"Ugh… hoam…."
Merenggangkan kedua tangan ke atas adalah salah satu gerakan yang wajib untuk di lakukan ketika bangun dari tidur.
Sinar mentari masuk ke dalam ruangan, masuk melalui jendela yang seakan mengizinkan. Suara kicauan burung yang di padukan dengan suara mesin pemotong rumput pun menjadi pengisi saat ia terbangun dari tidurnya.
"Nyenyak banget tidur ku,"
Setelah itu, ia terbangun dari tidur, duduk di kasur terlebih dulu tanpa melakukan apapun selama beberapa menit untuk mengumpulkan nyawa sekaligus kesadaran yang rasanya masih melayang-layang.
Melihat ke sekeliling, dan tepat saat itu juga ia menepuk kening. "Astaga, bagaimana aku bisa lupa kalau masih berada di rumah Denish? ralat, mansion."
Ia buru-buru menyibak selimut yang menutupi tubuhnya, bahkan ia sudah memakai baju(?) yang benar saja, seingatnya ia berakhir tidur setelah Denish membopong tubuhnya ke kamar laki-laki itu di lantai dua untuk kembali berhubungan badan untuk ronde ke-3. Kedengarannya memang brutal, namun Ana menyukainya.
"Pasti Denish yang mengurusi ku, mana mungkin ia menyuruh maid melakukannya yang artinya memperlihatkan aib."
Menapakkan kaki di lantai dengan sandal berbulu berwarna coklat, bergambar beruang. Kini, ia berjalan ke arah kamar mandi karena hal pertama yang harus di lakukan adalah membersihkan tubuh.
Ana berani bertaruh kalau Denish sudah pergi entah kemana, sudah biasa ia di tinggal oleh laki-laki satu itu.
Melucuti pakaian di tubuhnya, setelah keadaan naked, ia masuk ke dalam shower. Membersihkan setiap bagian tubuhnya, ia juga memakai peralatan mandi seperti sabun dan lain-lain yang entah kenapa ada untuk khusus wanita.
"Denish mempersiapkan semua ini untuk ku? Aneh,"
Tidak berpikir jauh, dalam waktu 15 menit ia sudah selesai mandi. Menarik handuk yang berbentuk piyama, setelah itu berjalan ke arah cermin yang terdapat wastafel. Ia mematut wajah, menyambungkan hairdryer untuk mengeringkan rambutnya yang basah setelah memakai vitamin rambut.
Ia sungguh senang dengan semua fasilitas disini. Bagaimana tidak senang? Fasilitas di mansion milik Denish sangatlah lengkap jika di bandingkan dengan miliknya di rumah, tentu sebuah perbedaan yang sangat jauh.
Selesai melakukan pengeringan rambut, ia langsung keluar dari kamar mandi, masih memakai sandal berbulu yang sangat lembut di kakinya.
Membuka pintu kamar mandi, dan ia telah melihat gantungan baju berwarna gold. Disana ia bisa melihat nota yang tertulis 'pakai ini dan segera isi perut mu di pantry'.
Ana tersenyum.
Ia mulai mengambil semua hanger baju dan membawa bersamanya ke fitting room.
Setelah beberapa menit …
"Berapa harga outfit mu?"
Ana terkekeh karena merasa lucu bertanya pada diri sendiri. Ia tau harga pakaian yang melekat di tubuhnya memiliki nominal fantastis walaupun hanya outfit casual.
"Bagus juga pilihat outfit Denish. Apa yang tidak bisa di lakukan oleh laki-laki itu, ya?"
Bangun tidur tidak perlu repot dengan urusan rumah, tidak seperti di rumahnya yang kalau tidak bangun pagi pasti ayahnya sudah membawa rotan untuk membangunkan Ana.
Seberapa keras didikan orang tua Ana yang malah membuat putri mereka melangkah ke jalan penuh kesesatan dan nafsu dunia.
Ia ingin berjalan ke pintu kamar, namun mendapati ada buket bunga beserta surat yang mungkin untuknya? Memangnya untuk siapa lagi? Hei, hanya ia yang berada disini.
"Romantis, tapi sesekali harus jual mahal, benar?"
Ana pun mengabaikan dan berjalan keluar dari kamar ini. Ia bahkan sudah memakai kembali tasnya, untuk baju kotor juga sudah ia bawa menggunakkan tote bag yang juga di sediakan Denish, atau mungkin salah satu pekerja disini? ia tidak ingin ambil pusing untuk hal ini.
