webnovel

Alta dan Allamanda

Philosophy Color Series 1 ## Bagi Lamanda, Alta adalah pembawa masalah dalam hidupnya. Tapi, bagi Alta, Lamanda adalah sebuah petaka, pembawa sial yang harus segera ia lenyapkan. Perjalanan cerita mereka penuh misteri, penuh dendam, dan.. luka. Hingga, pada akhirnya, salah satu dari mereka kalah telak dan merasakan beratnya penyesalan. Selamat membaca

yupitawdr · Adolescente
Sin suficientes valoraciones
149 Chs

Bab 21 | Jam Biologi

Follow IG yupitawdr_

21. Jam Biologi

Terlalu sering bercanda akan membuat orang lain sulit percaya ketika kamu serius.

***

[Raskal Bintang Kaylan]

"Bengong mulu, kesurupan baru nyaho lo," seru Raskal sambil memukul kepala Lamanda dengan bulpen membuat Lamanda melemparkan tatapan tajam yang terlihat begitu menggemaskan di mata Raskal.

Kemudian Raskal memutar duduknya agar menghadap Lamanda di sampingnya. "Kenapa sih?"

"Kepo banget sih lo," jawab Lamanda tanpa menoleh.

Raskal mendengus. Meskipun Lamanda tidak seperti kebanyakan cewek yang akan menjawab 'nggak apa-apa' tapi jawaban gadis itu begitu menyebalkan padahal tadi Raskal serius bertanya.

Raskal hanya ingin menjadi teman yang baik untuk Lamanda. Siapa tau selanjutnya ia bisa menjadi pacar yang baik untuk gadis itu. Kan semua berawal dari teman, terus teman dekat, terus sahabatan, terus pacaran, terus putus, terus musuhan deh. Eh.

Memangnya Raskal generani Z yang kalau putus endingnya musuhan?

Meskipun Raskal sering makan MSG melebihi kadar yang baik untuk kesehatan, kedewasaannya tetap jalan, meskipun sedikit.

Lagian, untuk apa musuhan kalau dulunya pernah sayang-sayangan?

"Kal," panggil Lamanda. Ia memutar tubuhnya sedikit serong agar menghadap Raskal.

"Ha?"

Lamanda seperti ingin mengatakan suatu hal tapi terlihat ragu-ragu, sesekali tangannya mengetuk-ngetuk meja.

"Apaan sih?" tanya Raskal sedikit kesal karena ketidakjelasan Lamanda yang membuatnya menunggu.

Menunggu itu nggak enak. Apalagi menunggu hal yang nggak pasti. Buang-buang waktu banget.

Setelah berpikir cukup lama dan membuat Raskal berdecak puluhan kali, akhirnya Lamanda bertanya. "Lo tau Alta kemana?"

Pertanyaan itu membuat Raskal menaikkan kedua alisnya. Menyadari suatu hal, Raskal menyipitkan matanya yang memang sipit, menatap curiga ke arah Lamanda kemudian menyeringai. "Cieee nyariin Al--"

"RASKAL!!" bentakan itu membuat Raskal dan Lamanda kembali mengahadap ke depan dengan spontan.

"Eh Bu Dina--" ucap Raskal cengengesan membuat Bu Dina menatapnya tajam. "Saurus," lanjut Raskal dengan suara pelan dan cekikikan agar tidak terdengar.

"Dua kesempatan lagi," kata Bu Dina mengingatkan. Bu Dina memang terkenal killer tapi ia masih tergolong sebagai guru yang baik dan tolerin karena selalu memberi muridnya kesempatan untuk memperbaikin kesalahan. Hanya tiga kali. Kalau lebih berarti pelanggaran, kartu merah, nilai merah, terakhir...out.

Sebenarnya Raskal malas mendengarkan dan mengikuti pelajaran biologi apalagi yang dibahas materi sistem gerak manusia. Membosankan. Raskal lebih suka materi sistem reproduksi manusia apalagi kalau langsung prkatek. Raskal ahlinya. Mau gaya apa aja bakal Raskal jabanin. Raskal jamin nilainya A+.

"Alta lagi ada urusan penting. Katanya sih gitu," ujar Raskal setengah berbisik agar tidak kembali membangunkan emosi Bu Dina.

Lamanda menghembuskan napas. Ia sedikit lega karena Alta tidak kenapa-napa. Setelah kejadian di parkiran waktu itu Lamanda mencoba bersikap biasa saja dan menjaga jarak dengan Alta dan sepertinya Alta tidak terlalu mempermasalahkannya. Alta tidak lagi menjemput atau mengantarnya pulang karena Lamanda selalu menolak dengan berbagai alasan. Setelah itu Alta menghilang. Lelaki itu sudah empat hari tidak masuk sekolah membuat Lamanda khawatir. Ia bisa saja menghubunginya terlebih dahulu tapi ia ingin melihat seberapa seriusnya Alta untuk memulai semuanya dari awal.

