itu juga tak kalah rusaknya. Menara di sayap kanan gedung pemerintahan runtuh. Tak sedikit orang-orang tergeletak di tanah penuh dengan luka. Bangunan yang terbuat dari kayu disekelilinya terbakar dengan nyala api yang besar. Angin malam membuat api itu semakin besar. Kota itu menjadi kota yang terbakar.
Ia menutup matanya sejenak. Saat ia membuka matanya kembali, wajahnya menengadah melihat lingkaran hitam dengan kilatan-kilatan cahaya hitam yang turun ke bawah. Di sekelilingnya, terdapat lima ekor monster berbentuk serigala bertanduk melengkung menyerupai pedang. Di sepanjang tubuhnya dari tengkuk hingga ujung ekor terdapat tanduk –tanduk yang runcing, dan ekornya berupa sulur-sulur yang menyerupai ular berwarna perak yang panjang. Mereka sedang berjaga-jaga mengelilingi lingkaran itu.
Monster itu mendesis kemudian memekik dengan nyaring. Suara pekikan hewan yang mengerikan yang ia dengar di dalam hutan. Ana menutup telinganya sambil menggelengkan kepala.
[Ini hanya mimpi. Ini tidak nyata,] pikir Ana.
Terlihat wajah orang-orang kota yang penuh dengan ketakukan menghadapi mereka mundur. Beberapa orang yang terjebak oleh monster itu tergiring menuju di bawah lingkaran hitam dan kemudian terbawa ke atas. Ana mencoba melihat orang-orang yang tersisa di sekitar akademi, namun Jenice maupun ibunya tidak terlihat. Saat ia mencoba lebih dekat, sebuah bayangan hitam besar menerjangnya. Ia terkejut dan mencoba menghindar. Dialihkan tubuhnya secepat kilat ke samping dan terjatuh.
Seekor monster menyeringai ke arahnya dengan ganas. Matanya menatap Ana dengan tajam. Ana segera berdiri dari tempatnya dan mundur beberapa langkah. Tangannya memegang erat sebuah pedang yang ia peroleh dari jalan tadi dan tubuhnya waspada akan serangan monster itu. Matanya menatap tajam ke arah monster. Sang monster kembali menyeringai memperlihatkan taringya dan berlari menerjangnya. Mata Ana terbuka lebar.