"Selamat pagi, Nona. Silahkah sarapan terlebih dulu, kami sudah menghidangkan menu sarapan terbaik."
Bagaikan ratu di sebuah kerajaan, Ana di sapa dengan hangat bahkan ada senyuman yang terlukis di wajahnya.
Ana menganggukkan kepala, memberikan sedikit senyuman juga. "Selamat pagi, terimakasih."
Setiap langkah Ana di rumah ini pasti di ekori dengan maid. Tidak, para maid tidak bermaksud untuk 'mengekori' dalam arti yang negatif, namun memang pelayanan di rumah ini sangat eksklusif.
Ana sampai di meja makan yang sudah ada dua maid yang siap melayaninya. Dari ia duduk, sampai bokongnya telah mendarat di kursi, lengkap sudah.
Ada sepiring Scrambled egg, bacon dan sosis, roti panggang dengan selai, hash brown, panekuk, dan sereal, juga ada buah-buahan.
"Selamat menikmati makanan yang tersaji, Nona."
…
"Haruskah aku menuruti kalian? Maksud ku, aku ingin pulang naik taksi,"
Ana cukup tidak nyaman karena ternyata menjadi orang kaya pasti hidupnya selalu di layani. Maksudnya memang keren di antar pulang ke rumah menggunakkan Mercedes-AMG GT 53 4MATIC 2020, namun yang tidak keren adalah kembali di bicarakan oleh tetangga sekitar.
Sepertinya ibu-ibu lambe gang tidak pernah berhenti untuk selalu membuat gosip baru walaupun sudah berpuluh-puluh kali Ana tegur bahkan di permalukan juga sudah.
"Tapi maaf, Nona. Ini semua perintah Tuan Denish,"
Ya, ya, ya. Denish lagi yang sudah pasti memerintahkan mereka semua untuk menjaganya, atau lebih tepat melayaninya.
Ana memutar kedua bola mata. Kini, ia sudah berada di teras rumah. "Baiklah, aku mengalah. Tapi antarkan aku sampai titik yang aku inginkan, mengerti?"
"Tapi Tuan Denish—"
"Jangan hanya tentang mendengarkan dengarkan dia, kalau kau juga tidak mendengarkan aku, pasti itu berdampak buruk bagi kalian."
Akibat dari apa yang di katakan oleh Ana membuat para pelayan menganggukkan kepala, mengerti dengan apa yang di katakan oleh dirinya.
Pada akhirnya, kini Ana sudah memasuki Mercedes-AMG GT 53 4MATIC 2020 yang astaga… ini pertama kali baginya. Sudah banyak kolega besar yang menyewanya. Tapi untuk di bawa ke rumah atau bahkan di berikan tumpangan mobil mewah pun tidak pernah, hanya Denish yang memperlakukannya seperti ini.
Ana duduk di kursi belakang, tentu saja.
"Ada sesuatu di samping mu, Nona."
Mobil sudah melaju bahkan sudah memasuki jalan raya, namun Ana baru mendengar sang sopir yang berkata kepadanya.
Ana menolehkan kepala ke samping, memang ada kotak hitam sih, namun yang ia pikirkan sebelumnya juga tidak merasa penasaran karena bukan hak-nya untuk menyentuh barang orang lain.
Menganggukkan kepala. "Iya, aku melihatnya. Ada apa memangnya dengan kotak ini?" Ia merespon.
Sang supir tidak melirik ke arah Ana seperti halnya ia menghargai kalau wanita yang ia tumpangi adalah milik Denish, yang artinya menjaga pandangan sangat penting bagi majikannya.
"Untuk mu, Nona. Dari Tuan Denish untuk mu,"
Ana terkejut, apalagi yang di siapkan Denish untuknya? Ayolah, terlalu banyak kejutan jika memasuki kehidupan orang kaya.
Ia pun meraih kotak hitam tersebut dan meletakkan di pangkuannya. Membuka dengan perlahan pita yang menjadi hiasan sekaligus penahan kotak, setelah itu membuka tutupnya.
"Astaga."
Ana meraih benda yang ada di hadapannya, ia tersentak. "Ponsel baru?" Bahkan, masih tersegel dan ada logo dan beberapa aksesoris lainnya yang membuktikan kalau ponsel ini ORI dari toko yang legal.
Ponsel dengan kamera tiga di belakang, keluaran terbaru pada tahun ini.
"Dekatkan aku lebih dekat lagi dengan Denish, Tuhan."
…
Next chapter