"Lo seriusan pacaran sama Alta?" tanya Raskal.

Lamanda kembali menghadap depan lalu menunuduk melihat jejeran ubin dibawah, ia mencoba mengira-ngira berapa jumlah semut yang melintas untuk mengalihkan pikirannya.

Sebenarnya, ia bingung untuk menjawab. Mau dibilang pacar, bukan. Mantan juga bukan. Waktu Lamanda minta putus sebelum kecelakaan dulu Alta bahkan menolak, hal itu membuktikan bahwa statusnya masih pacar. Tapi, sekarang lelaki itu malah ingin memulai semuanya dari awal dengan kata lain 'bahwa hubungan mereka di masa lalu benar-benar berakhir.

Lamanda merasa seperti digantung. Mirisnya lagi ia harus menghadapi sikap Alta yang berubah-ubah. Dan sekarang, saat lelaki itu menghilang membuat Lamanda takut.. takut kehilangan kembali

Nyatanya, dalam cinta tidak ada hal yang tidak mungkin bisa terjadi. Seperti.. takut kehilangan padahal kita tidak memiliki. Terlebih dalam kasus 'hubungan tanpa status'.

"Yee ditanyain malah bengong lagi." Raskal menggeser kursinya mendekat ke arah Lamanda agar tidak berbicara keras dan mengusik yang lain.

Lamanda menoleh lantas tersenyum yang entah sejak kapan mampu membuat Raskal meleleh. "Lo kok kepo banget sih dari tadi?"

"Kepo berarti gue peduli, dan kepedulian gue itu dateng khusus untuk orang-orang yang spesial aja."

"Berarti gue spesial dong buat lo?"

Raskal tersenyum sok ganteng. "Menurut lo?"

"Receh."

Senyum Raskal langsung luntur seketika. Ia mencebikkan bibirnya. "Padahal gue serius," katanya dengan nada sok imut.

Lamanda mengibaskan tangannya dan mulai mencatat beberapa hal penting yang dijelaskan Bu Dina. Tidak mempedulikan perkataan Raskal.

Tidak direspon, Raskal menyenggol tangan Lamanda. Membuat huruf A yang sedang ditulis gadis itu berubah seperti toge nyungsep. Lamanda melotot, Raskal ujuk gigi. "Gue udah nggak punya pacar lagi loh," ucap Raskal bangga. Ia tersenyum lima jari membuat matanya menyipit.

Info unfaedah.

"Terus?"

"Ya kali lo suka sama gue terus mau nembak gue. Kan bisa gue terima karena hati gue lagi kosong."

"Kayaknya lo lagi sakit deh." Lamanda menyentuh dahi Raskal dengan telapak tangannya. Nggak panas. Suhunya normal.

Raskal meraih tangan Lamanda. "Emang sakit. Gue kan abis jatuh."

"Jatuh dimana?"

"Jatuh di hati lo."

Lamanda menarik tangan lalu memutar matanya jengah. Ia mencoba mendengar kembali penjelasan gurunya. Namun tangan Raskal sangat usil, lelaki itu lagi-lagi menggetok kepala Lamanda dengan bulpen, menarik-narik rambutnya, bahkan mencoret-coret tangannya dengan bulpen karena merasa dikacangi.

"Diem deh," perintah Lamanda.

Raskal malah cengengesan membuat Lamanda semakin kesal.

Lamanda menghapus coretan tinta hitam di lengannya sambil memberengut. Efeknya membuat kulit putihnya membentuk garis-garis merah. "Tuh kan, tangan gue jadi batik-batik."

"Aesthetic banget kan karya gue."

Lamanda berdecak. "Tau ah!!"

Raskal tertawa tanpa suara. Ia melihat Bu Dina yang sudah duduk di tempatnya karena selesai menjelaskan kemudian ia memandang Lamanda lagi. "Eh Lam.. Kalau Bu Dina itu Dinosaurus. Menurut lo jenis apa yang cocok buat dia?"

Lamanda melotot. "Jangan kurang ajar deh."

"Ceileh, kan cuma misalnya doang."

"Nggak tau," kemudian Lamanda mulai mengerjakan tugas yang diberikan Bu Dina yang diberikan usai menjelaskan tadi.

"Err rrhhh." Raskal mendekatkan tubuhnya. Ia menggeram seperti macan dengan kedua tangan terangkat seperti cakaran. Hal itu membuat Lamanda menjauhkan diri. Sepertinya Raskal kesurupan.

