-Gavero Alexandrian-
Satu hal yang membuat Vero uring-uringan saat ini adalah Lamanda. Kilasan memori akan kejadian siang tadi di sekolah berputar terus di pikirannya. Seharusnya ia senang karena gadis itu tersiksa karena dirinya tapi setengah hatinya seakan menentang dengan adanya rasa lain yang seharusnya tidak boleh datang lagi karena Vero telah berusaha keras membuanganya jauh-jauh.
Vero beranjak dari tempat tidurnya dan duduk di kursi belajar. Ia membuka laci meja paling bawah lalu mengeluarkan sebuah buku tebal dari sana.
Setelah meniup sampulnya yang sedikit berdebu, Vero membukanya.
Ia melihat foto keluarganya. Foto yang diambil beberapa tahun yang lalu. Saat ia masih TK. Ada ibunya, ayahnya, dirinya, juga adiknya. Mereka sama-sama tersenyum.
Sambil membuka lembar-lembar selanjutnya. Pikiran Vero menerawang.
Sejak ibunya meninggal waktu ia masih SMP. Vero tidak pernah berpikir bagaimana ia harus menjadi orang baik. Vero selalu berbuat keributan, bolos sekolah, mabuk-mabukan, free sex dan membuatnya tinggal kelas satu tahun. Bagi Vero ia benar-benar hancur dan rusak saat itu.
Lalu tangan Vero berhenti pada sebuah foto saat ia bersama teman-temannya saat kelas dua SMP. Vero tersenyum miris.
Teman?
Ia memandang foto lelaki yang sedang tersenyum lebar. Itu foto Raskal.
Dulu, entah ada keajaiban dari mana ia bisa satu kelas dan berteman dengan Raskal. Lelaki dengan segala kekampretannya. Raskal mampu membuat Vero tertawa lagi dan berhasil meyakinkan dirinya bahwa hidupnya akan bahagia dan semua akan baik-baik saja.
Lalu Raskal membawa Kalka, teman sebangkunya. Orang yang pernah menjadi salah satu alasan Vero untuk kembali percaya pada oranglain.
Vero beralih memandangi foto Kalka cukup lama. Ia mengepalkan kedua tangannya.
Setelah itu ia memadangi foto gadis di antara Kalka dan Raskal. Dia Alinka. Pacar Raskal. Dan juga.. adiknya.
Tidak ingin mengingat lebih, Vero menutup lembar itu dengan lembar baru yang menunjukan foto berbeda. Yang Vero tahu bahwa semua foto itu diambil diam-diam olehnya. Vero mengusap foto itu perlahan. Ia bertanya pada hatinya bagaimana ia bisa melakukan hal yang bahkan sangat tidak mungkin ia lakukan hanya karena cinta pada pandangan pertama.
Vero terus membuka lembar berikutnya. Semua menunjukkan foto-foto candid dengan orang yang sama. Vero tahu bahwa foto-foto itu akan terus terpampang hingga halaman terakhir. Foto yang menunjukkan sosok yang begitu ia cintai, Lamanda, adik dari sahabatnya dulu. Kalka. Tapi itu dulu. Vero meyakini dirinya sendiri bahwa perasaan itu sudah tidak lagi ada sekarang.
Vero menghelas napas. Jika boleh jujur..
Vero menyukai Lamanda saat pertama ia bertemu gadis itu, sekilas. Saat ia pergi ke rumah Kalka. Saat gadis itu membukakan pintu rumah lalu tersenyum padanya. Lalu ia sering mencuri foto-foto gadis itu di galeri ponsel Kalka atau sekedar mengambilnya diam-diam. Sebenarnya Vero bukan pengecut yang tidak bisa mengungkapkan perasaanya, Vero cukup sadar diri dan tahu, bahwa gadis itu tidak lagi sendiri.
Namun, sekarang ia bertemu Lamanda kembali disaat yang tidak tepat. Saat semuanya sudah berubah.
Yang Vero tanyakan. Bisakah ia membeci Kalka tanpa melampiaskannya pada Lamanda dan melupakan semua niat buruknya hanya karena rasa cinta itu sepertinya perlahan kembali? Sekuat apapun Vero mengelak. Rasanya ada yang mengganjal.
Vero mengusap wajahnya. Ia mengingat jelas bagaimana wajah pucat Lamanda. Ekspresi wajahnya yang seperti menahan sakit berlebih. Banyak pertanyaan di benak Vero terlebih ketika ia mengintip di UKS dan mendapati rebreathing mask terpasang di wajah gadis itu.
Untuk kali ini ia ingin egois dan memikirkan perasaanya. Tapi untuk kali ini juga, ia tidak bisa melakukan itu dan memilih egois. Vero memandang foto Alinka di atas meja belajarnya. Menghela napas, Vero menutup album fotonya.
Ia butuh tidur.