Kemudian Raskal terkekeh membuat Lamanda bergidik. "Bu Dina itu ibarat T-Rex, muka nyeremin, mata gede, suka makan daging, dan gar--"

Pletak

"ADOH!!"

Pengahpus papan mendarat sempurna di kepala Raskal. Lelaki itu meringis dan mengusap dahinya sambil memberengut ke arah Bu Dina yang sudah berdiri.

"Satu kali lagi kesempatan habis!" ucap Bu Dina mengancam.

Raskal memutar kedua matanya sambil berdecak. Bu Dina nggak asik.

"Itu kenapa mata kamu diputer-puter."

"Soalnya nggak bisa dijilat terus dicelupin," jawab Raskal asal.

"RASKAL!!"

"Iya bu iya ini saya mau ngerjain tugas. Ibu jangan ganggu dong."

Bu Dina hanya memejamkan matanya sejenak berdo'a agar Raskal segera insyaf lalu kembali duduk.

Nyatanya Raskal tidak benar-benar mengerjakan tugas. Ia hanya mencoret-coret bagian belakang buku tulisnya. Menggambar ulat, bunga, pohon, matahari, babi, dan kadal.

"Gue bingung deh sama kalian," gumam Lamanda tiba-tiba dengan fokus masih mengerjakan tugasnya.

"Kalian?" tanya Raskal sambil menggambar dirinya yang sedang melawan Bu Dina. Robot dan Dinosaurus.

Lamanda mengangguk tanpa menoleh. "Lo, Kalka sama Vero."

Raut wajah Raskal mendadak mengeras. Lelaki itu langsung meletakkan bulpennya. Ia memandang kosong perut gendut dinosaurus di bukunya. "Apa aja yang udah lo tau?"

"Nggak ada."

"Bohong!"

"Kalian sahabatan dan Alinka pacar lo. Udah itu aja."

Raskal menahan napas kemudian menghadap Lamanda. "Bagus. Lo emang nggak perlu tau semuanya."

"Kenapa enggak?"

"Karena lo nggak ada hubungannya sama kita."

Lamanda menghadap Raskal. "Oh ya? Bahkan setelah Vero ngelibatin gue?"

Udara di sekitar mereka mendadak panas. Raskal jelas tahu kelakuan bejat Vero pada Lamanda waktu itu. Ia tidak habis pikir kenapa lelaki itu bisa berbuat demikian. Emang dasar dari dulu udah nggak punya otak.

Raskal memiringkan wajahnya mencoba menebak-nebak isi pikiran Lamanda.

"Apa?" tanya Lamanda bingung melihat Raskal yang sesekali mengernyitkan dahi, memejamkan mata sebentar, menautkan alis, memicingkan mata dengan ekspresi berubah-ubah ketika menatap dirinya.

"Sstt gue lagi baca pikiran lo."

Lalu Lamanda menabok keras lengan Raskal dan kembali mengerjakan tugasnya. Ia sudah berharap Raskal akan memberikan informasi kepadanya tapi nyatanya lelaki itu malah membuatnya jengkel.

Selain pintar mengalihkan tatapan perempuan, ternyata Raskal juga pintar mengalihkan topik dan suasana.

Raskal terbahak. Kenapa wajah Lamanda begitu lucu ketika marah. Raskal jadi ingin membungkusnya dan membawanya pulang lalu menguncinya di kamar.

"Raskal!!" Raskal menoleh ke arah Bu Dina yang mengangkat kartu merah di tangan kirinya, Raskal langsung diam. "Out!!"

Yash. Nggak masalah ia bisa mengajak Satya makan di kantin atau nyebat di rooftop.

Kemudian Raskal menepuk sebelah pundak Lamanda. "Kita LDR an sebentar nggak apa-apa ya. Jangan kangen gue."

Lamanda hanya bisa geleng-geleng kepala. Raskal benar-benar sakit. Sakit jiwa.

Raskal berjalan melewati Lamanda. Sebelum maju ke depan kelas, ia berhenti dan berbisik pada Arsya.

"Lo nggak pake daleman ya? BH lo kelihatan."

Setelah itu ia tersenyum jahil ketika Arsya melotot dan sontak menutupi dadanya.

"Sial*n lo bangs*t!!" pekik Arsya.

"Arsya!! Apa-apaan kamu?!!" teriak Bu Dina sambil menatap Arsya garang. Belum sempat Arsya membela diri, Bu Dina lebih dulu membuat keputusan karena umpatan kasar Arsya.

"Out!!"

Mendengar itu, Raskal tertawa keras dan langsung ngibrit lari sebelum kena semprot Bu Dina dan digibeng Arsya.